Tahsiniyyah : Syari'ah yang menghendaki kehidupan yang indah dan nyaman di dalamnya. Terdapat beberapa provisi di dalam syari'ah yang di maksudkan untuk mencapai pemanfaatan yang lebih baik.keindahan dan simplifikasi dari daruriyyah dan hajiyyah. Misalnya dibolehkanya memakai baju yang nyaman dan indah.
Konsep Penting Dalam Konsumsi
Pada dasarnya konsumsi dibangun atas dua hal, yaitu, kebutuhan (hajat) dan kegunaan atau kepuasan (manfaat). Secara rasional, seseorang tidak akan pernah mengkonsumsi suatu barang manakala dia tidak membutuhkannya sekaligus mendapatkan manfaat darinya. Dalam prespektif ekonomi Islam, dua unsur ini mempunyai kaitan yang sangat erat (interdependensi) dengan konsumsi itu sendiri. Mengapa demikian?, ketika konsumsi dalam Islam diartikan sebagai penggunaan terhadap komoditas yang baik dan jauh dari sesuatu yang diharamkan, maka, sudah barang tentu motivasi yang mendorong seseorang untuk melakukan aktifitas konsumsi juga harus sesuai dengan prinsip konsumsi itu sendiri. Artinya, karakteristik dari kebutuhan dan manfaat secara tegas juga diatur dalam ekonomi Islam.
Perilaku/ Karakteristik Konsumen Dalam Ekonomi Islam
Selain berfungsi sebagai penopang kehidupan, konsumsi juga berfungsi sebagai salah satu instrumen untuk mengukur tingkat pertumbuhan ekonomi di sebuah negara. Amerika yang selama ini dianggap sebagai kiblat perekonomian Negara-negara di dunia, ternyata salah satu penopangnya adalah tingkat konsumsi masyarakatnya yang sangat tinggi jauh melebihi tabungannya: rata-rata jumlah tabungan mereka hanya 2 persen dari total pendapatan, (presentase ini adalah terendah di dunia), dan inilah yang dianggap membuat perekonomian Amerika bergairah.
Namun, apakah dengan cara menggenjot pengeluaran saja Islam memaknai konsumsi? " Kemaslahatan hakiki yang tercermin dalam sebuah aktifitas manusia, pada dasarnya hanya bisa diketahui oleh Sang Pencipta-Nya saja. Manusia hanya mengetahui sebagian kecil tanpa bisa memaknai keseluruhannya, apa yang tidak terlihat olehnya jauh lebih banyak dari yang bisa dilihatnya, mereka juga lebih sering terburu-buru dalam mewujudkan kemaslahatan dirinya. Sehingga, yang terjadi adalah kemafsadahan pada kemasalahatan semu yang membungkusnya. Karena itu, Allah SWT menurunkan para Rasul guna memberikan peringatan kepada seluruh umat manusia, agar senantiasa kembali kepada kemaslahatan secara sempurna (agama)".
Konsumen yang rasional (mustahlik al-aqlani) senantiasa membelanjakan pendapatan pada berbagai jenis barang yang sesuai dengan kebutuhan jasmani maupun ruhaninya. Cara seperti ini dapat mengantarkannya pada keseimbangan hidup yang memang menuntut keseimbangan kerja dari seluruh potensi yang ada, mengingat, terdapat sisi lain di luar sisi ekonomi yang juga butuh untuk berkembang. Menjaga keseimbangan konsumsi dengan bergerak antara ambang batas bawah dan ambang batas atas dari ruang gerak konsumsi yang diperbolehkan dalam ekonomi Islam (mustawa al-kifayah). Mustawa kifayah adalah ukuran, batas maupun ruang gerak yang tersedia bagi konsumen muslim untuk menjalankan aktifitas konsumsi. Di bawah mustawa kifayah, seseorang akan terjerembab pada kebakhilan, kekikiran, kelaparan hingga berujung pada kematian. Sedangkan di atas mustawa al-kifayah seseorang akan terjerumus pada tingkat yang berlebih-lebihan (mustawa israf, tabdzir dan taraf). Kedua tingkatan ini dilarang di dalam Islam, sebagaimana nash al-Qur'an
"Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak kikir, dan hendaklah (cara berbelanja seperti itu) ada di tengah-tengah kalian".
DAFTAR PUSTAKA
P3EI, "Ekonomi Islam", Jakarta: Rajawali Pers, Hal:129.
Karim A. Adiwarman," Ekonomi Mikro Islam ", Jakarta: Rajawali Pers, Hal:62.