Tidak mudah untuk menyelesaikan ajang adu kekuatan dalam sebuah institusi bisnis, stigma yang ditimbulkan dari praktek-praktek intimidasi, diskriminasi dan pembunuhan karakter, jelas akan mencederai sejarah dan merusak citra institusi maupun individu yang terkait, namun konflik-konflik yang timbul dalam perebutan hak dan kepentingan tidak pernah hilang dari catatan kehidupan. Transparansi dan kontrol sosial menjadi penting dalam menjustifikasi pada situasi seperti apa, masyarakat/karyawan harus menjadi “whistle blower” untuk mengoreksi berbagai praktek-praktek intimidasi, diskriminasi bahkan pembunuhan karakter yang berkembang dalam kantong-kantong ekonomi yang konon menjadi penggerak pertumbuhan.
Harus diingat bahwa bangsa ini tidak hanya memerlukan modal baik asing maupun domestik untuk membuat perekonomian tumbuh dan berkembang tetapi juga memerlukan karakter-karakter yang memiliki mental yang kuat untuk bertahan dan bersikap kritis ketika menyaksikan praktek-praktek intimidasi, diskriminasi dan pembunuhan karakter yang terjadi di sekelilingnya, karakter-karakter yang memiliki mental untuk mampu ber “evolusi” dan ber “revolusi” dengan tetap mengedepankan integritas dan kebenaran.
Keberanian untuk melakukan perubahan harus terus berproses untuk membuat peradaban ini bergerak maju. Pada akhirnya pilihan untuk hijrah atau bertahan dalam sebuah kancah adu kekuatan harus dieksekusi secara matang agar makna kebenaran yang diyakini atas keputusan yang diambil dan segenap konsekuensinya dapat dinikmati sebagai sebuah proses yang wajar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H