Mohon tunggu...
Gatra Sisya
Gatra Sisya Mohon Tunggu... Guru - Ektrakurikuler SMPN 9 Denpasar

Ekstrakurikuler jurnalistik merupakan kegiatan pengembangan bakat dan minat siswa-siswa dalam bidang tulis menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Anti Hoax Sang Pendidik: Etika Jurnalisme dan Tantangan Berita Hoax

7 November 2017   20:28 Diperbarui: 7 November 2017   21:19 1840
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berita Hoax dan Dampak Negatifnya

Berita hoax adalah informasi yang direkayasa untuk menutupi informasi sebenarnya. Dengan kata lain, berita hoaxjuga bisa diartikan sebagai upaya memutarbalikan fakta menggunakan informasi yang meyakinkan, tetapi tidak dapat diverifikasi kebenarannya. Berita hoax juga bisa diartikan sebagai tindakan mengaburkan informasi yang sebenarnya, dengan cara membanjiri suatu media dengan pesan yang salah agar bisa menutupi pesan yang benar.

Dalam survei yang dilakukan mastel.id, bentuk hoax yang paling sering diterima berbentuk tulisan 62,10%, gambar 37,50%, dan video 0,40%. Di sisi lain, saluran penyebaran berita hoax melalui sosial media (facebook, twitter, instagram, path) 92,40%, aplikasi chatting (whatsapp, line, telegram) 62, 80%, situs web 34,90%, televisi 8,70%, media cetak 5%, e-mail 2,10%, dan radio 1,20%. Kemudian, berdasarkan jenis hoax yang sering diterima, sosial politik (pilkada, pemerintah) 91,80%, SARA 88,60%, kesehatan 41,20%, makanan dan minuman 32,60%, penipuan keuangan 24,50%, IPTEK 23,70%, berita duka 18,80%, candaan 17,60%, bencana alam 10,30%, dan lalu lintas 4%.

Beberapa orang yang tidak bertanggung jawab, menggunakan celah ini untuk menggunakan media sosial dalam menyebarkan berita hoax yang dapat berisi ujaran kebencian (hate speech), fitnah, isu-isu provokatif, sentimen SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), dan pemutarbalikkan fakta. Bukan tidak mungkin berita-berita bohong juga dimanfaatkan oleh kelompok radikal-ekstrem. Hal ini semakin parah ketika musim pemilu. Media sosial, di satu sisi digunakan untuk ajang kampanye positif, namun banyak yang menggunakannya untuk kampanye negatif atau kampanye hitam. Selain dunia politik, kekuatan berita hoax juga merambah ke masyarakat luas dengan menggunakan kedok agama. Bahkan, berita hoax dapat menyasar emosi masyarakat sehingga dengan mudah dapat diadu domba dengan berita-berita yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Terlebih di era digital masa kini, suatu berita, entah itu benar atau tidak akan dengan mudah tersebar dan sampai ke banyak orang secara cepat dan viral.

Lawan Berita Hoax dengan Edukasi, Literasi, dan Diskusi

Berita hoax cenderung dibuat dengan sengaja untuk memengaruhi opini publik. Masyarakat pasti sependapat apabila dikatakan bahwa berita hoax sangat mengganggu. Akan tetapi, kurangnya pemahaman mengenai berita hoax menjadikan masyarakat sulit membedakan antara berita sejati dengan berita hoax. Dampaknya, berita hoax akan sangat mudah menyebar karena dianggap sebagai berita yang sejati. Oleh sebab itu, perlu pemahaman mengenai berita sejati dengan berita hoax itu sendiri.

Pertama, semua orang perlu mengedukasi diri dengan mempelajari berita ataupun kegiatan jurnalisme. Berbicara mengenai berita maka akan berbicara mengenai fakta. Fakta berarti kenyataan, yang sebenarnya terjadi tanpa dibuat-buat. Tidak ditambahkan dan tidak dikurangi dari apa yang sebenarnya. Berita yang baik selalu berisi 5 W + 1 H, what (apa), why (mengapa), who (siapa), where (di mana), when (kapan), dan how (bagaimana). Berita harus berimbang, dalam artian tidak boleh ada kecenderuangan memihak. 

Sumber beritanya pun jelas, yang berarti jelas siapa yang diwawancarai dan media apa yang menerbitkan berita. Selain itu, bahasanya pun menyesuaikan dengan bahasa jurnalistik: singkat, padat, jelas. Berbeda dengan berita hoax yang tidak memerhatikan kaidah penulisan jurnalistik. Sumber beritanya tidak jelas karena seringkali karangan dan imajinasi dari si pembuat. Begitu pun dengan bahasanya cenderung bombastis atau melebih-lebihkan. Terpenting, berita hoax selalu menyudutkan seseorang ataupun lembaga tertentu.

Kedua, semua orang perlu membaca literasi ataupun mencari sumber-sumber informasi terkait melalui internet maupun media lainnya. Berita hoax seringkali mirip dengan berita sejati. Akan tetapi, dalam beberapa aspek, kebenaran informasi berita hoax masih dapat dipertanyakan bahkan diperdebatkan. Misalkan saja tahun 2017, terdapat berita hoax mengenai vaksin MR, vaksin untuk campak dan rubella dapat menyebabkan kelumpuhan dan autisme. Padahal berdasarkan rilis Kementerian Kesehatan RI, vaksin MR yang digunakan di Indonesia sudah mendapat rekomendasi dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan izin edar dari BPOM. Jadi, vaksinasi MR aman dilakukan. Vaksin ini pun nyatanya telah digunakan di lebih dari 141 negara dunia.

Ketiga, semua orang perlu berdiskusi dengan membentuk forum diskusi mengenai cara menanggulangi berita hoax. Melalui forum diskusi, berbagai keluh kesah dapat diutarakan, khususnya mengenai suatu berita sehingga dapat diketahui apakah informasi tersebut benar adanya atau hanya sekadar hoax. Melalui kegiatan diskusi pula, orang-orang yang terlibat dapat mengungkapkan gagasan dengan saling bertukar pikiran, bahkan dapat menemukan solusi agar dapat meminimalisir penyebaran berita hoax di berbagai media massa, khususnya media sosial dan internet.

Pengalaman Menjadi Korban Hoax 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun