Mohon tunggu...
Izal Aja Dulu
Izal Aja Dulu Mohon Tunggu... lainnya -

Biru

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Cintaku Sederhana, Sesederhana Diamku Akan Hadirmu

22 Juni 2010   11:52 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:22 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Mari bicara cinta sejenak. Lama rasanya tidak menyapamu dengan untaian kata-kata manis. Aku meringis.

Entah mengapa, sulit rasanya menghilangkan perasaan ini. Rasa-rasanya kita menjadi sangat asing satu sama lain. Berkata "hai" pun sulit. Pernah aku coba, tapi basi. Akhirnya diam mungkin yang terbaik, seperti selama ini.

Itulah bait-bait terakhir yang ditulis Kalla dalam sebuah surat yang rutin ia tulis. Namun seperti biasa, jangan bertanya apakah surat itu sampai kepada gerangan si penggoda hati, karena jawabannya pastilah tidak. Surat-surat itu akan mengalir menemui muaranya dalam sebuah laci meja, bertumpuk-tumpuk dengan kertas-kertas usang yang lain, kertas tentang cinta.

Kalla begitu merindukan bertegur sapa dengan Indah, mawar impiannya. Namun apa daya, sejak tidak ada lagi hubungan profesional yang mengikat keduanya, sejak itu pula komunikasi diantara mereka terputus. Sempat sekali kembali bertemu, namun memang arah pembicaraan tidak pernah menyinggung tentang isi hati, benar-benar hubungan profesional kerja.

Selama ini, Kalla hanya merindui Indah seperti halnya ketika ia rindu rintik hujan. Tidak pernah benar-benar mengungkapkan dalam senyata-nyatanya sebuah ungkapan. "Terkadang isi hati memang tidak selalu harus diungkapkan jika waktunya memang belum tepat" begitu pikirnya. Praktis selama ini Kalla hanya menitipkan semuanya pada setiap detik yang berlalu. Menunggu waktu.

Pada paragraf paling akhir dari surat terbarunya itu, Kalla menuliskan sebuah kalimat pengakuan. Penuh makna.

Dan hanya inilah hatiku. Cintaku sederhana, sesederhana diamku akan hadirmu. Terima kasih karena telah menginspirasi, meski belum begitu berarti.

***

Surat itu kembali dilipat. Sangat rapi. Kalla kemudian mencium kecil kertas itu. Sampailah surat itu pada muaranya, sebuah laci meja. "Semoga suatu saat, Tuhan kembali berbaik hati untuk mempertemukan kita kembali", begitu gumamnya.

________________________________

Judul terinspirasi dari ungkapan seseorang terhadap seorang teman...he..he...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun