Mohon tunggu...
izar izzati dewi
izar izzati dewi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi saya bermain bulu tangkis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pancasila dan Agama, Apakah Harus Berkompetisi atau Bersinergi

7 Oktober 2024   21:37 Diperbarui: 7 Oktober 2024   22:56 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
slideshare.net/IgnatiusRicoCamalFra1


Pancasila vs agama topik yang menarik untuk di bahas, bahwasanya bangsa indonesia sejak dulu merupakan bangsa yang religius Para pendiri negara bangsa ini menyadari bahwa negara Indonesia adalah pada bangsa Indonesia sendiri. 

Bangsa Indonesia sejak zaman dahulu adalah bangsa yang religius, yang mengakui adanya 'Dzat Yang Maha Kuasa', yaitu Tuhan, dan hal ini sudah tercantum dalam Pancasila sila pertama yakni "ketuhanan yang maha esa". Hubungan agama dan negara telah diperdebatkan sejak lama. Agama senantiasa memilki hubungan negara. 

Hubungan agama dan negara mengalami pasang surut. Ada suatu masa di mana agama dekat dengan negara atau bahkan menjadi negara agama atau sebaliknya. Agama dan Pancasila merupakan dua hal yang melekat dalam nilai kultur masyarakat Indonesia. Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengatakan, selama perjalanan bangsa Indonesia sejak Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, banyak pihak yang berupaya mempertentangkan antara Pancasila dengan ajaran agama. Bahkan, upaya itu masih terus terjadi hingga saat ini.


"Sampai saat ini pun upaya-upaya seperti itu masih terus terjadi. Saya berkeyakinan insya Allah upaya-upaya tersebut tidak akan pernah berhasil,"ujar Ma'ruf saat membuka simposium nasional Studi dan Relasi Lintas Agama Berparadigma Pancasila, Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Maulana Hasanuddin, Serang, Banten, secara virtual, Kamis (10/9). Pancasila juga sudah menjadi kesepakatan nasional. Karenanya, orang yang mempertentangkan pancasila dan agama adalah orang yang salah paham.


"Orang yang masih mempertentangkan antara Pancasila dan agama adalah termasuk yang mis-persepsi. Bisa saja mis-persepsi dari pemahaman agamanya atau dari pemahaman Pancasilanya," ujar Ma'ruf. Jadi Pancasila ini mengandung nilai-nilai untuk menjaga kerukunan bermasyarakat dan kehidupan umat beragama. Di Indonesia, diskursus mengenai hubungan antara Pancasila dan agama selalu menjadi topik yang hangat dan kontroversial. 

Banyak pihak memandang Pancasila sebagai ideologi yang bersifat sekuler, sementara agama, khususnya agama mayoritas seperti Islam, dipandang sebagai kekuatan sosial dan politik yang berpotensi mengubah peta ideologis negara. Lalu, apakah Pancasila dan agama harus berkompetisi untuk mendapatkan ideologis, ataukah harus bersinergi dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara?

Jadi begini sejarah pancasila dan peran agama untuk memahami hubungan Pancasila dan agama, penting untuk melihat kembali sejarah kelahiran Pancasila. Pancasila dirumuskan pada tahun 1945 oleh para pendiri bangsa sebagai dasar negara Indonesia. Pancasila, yang terdiri dari lima sila, mencerminkan nilai-nilai universal yang diterima oleh seluruh elemen bangsa, termasuk kelompok-kelompok agama. Sila pertama, "Ketuhanan Yang Maha Esa," secara eksplisit mengakui eksistensi agama dan kepercayaan terhadap Tuhan, menunjukkan bahwa Pancasila bukanlah ideologi yang memisahkan agama dari kehidupan publik.

Namun, pada masa-masa awal kemerdekaan, perdebatan mengenai dasar negara antara kelompok nasionalis sekuler dan kelompok Islamis terjadi dengan intens. Kelompok Islamis pada saat itu menginginkan agar Indonesia mendasarkan diri pada syariat Islam, sementara kelompok nasionalis memilih Pancasila sebagai jalan tengah yang dapat merangkul seluruh golongan. Akhirnya, Pancasila disepakati sebagai solusi yang mengakomodasi aspirasi seluruh komponen bangsa.

Pancasila: Ideologi Nasional yang Inklusif
Salah satu kekuatan utama Pancasila adalah sifatnya yang inklusif. Pancasila tidak memihak satu agama atau golongan tertentu, melainkan menjadi payung yang menaungi seluruh warga negara, apa pun keyakinan mereka. 

Sifat inklusif ini memungkinkan Pancasila berfungsi sebagai perekat yang mempersatukan bangsa Indonesia yang majemuk. Dengan berbagai agama yang dianut di Indonesia---Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu---Pancasila menjembatani perbedaan keyakinan ini dengan mengedepankan prinsip-prinsip yang bisa diterima oleh semua pihak.

Di sinilah letak potensi sinergi antara Pancasila dan agama. Pancasila, dengan sila pertamanya yang mengakui Ketuhanan Yang Maha Esa, memberikan ruang bagi agama untuk berkembang di ranah publik. Negara tidak memaksakan satu agama sebagai ideologi, namun mengakui peran penting agama dalam kehidupan masyarakat. Nilai-nilai yang terkandung dalam agama-agama yang dianut oleh rakyat Indonesia juga tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, seperti keadilan, kemanusiaan, dan persatuan.

Kompetisi atau Sinergi?
Meskipun secara teoritis Pancasila dan agama memiliki potensi untuk bersinergi, kenyataannya seringkali hubungan keduanya dipandang sebagai kompetitif. Hal ini terutama terlihat ketika kelompok-kelompok tertentu mencoba menafsirkan Pancasila dengan sudut pandang agama tertentu atau bahkan mendorong agenda politik berbasis agama.
Dalam situasi seperti ini banyak yang bertanya-tanya,Apakah agama dan Pancasila harus bersaing sebagai ideologi?

Banyak pihak berpendapat bahwa Pancasila harus dipertahankan sebagai ideologi negara yang netral dari pengaruh agama. Argumen ini didasarkan pada kekhawatiran bahwa apabila agama---terutama satu agama tertentu---dijadikan dasar negara, hal tersebut akan mengancam kebhinekaan Indonesia. Negara yang berlandaskan satu agama berpotensi mendiskriminasi kelompok-kelompok agama lain dan merusak tatanan kehidupan sosial yang harmonis.

Di sisi lain, ada pula yang berpendapat bahwa agama tidak harus dipandang sebagai lawan dari Pancasila. Agama dan Pancasila bisa bersinergi, terutama dalam menciptakan masyarakat yang bermoral dan berkeadilan sosial. Nilai-nilai agama dapat memperkuat Pancasila dalam mewujudkan kehidupan yang lebih baik bagi rakyat Indonesia. Dalam konteks ini, agama tidak menjadi pesaing Pancasila, melainkan menjadi mitra yang memperkaya nilai-nilai kebangsaan.

Tantangan dalam Membangun Sinergi
Meskipun potensi sinergi antara Pancasila dan agama cukup besar, tantangan-tantangan tetap ada. Salah satu tantangan terbesar adalah bagaimana menjaga agar agama tidak dijadikan alat politik oleh kelompok-kelompok tertentu yang ingin menguasai panggung politik nasional. Fenomena politisasi agama ini sering kali menimbulkan ketegangan dalam masyarakat dan merusak integritas Pancasila sebagai ideologi pemersatu bangsa.

Politisasi agama juga sering kali memperuncing perbedaan antara kelompok-kelompok agama. Misalnya, dalam beberapa peristiwa politik di Indonesia, isu-isu agama digunakan sebagai senjata untuk menyerang lawan politik, yang pada akhirnya memecah belah persatuan bangsa. Hal ini sangat bertentangan dengan semangat Pancasila yang menekankan persatuan dan kesatuan bangsa.

Selain itu, munculnya kelompok-kelompok fundamentalis agama yang menginginkan penerapan syariat secara ketat dalam kehidupan negara juga menimbulkan tantangan bagi Pancasila. Kelompok-kelompok ini sering kali menganggap Pancasila sebagai ideologi sekuler yang tidak sesuai dengan ajaran agama mereka, dan oleh karenanya, mereka mendorong agenda politik berbasis agama. Situasi ini menimbulkan ketegangan antara Pancasila dan agama, meskipun dalam banyak hal, nilai-nilai Pancasila sejalan dengan ajaran agama.

Mencari Jalan Tengah: Bersinergi untuk Indonesia
Di tengah tantangan-tantangan tersebut, penting bagi bangsa Indonesia untuk menemukan jalan tengah yang memungkinkan Pancasila dan agama bersinergi. Sinergi ini dapat tercipta apabila seluruh elemen bangsa memahami bahwa Pancasila bukanlah ancaman bagi agama, melainkan wadah yang memungkinkan agama berkembang secara bebas dan berperan aktif dalam kehidupan publik.

Agama dapat memainkan peran penting dalam memperkuat moralitas dan etika publik, yang merupakan elemen penting dalam pembangunan bangsa. Nilai-nilai agama yang mengajarkan cinta kasih, keadilan, dan perdamaian sejalan dengan nilai-nilai Pancasila. Dengan demikian, Pancasila dan agama tidak perlu bersaing untuk mendapatkan supremasi ideologis, melainkan dapat saling mendukung dalam menciptakan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera.

Pemerintah juga memiliki peran penting dalam memastikan agar sinergi ini tercapai. Pendidikan Pancasila dan agama harus ditekankan sejak dini, agar generasi muda memahami pentingnya kedua elemen ini dalam kehidupan berbangsa. Selain itu, pemerintah harus bersikap tegas terhadap upaya politisasi agama yang dapat merusak persatuan bangsa dan menghancurkan fondasi Pancasila sebagai ideologi negara.

Jadi kesimpulannya adalah bahwasanya pancasila dan agama tidak harus berkompetisi. Keduanya memiliki peran penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Pancasila sebagai ideologi negara memberikan ruang bagi agama untuk berkembang dan berkontribusi dalam membangun masyarakat yang bermoral dan berkeadilan sosial. 

Sebaliknya, agama dapat memperkuat nilai-nilai Pancasila dengan menekankan pentingnya etika, moralitas, dan kemanusiaan. Dengan demikian, sinergi antara Pancasila dan agama bukan hanya mungkin, tetapi juga diperlukan untuk menjaga keberlangsungan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang majemuk.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun