[caption id="attachment_135850" align="alignleft" width="300" caption="Mereka adalah masa depan kita"][/caption] Anak itu "manusia yang dimasa depan" . Mereka adalah generasi penerus. Mereka adalah masa depan. Mereka adalah apa yang membuat kita semua melakukan apa yang kita lakukan kini. Mereka adalah apa yang menjadikan kita juga nanti. (Mariska Lubis) Kiranya, semua pembaca akan sangat setuju dengan pengertian anak seperti yang diuraikan di atas. Anak sejatinya adalah aset berharga. Sebuah investasi tak ternilai yang keberadaannya harus sangat dijaga. Keberlangsungan tumbuh kembangnya harus menjadi perhatian besar dari semua pihak. Periode tumbuh kembang anak adalah saat-saat rentan. Tumbuh kembang anak menuju remaja yang kemudian akhirnya akan menjadi dewasa penuh dengan kemungkinan-kemungkinan yang akan sangat berpengaruh pada masa depannya, bahkan masa depan kita semua. Tidak ada alasan sedikit pun kita mengabaikan mereka. Mari berbicara tentang salah satu kebijakan negara yang berdampak pada pengabaian tumbuh kembang anak. Kenyataannya kebijakan ini telah menimbulkan masalah besar untuk anak, untuk masa depan kita. Ujian Nasional Niat awal ujian nasional sebagai standarisasi nilai memang pantas mendapatkan apresiasi positif. Namun embel-embel lain yang menjadikan ujian nasional ini juga sebagai standart kelulusan adalah tindakan gegabah. Kenapa? Karena ternyata, standart kelulusan ini pun terkesan formalitas. Ada masalah besar tentang kebijakan ini. Kebijakan ini seakan-akan bermain dengan psikologi anak yang notabene sedang berusaha mencari jati dirinya. Sebenarnya sah-sah saja sebuah proses standarisasi sebagai bentuk "seleksi alam", hanya saja seharusnya dipikirkan matang-matang tentang penanganan mereka-mereka yang "kalah". Harus ada kebijakan tambahan yang mengakomodir potensi-potensi mereka yang "kalah". Adanya ujian susulan beberapa saat kemudian setelah hasil ujian nasional ini diumumkan adalah sebuah hal yang membingungkan. Apalagi andai pada saat ujian susulan ini ternyata semua anak akhirnya lulus. Apa namanya ini jika bukan formalitas? Hal yang paling membahayakan adalah bermain dengan psikologi anak. Mereka-mereka yang telah divonis tidak lulus ujian nasional, tentu akan mempunyai masalah khusus dengan psikologinya. Rasa rendah diri, tidak percaya diri bahkan akhirnya ada yang berakibat putus asa dan bunuh diri seharusnya hal yang benar-benar diperhatikan. Kenyataannya memang masalah-masalah itu muncul demikian banyak menyusul keluarnya hasil ujian nasional. Antisipasi ini kiranya yang belum diformulasikan pemerintah. Jika solusinya adalah ujian susulan, seharusnya ujian tersebut juga dilakukan bukan semata-mata hanya formalitas. "Seleksi alam" harus ditindaklanjuti dengan memberikan ruang untuk mereka-mereka yang kalah, tidak lantas membiarkannya begitu saja bertarung dengan kehidupan yang keras, lalu mati. Bukan, bukan karena tidak ingin mendapatkan orang-orang pilihan, tapi lebih karena kekalahan mereka akan juga berdampak besar pada masa depan kita. _______________________ Sebuah keprihatinan atas banyaknya siswa-siswi yang tidak lulus ujian nasional. Bukan hanya SMA namun juga SMP. Apakah SD juga akan demikian? Mereka adalah masa depan kita, karena kita bukan hidup di hutan, dan kita bukan binatang. Sumber gambar klik disini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H