Mohon tunggu...
Izam Elesy
Izam Elesy Mohon Tunggu... -

Belajar menjadi murid bagi siapa saja.. It's me.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Fadli Zon dan Kritik dalam Berdemokrasi

7 Maret 2018   07:52 Diperbarui: 7 Maret 2018   09:04 785
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fadli Zon (viva.co.id)

Fahri Hamzah mungkin hanya terkenal ganas pada KPK (musuh bebuyutan) dan kepada Ketua PKS, Sohibul Imam. Tapi "keganasan" Wakil Ketua DPR RI yang satu ini seakan tidak mengalami fluktuasi dan tidak tebang pilih. Dalam kasus apa pun, dan siapa pun pasti pernah berurusan dengannya, Pak Fadli Zon.

Sebenarnya, beliau tidak terlalu sangar jika dilihat dari wajah yang akrab dengan kacamata hitam itu. Tapi tanggapan, dan kritikannya walau hanya sebatas ciutan di twitter, tetap saja membuat para "korban-nya" harus membeli obat tidur agar bisa lelap dari bayang-bayang Pak Fadli.

Para "korbannya" tentu banyak. Di kalangan menteri ada Ibu Susi Pudjiastuti yang beberapa waktu lalu sempat "berperang" tweet dengan Pak Fadli. Di sini Pak Fadli menyinggung masalah jumlah kapal asing yang ditenggelamkan dan kenaikan populasi ikan yang dianggap menjadi ukuran keberhasila kinerja Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Kemudian sasaran selanjutnya adalah Menteri Keuangan, Sri Mulyani. Antara irih, heran, atau apresiasi positif bernada negative, yang jelas Pak Fadli Zon mengomentari penghargaan Sri Mulyani sebagai Menteri Terbaik Dunia dalam acara Government Summit di Dubai, Uni Emirat Arab itu. "Kok bisa menjadi menteri keuangan terbaik, padahal target tak ada yang tercapai (pertumbuhan dan pajak), subsidi dicabut, impor naik, utang melonjak", demikian cuitan Pak Fadli (kompas.com,12/2/1018).

Tidak sampai di situ, selain kedua menteri tersebut, tidak tanggung-tanggung "corong" Pak Fadli juga "menyasar" dengan sengaja kepada Pak Jokowi. Kritikannya mulai dari Kepemimpinan Pak jokowi yang fokus pada pembangunan infrastruktur, masalah rangkap jabatan dalam kabinet, dan bahkan sampai masalah Pak Jokowi jadi imam sholat pun ditanggapi oleh Pak Fadli. Selain Pak Jokowi, tentu masih banyak lagi yang pernah "berurusan" dengan pak Fadli.

Terlepas dari penilaian negatif para warganet terhadap pak Fadli. Sebenarnya, kenakalan seperti Pak Fadli sangat diperlukan dalam kematangan demokrasi. Kritik mengkritik itu biasa, dan itu merupakan salah satu sisi keistimewaan demokrasi. Ada ruang kebebasan untuk mengkritik oleh siapapun dan untuk siapapun yang dirasa perlu untuk dikritisi, bahkan kepada presiden sekalipun.

Lagi pula, kritikan atau tanggapan Pak Fadli sebagaimana yang ramai diberitakan, jika dipahami secara positif, sebenarnya bersifat membangun. Kepada Ibu Susi misalnya, Pak Fadli sebenarnya ingin mengingatkan bahwa kesejahteraan nelayan perlu diprioritaskan, bukan penenggelaman kapal asing atau yang lainnya.

Kemudian Ibu Sri Mulyani juga diingatkan akan target-target kerja yang belum selesai dan prioritas kerja yang belum tercapi, apalagi sudah dinobatkan sebagai menteri terbaik dunia.

Dalam hal ini, Untuk Ibu Susi maupun Ibu Sry Mulyani, Kritikan tersebut harus bisa dijadikan sebagai bahan introspeksi diri atas pujian atau predikat yang dicapai kaitannya dengan permasalahan dalam masing-masing kementerian dan masalah rakyat pada umumnya.

Kemudian Pak Jokowi juga harus bersyukur ada orang seperti Pak Fadli Zon yang punya perhatian terhadap kinerja kepemimpinannya. Dengan adanya kritik, tentu Pak Jokowi punya peluang untuk meng-instropeksi diri lebih jauh dalam menunaikan janji-janjinya kepada seluruh rakyat Indonesia, agar bisa menjabat 2 periode tentunya.

Selama ada adegan kritik mengkritik satu sama lain dari masing-masing pejabat Negara. Sangat jarang dijumpai pejabat Negara yang ketika dikritik oleh yang lain lalu menanggapinya dengan ucapan terima kasih setulus hati. Dalam contoh di atas misalnya, Ibu Susi dan Ibu Sri Mulyani, tidak ada ruginya jika harus berterima kasih kepada Pak Fadli Zon, karena akan menjadi pemandangan yang "indah" di atas sana akan dinamika tanggapan kritik dengan ucapan terima kasih.

Berangkat dari fakta tersebut, kelihatannya para pejabat atau bahkan kita rakyat Indonesia pada umumnya memang harus banyak belajar dalam hal kritik mengkritik. Yang dikritik, harus belajar berpikir positif kepada yang mengkritik dan menjadikannya sebagai bahan instropeksi diri lalu dengan senang hati berterima kasih kepada yang mengkritik.

Kemudian yang mengkritik juga harus banyak belajar tentang makna memberi kritik. Mengkritik tidak hanya bersifat ke luar, tapi juga ke dalam, karena pada hakekatnya mengkritik orang atau lembaga lain adalah juga mengkritik diri atau lembaga sendiri. Mungkin dengan memahami hal kecil seperti ini, bisa berdampak baik bagi kemajuan bangsa Indonesia.[]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun