sesungguhnya suara itu akan menjadi kata
ialah yang mengajari aku bertanya
dan pada akhirnya tidak bisa tidak
engkau harus menjawabnya
apabila engkau tetap bertahan
aku akan memburumu seperti kutukan
Itu seharusnya mampu menyadarkan para pelaku gerakan untuk menghidupkan kembali budaya literasi perawat, sebagai bentuk aksi kita. Tuntut kedaulatan perawat yang telah lama hilang rebut kekuasaan dari komplotan para penakut, satukan barisan dan kekuatan demi kemajuan profesi ini. Bangkitkan gerakan budaya literasi di dunia keperawatan sebagai bentuk luapan aspirasi dan keluhan kita. Menghidupkan budaya literasi bukan berarti ingin menggiring manusia pada wilayah keasyikan intelektual akan tetapi hal ini dimaksudkan sebagai modal awal ketika meletakkan landasan kokoh sebagai luapa aspirasi kita terhadap problem yang melanda profesi perawat.
Pengkondisian budaya literasi akan melahirkan intelektual literasi, yakni tipe intelektual yang tidak sporadis dalam memandang setiap wacana sosial yang muncul, ia mampu melakukan analisa secara mendalam terhadap setiap masalah sosial yang ada. Dalam lanskap yang lebih universal, mereka inilah yang diharapkan mampu menjadi ideolog-ideolog baru dalam ranah pembangkit api revolusi gerakan perawat.
Kesadaran kita akan urgensi restorasi intelektual literasi mesti berasal dari sebuah pengakuan objektif tentang hilangnya budaya literasi perawat, profesi perawat bukan halnya selalu konsen dalam dunia pelayanan dan perawatan tapi juga harus memiliki jiwa literasi. Jadikan contoh para penggiat literasi menyuarakan aspirasi dengan nada kritisnya dalam dunia penulisan diantaranya: Rahmatullah Uyha Darmawan pimpinan redaksi kabar perawat, Syaifoel Hardy CEO INT, Firman Admin Suara Perawat, dan Nugraha Fauzi pimpinan redaksi Creativeat21.com dan beberapa penulis perawat lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu dari tulisan-tulisan orang hebat ini yang melengkapi isi buku yang saya rintis dengan judul “SAATNYA PERAWAT BANGKIT” yang insa allah bulan April 2016 akan di terbitkan buku ini lahir sebagai bentuk kepedulian saya terhadap dunia keperawatan.
Orang-orang hebat ini perlu kita jadikan petron dan acuan ketika kita menginginkan dunia perawat lebih baik, membenahi keperawatan dalam budaya literasi merupakan salah satu gerakan yang mampu merubah profesi perawat menjadi lebih baik. kita tidak perlu malu mengakui bahwa budaya literasi telah habis ditelan waktu sehingga butuh merekonstruksi dari awal, kesadaran semacam ini menjadi hal penting karena ia bisa bertindak sebagai entry point dalam menguatkan pondasi gerakan yang semakin rapuh,
sebaliknya, pengingkaran terhadap masalah tersebut justru akan melapangkan jalan bagi terbentuknya rekayasa sosial prematur sekaligus membawa pelaku pada sebuah kesadaran palsu, dalam artian terdapat usaha secara sistematis untuk memungkiri realitas yang sebenarnya dengan membangun imaji berseberangan dengan realitas sosial lalu menganggapnya sebagai realitas murni, ini merupakan sebuah bentuk kemunafikan intelektual.