Pagi itu, awan di atas Kota Serang menghitam. Sudah tiga hari terakhir ini, Banten diguyur hujan. Mendung yang menggelayut di awan, dikait-kaitkan dengan rencana pembunuhan legal yang akan dilakukan Pemerintah Jokowi-JK, terhadap lima terpidana mati kasus (gembong) narkoba.
"Mungkin cuaca mendung ini, seperti kegelisahan para gembong narkoba itu sekarang," kata salah satu mahasiswa yang berkacamata tebal, dengan rambut keriwil-keriwil.
Obrolan lima mahasiswa itu, mengusik lamunanku, saat membeli koran yang melapak di halte depan kampus itu. Rupanya mereka begitu menekuni berita rencana eksekusi mati terpidana narkoba. Di sejumlah koran yang kubaca mewartakan, Minggu (18/1) besok, lima terpidana mati kasus (gembong) narkoba akan dieksekusi (ditembak) mati, di Pulau Nusakambangan. Lima terpidana mati tersebut, yakni:
1. Marco Archer Cardoso Moreira (WN Brazil)
2. Namaona Denis (WN Malawi)
3. Daniel Enemuo alias Diarrassouba Mamadou (WN Nigeria)
4. Ang Kiem Soei alias Kim Ho alias Ance Tahir alias Tommi Wijaya (WN Belanda)
5. Rani Andriani alias Melisa Aprilia (WNI)
Keputusan eksekusi itu diperintahkan langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada Jaksa Agung Prasetyo, setelah menolak grasi 64 bandar narkoba yang telah dijatuhi pidana mati. Terlebih, Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan tegas hukuman mati sah dan konstitusional di Indonesia.
Sambil pura-pura menekuni isi koran, aku terus menyimak perbincangan lima mahasiswa yang setahuku sangat jarang ditemui di kota ini, sejak kutinggali kota ini hampir sebelas tahun. Mahasiswa berkacamata tebal itu mengaku iba terhadap para terpidana mati, yang sebentar lagi akan direnggut nyawanya oleh enam penembak jitu yang ditugaskan negara.
"Bukankah hanya Tuhan yang berhak mengambil nyawa manusia. Kenapa Jokowi mengambil alih tugas Tuhan? Dengan dipenjara seumur hidup saja, itu sudah cukup menghukum. Sehingga bisa memberikan kesempatan bagi mereka untuk bertobat," demikian ungkapan mahasiswa berkacamata tebal itu, meyakini empat rekannya untuk mengamini apa yang diucapkannya itu.
"Tapi orang kayak gitu mah, gak pernah kapok. Lihat saja, banyak kabar di portal berita, ada bandar narkoba yang masih bisa mengendalikan bisnis narkoba dari balik penjara. Supaya kapok, ya memang harus ditembak mati saja," tutur mahasiswa yang bertahi lalat di dagu.
"Benar, ada ribuan bahkan jutaan anak muda yang mati gara-gara ulah mereka ngedarin narkoba. Ya, hutang nyawa bayar nyawa lah," kata mahasiswa yang memakai jam tangan segede jengkol, ikut menimpali.
"Tapi tetap saja, kematian itu urusan Tuhan. Tidak boleh manusia ikut mengambil peran Tuhan," kata mahasiswa berkacamata tebal itu, menegaskan sikapnya.
"Mungkin itu sudah takdir mereka. Mati dengan jalan hidup seperti itu," ujar mahasiswa berjam tangan jengkol.
"Kalau soal jumlah orang yang terbunuh atas sebuah ulah negatif, kenapa koruptor juga tidak dihukum mati. Karena ulah koruptor, jutaan orang mati perlahan-lahan ditikam kemiskinan," mahasiswa yang bertubuh bongsor ikut berkomentar.