Mohon tunggu...
I Wayan Bagiarta
I Wayan Bagiarta Mohon Tunggu... Insinyur - IWayB

Mari Gemakan Indonesia JUJUR

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sabit dan Amukan Sapi

3 November 2020   20:40 Diperbarui: 3 November 2020   20:47 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hanya ilustrasi bukan foto sebenarnya

Untung bisa diselamatkan oleh bapak s amukan sapi yang sudah lama kami pelihara.Entah kenapa tiba-tiba sapinya marah seperti  kesurupan seolah saya seperti musuhnya.

Saya hanya mengalami sedikit memar di perut kena tandukan sapi tadi. Pengalaman yang hampir serupa saya alami saat memberikan makan sapi di kandang.Waktu itu saya pergi ke kandang sendirian dan tanpa merasakan suatu keanehan saya langsung mendekati kandang.Dan tanpa diduga sapinya langsung mengamuk dengan wajahnya yang beringas ingin menanduk-naduk kearah saya. 

Tanpa berfikir panjang saya melarikan diri karena takut pengalaman di tebing yang saya alami terulang kembali.Setelah saya ceritakan ke bapak rupanya saat itu saya memakai kaos merah dan sapi tertentu akan beringas jika melihat warna  yang mencolok seperti warna merah yang saya kenakan,apalagi perutnya sedang lapar.

Kalau saya ingat kejadian itu jadi mengingatkan sebuah acara Matador ditelevisi dimana seekor banteng yang beringas akan bertarung dengan para matador saat mereka dipancing dengan  kain yang warnanya merah sambil mempermainkan banteng tersebut.

Jalan setapak di tebing yang terjal ( foto lokasi sebenarnya)
Jalan setapak di tebing yang terjal ( foto lokasi sebenarnya)

Sehabis menyabit di pagi harinya,saya sempatkan untuk belajar kurang lebih satu sampai dua jam untuk selanjutnya mandi ke sungai sebelum berangkat ke sekolah.

Sekolah saat itu mulai berlangsung dari pukul satu siang dan pulangnya pukul lima sore.Disela-sela istirahat kami bersama teman kadang main sepak bola karena disamping sekolah ada lapangan bola yang biasa dipakai untuk pertandingan di tingkat kecamatan.

Kami masih ingat guru-guru kami yang dengan tulus dan ikhlas membimbing kami hingga bisa seperti saat ini.Banyak pelajaran dan pengetahuan yang kami dapatkan dari beliau semua.Terima kasih Bapak dan Ibu guru kami semua atas darma bhaktinya dan semoga beliau diberikan kesehatan ,kebahagiaan dan umur panjang.

Kami waktu itu sekolah sebagaimana sekolah lainnya dari Senin sampai Sabtu dan hari Minggunya saya pakai untuk membantu orang tua.Kalau kebetulan hari Minggu bertepatan dengan jadwal pasar,saya sempatkan membantu Ibu dan kakak di pasar yang berjualan kain di warung yang cukup kecil,siangnya dilanjutkan menyabit atau memetik bunga cengkeh. 

Pohon cengkeh kami tidaklah banyak paling ada sepuluh sampai dua puluh pohon.Kalau memetik bunganya saya harus memanjat tiang bambu sampai ketinggian sepuluh sampai lima belas meter.Kaki rasanya bergetar saat memanjat dan meraskan pijakan tangga yang hanya memakai sebilah bambu.

Tangga lalu disandarkan di pohon cengkeh dan kiri kanannya ditarik dengan tali tambang untuk mencegah tangga agar tidak rubuh. Semua yang saya lakukan itu hanya semata untuk membantu orang tua demi bisa menyekolahkan kami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun