Kedua, pelatihan dan pendampingan yang serius, bukan hanya akal-akalan.
Pelatihan bagi guru sebetulnya sudah rutin dilakukan. Para guru terkadang harus meninggalkan murid-muridnya di sekolah hingga beberapa hari karena undangan pelatihan. Mulai pelatihan mengenai pendalaman materi ajar hingga ke teknis pembelajaran. Itu semua tentu saja baik, tapi sudahkah dilakukan evaluasi secara 'ketat' tentang tercapainya parameter keberhasilan pelatihan-pelatihan tersebut. Jangan sampai pelatihan-pelatihan tersebut hanya menjadi ajang mendapatkan sertifikat.
Kemudian hal penting yang jarang dilakukan oleh pemegang kebijakan yang bertanggung jawab terhadap kapasitas guru, yaitu pendampingan. Untuk meng-upgrade kemampuan guru tentu tidak cukup melalui pelatihan sehari atau beberapa hari. Diperlukan kesinambungan dalam praktek mengajar sehari-hari. Guru memerlukan pendampingan serius untuk mengatasi masalah-masalah yang muncul di lapangan. Serius berarti, dilakukan oleh pelatih/ pendamping profesional, dalam jangka waktu tertentu yang diperlukan serta evaluasi yang dilakukan secara berkala.
Ketiga, rasionalkan beban kerja guru untuk keperluan proses upgrade dan mengembangkan diri serta sistem/institusi masing-masing sekolah.
Ketika berkesempatan mengisi pelatihan bagi para guru, saya kerap memberikan bahan yang bisa dipelajari lebih lanjut. Sebagian dari mereka mengeluhkan beban kerja yang kurang rasional. Seorang guru dengan beban mengajar 33 jam per pekan, belum ditambah dengan beban yang sifatnya adminstratif. Kapan mereka punya waktu untuk belajar dan mengembangkan kemampuan?
Demikian selintas kritik dari saya. Maju terus pendidikan Indonesia!
Andi Sitti Maryam, M.Si.
Praktisi Pendidikan
Aktivis Komite Sekolah
Tinggal di Surabaya
https://andisittimaryam.blogspot.com/2019/05/perlukah-impor-guru.html