Mohon tunggu...
Iwan Tn
Iwan Tn Mohon Tunggu... -

Berhasil tidak dipuji, hilang tidak dicari

Selanjutnya

Tutup

Dongeng

Dalam Pikirannya Orang Hidup Sendirian

13 Januari 2015   00:20 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:17 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Kadang kala saya suka tersenyum-senyum membayangkan apa jadinya gagasan kita tanpa ada orang yang mau percaya. Hal ini pula yang sering saya lihat pada banyak teman-teman, mereka punya gagasan tapi tidak satu pun ada orang di sana yang mendukung cita-citanya. Mereka seperti  sendirian dalam pikirannya dan tentu saja hal ini membawa kesedihan. Untuk sebab itu maka saya pikir-pikir satu saja sahabat yang percaya apa yang kita pikirkan, itu sudah jauh lebih dari cukup.

Selagi saya merenungi hal tersebut di siang yang marah-marah dan begitu malas ini,  tiba-tiba ponsel berdering; Tuan Khalid Zainal menelepon, menanyakan apakah saya masih suka menulis hal-hal terkait perumahan dan tata kota?

Langsung saya tertawa-tawa membayangkan apa yang ada dipikirannya sekarang. Bulan lalu tanpa basa-basi dia mendudukkan saya bersama fotografer Chandra dari salah satu media dan Rusman, sebagai juri foto profesional. Yang lebih mengherankan lagi, dia membayar komentar-komentar aneh saya selama satu jam, padahal yang saya pikirkan cuma kebahagiaan berdampingan dengan orang-orang hebat itu.

Sebelum menutup pembicaraan, dia memberi pesan penting: “Wan’ bakal ada seminar tata kota, kamu adalah orang yang tepat. Karena Jakarta dan kota-kota di Indonesia butuh pemikir-pemikir kayak kamu, dengan gagasan-gagasan alternatifnya”.

Saya tidak segera menjawabnya, saya hanya berpikir tentang masa lalu mengingat  tuan Khalid Zainal sebagai sahabat baik waktu kuliah dulu. Dia memiliki kemampuan interpersonal di atas rata-rata dan mediator politik jempolan. Di balik sikapnya yang suka ber-vivere pericoloso mente (hidup di tepian jurang bahaya) khas aktivis, Khalid Zainal adalah pencinta humor.

Bayangkan saja setelah mengubah saya menjadi juri foto bulan lalu, sekarang dia ingin menjadikan saya pakar tata kota dan pengamat budaya urban.  Ini artinya, pertama-tama dia akan memaksa saya membuka-buka kembali buku-buku zaman kuliah dulu. Kedua, saya harus membuat sedikit catatan-catatan aneh yang bertujuan membuat pembaca kagum, dan yang ketiga, yang paling menggelikan adalah saya akan mengutip tokoh-tokop fiktif atau sedikit kurang relevan dengan tema yang dibahas untuk mendukung argumentasi saya, sehingga pakar-pakar lain jadi malu mendebat karena tidak mengetahui orang-orang yang saya sebut.

Seperti misalnya, untuk menerangkan kenapa ada permasalahan rumah di Jakarta maka saya akan mengutip novelis horor Jepang  Shimako Uruyama: “Di era Restorasi Meiji wanita tiga kali kehilangan rumah, waktu dia lahir, waktu dia menikah, dan waktu dia meninggal. Inilah yang membuat wanita masa itu begitu rapuh, mereka melakukan apapun untuk bisa tinggal. Mereka hidup sebagai pramuseksual, jatuh ke plesiran-plesiran, yang kelak akan menjadi cikal bakal berdirinya getho dan rumah-rumah mesum di kota-kota.  Bukankah ini kenyataan hidup yang mengerikan, jauh lebih mengerikan dari pada film horor” Begitu lanjut si Uruyama.

Setelah mengutip kalimat ini saya lalu melanjutkan: “Nah, jadi permasalahan kumuh di Jakarta karena banyak kita mengabaikan martabat perempuan. Kalau tidak percaya coba kita hitung berapa sih jumlah jalan yang menggunakan nama perempuan? Padahal kita tahu perempuan itu lebih suka kerapian ketimbang kaum pria”.

Atau untuk menjelaskan banjir di Jakarta, saya lebih senang mengutip Nandar, office boy di kantor, yang bilang: “Batavia bukannya dulu kota pelabuhan pak? Jadi memang Jakarta itu sebenarnya kota air, seperti di Italia pak. Apa itu pak?”

“Kota Venisia” terang saya.

“Iya pak, kota air Penisia. Jadi kenapa takut sama banjir? Lah, banjir kan bikin cepat keluar, keluar dari rumah".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun