Mohon tunggu...
Izal Aja Dulu
Izal Aja Dulu Mohon Tunggu... lainnya -

Biru

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Warung Burjo Kumis; Memupuk Ketangguhan Berbalut Kesederhanaan

28 Maret 2010   08:05 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:09 655
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_104380" align="alignleft" width="300" caption="Kita Dituntut Tangguh dalam Mengarungi Samudra Kehidupan (gbr: Goggle)"][/caption]

Bicaralah tentang pagi karena pagi adalah refleksi penyerahan diri embun pada dedaunan saat proses gelap menjadi terang kembali tersaji...(Izal Aja Dulu)

Hari ini saya ingin bercerita tentang pedagang bubur kacang ijo yang tersebar banyak di wilayah tempat saya menimba ilmu, Purwokerto. Pedagang warung ini seringkali bisa dengan mudah ditebak asal daerahnya. Kuningan, Jawa Barat. Warung bubur kacang ijo atau orang-orang lebih mengenalnya sebagai warung burjo adalah sebuah tempat sederhana yang menawarkan berbagai jenis makanan dan minuman yang terbilang makanan rakyat. Jangan tanya soal menu-menu dengan nama aneh-aneh apalagi kebarat-baratan ditempat seperti ini. Warung burjo seperti ini hanya menyediakan bubur kacang ijo, mie goreng atau mie rebus baik pakai telur atau pun tanpa telur serta berbagai jenis minuman-minuman. Siang tadi, sebelum saya online di dunia maya ini saya menyempatkan mampir ke warung burjo langganan saya. Kebetulan hari ini hari pertama langganan saya itu kembali berjualan setelah sekitar sebulan lamanya istirahat dan digantikan shiftnya oleh rekan kerjanya. Sebut saja Kumis, mang Kumis. Saya tidak pernah benar-benar tahu nama aslinya, padahal saya berkenalan dengannya sejak 4 tahun yang lalu, sejak pertama kali saya menginjakan kaki di kota kecil ini. Begitu sampai memarkirkan motor di depan warung tersebut, istri pemilik warung itu yang biasa saya panggil dengan sebutan "teteh" melihat saya dan tersenyum, kemudian berkata sambil memberikan tangannya untuk bersalaman: "wah...selamat nya, punten kamari wisuda nu kasep, simkuring teu tiasa sumping, masih keneh di solo" (Wah...selamat ya, maaf kemarin wisuda kamu yang cakep saya nggak bisa hadir, masih berada di Solo). Mendengar kalimat ucapan tersebut saya merasa benar-benar terharu. Semata-mata karena ternyata keluarga sederhana itu begitu perhatian terhadap saya. Mungkin kalimat itu tidak hanya diucapkannya untuk saya saja, pastinya untuk rekan-rekan mahasiswa lain yang juga wisuda minggu kemarin. Ucapan-ucapan ringan bersifat perhatian terhadap pelanggan seperti itu seringkali dilupakan pedagang, padahal hal tersebut bisa jadi sebagai bentuk menjaga hubungan relasi yang sudah terjalin selama ini. Setidaknya itu yang pernah saya baca dalam ilmu marketing. Merasa bahwa sebentar lagi saya akan meninggalkan kota ini, Purwokerto, saya manfaatkan kedatangan saya tersebut untuk sedapat mungkin berkomunikasi yang lebih serius. saya ingin mengenal latar belakangnya. Sebuah hal yang hampir tidak pernah saya lakukan selama ini. Kedekatan saya selama ini sama sekali tidak pernah menyinggung sejarah mang Kumis ini hingga akhirnya bisa terjun di bisnis warung burjo tersebut. Bukan apa-apa, saya takut pertanyaan-pertanyaan tentang masa lalau bisa menyinggung perasaannya. Mang Kumis ini ternyata sudah terjun di dunia perburjoan (istilah pribadi, he..he..) sejak tahun 1984. Beliau kelahiran 1971, artinya dengan umur yang masih sangat muda, 13 tahun, Mang Kumis ini sudah bergelut dengan uang, demi sesuap nasi. Pertama kali beliau berjualan adalah Jambi. Heh? Jambi? ya...Jambi, itulah yang saya dengar dari mulut beliau. Sebuah kenyataan yang sangat sulit saya bayangkan. Bagaimana bisa umur 13 tahun dari sebuah desa kecil di daerah kuningan, Jawa Barat beliau bisa terdampar di Kota Jambi. Tahun 1993 beliau pindah ke daerah Purwokerto ini, tentunya dengan harapan bisa menjadi lebih baik. Setelah sekian lama, akhirnya sekarang beliau terkenal sebagai bos burjo. Ada sekitar 5 warung burjo yang dimilikinya hasil kerja sama dengan temannya dari desa. Memperhatikan cerita tentang Mang Kumis ini, kembali saya merasa begitu bangga dengannya. Adalah ketangguhannya, jiwa pantang menyerah, kerja keras namun masih berbalut kesederhanaannyalah yang membuat saya kembali berdecak kagum. Seorang lulusan SD bisalah dikatakan sukses setelah sekian lama bekerja keras, namun tetap menonjolkan kesederhanaan, sebuah sifat khas yang dimiliki orang-orang pedesaan dan masih diperlihatkan mang Kumis ini. Bercerita dengan mang Kumis ini membuat tak terasa makanan yang saya pesan tadi, nasi telor hampir habis. Sendok terakhir saya lahap dengan semangat, tidak boleh ada makanan yang tersisa, begitu salah satu tulisan di kompasiana ini mengingatkan. "Mis...mun urang jadi caleg, urang nitip daerah Kuningan nya? Pan Daerah pemilihan mun urang nyaleg teh Banjar, Ciamis jeung Kuningan" begitu canda saya terakhir ketika akan bergegas meninggalkan warung itu. "Alah maneh, geus jadi jelema mah poho meureun ka urang teh, sok...di doakeun sing sukses, sing bisa jadi jelema nu bener, mun jadi pejabat, jadi pejabat sing bener" begitu jawabnya sambil tertawa. Mendengar jawaban seperti itu saya kontan kaget. Astagfirulloh, semoga saya dijauhkan dari apa yang dikatakan mang Kumis tentang sifat kacang lupa kulit dan didekatkan dengan doa-doanya yang mulia untuk saya. Terima kasih mang Kumis telah mengajarkan saya ketangguhan dan kesederhanaan. Terima kasih telah menjadi teman dalam susah senang saya di daerah ini. Terima kasih kasih sering memberikan kesempatan saya ngutang ketika kiriman habis dan telat datang. Terima kasih untuk senyuman khas dengan kumis tebal di atas bibir. Saya pasti akan selalu ingat semua kenangan kota ini, bersama hal-hal yang menyertainya, termasuk mang Kumis ini.

Purwokerto, 28 Maret 2010

Sebuah pelajaran dari dia yang sederhana

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun