Mutu penawaran tidak bisa lepas dari dua hal, yakni sistem yang telah dibentuk oleh marketing senior diperusahaan dan jam terbang salesman itu sendiri. Sistem yang telah dibakukan oleh perusahaan berdasarkan pengalaman para marketing senior yang sudah sarat dengan pengalaman di lapangan bisa membantu mengatasi masalah ini dengan instan. Namun tetap saja harus diiringi oleh kemampuan salesman mengimplementasikan sistem tersebut agar tetap luwes dan disesuaikan dengan gaya pemasaranya sendiri.
Lalu bagaimana cara meningkatkan jam terbang?
Kalau yang satu ini tidak bisa ditawar-tawar. Jam terbang tidak bisa dimanipulasi atau dibohongi. Jam terbang artinya berapa jumlah calon pelanggan yang ia pernah temui, tak peduli apakah terjadi penjualan atau tidak. Misalnya begini, untuk menjadi salesman yang berkualitas, setidaknya dibutuhkan bernegosiasi dengan 1.000 calon pelanggan.
Angka 1.000 pelanggan ini tidak bisa dikurang-kurangi. Padahal perusahaan maupun salesman ingin salesman baru cepat menjadi salesman berkualitas. Yang bisa dilakukan adalah mempercepat prosesnya, bukan memotong bagian dari proses itu.
Asumsinya begini: Jika dalam 1 hari seorang salesman biasa mendatangi 10 pelanggan, artinya untuk mendapatkan angka 1.000 dibutuhkan 100 hari (lebih dari 3 bulan), untuk mempercepat proses, jumlah kunjungan harus ditingkatkan menjadi misalnya 20 kunjungan per hari. Dengan begitu hanya dibutuhkan waktu 50 hari untuk menyelesaikan proyek 1.000 konsumen tersebut.
Dalam rangka meningkatkan jam terbang, tidak perlu memilih-milih calon konsumen mana yang harus dijadikan target. Juga tidak perlu berpikir banyaknya penolakan. Justeru penolakan itu yang akan membuat salesman baru menjadi kuat dan layak menjadi salesman berkualitas. Bahkan saya sering memberikan target bukan berapa konsumen yang harus closing, tapi target berapa jumlah penolakan yang didapat. Karena dengan perpikir mencari penolakan, akan menghilangkan ketakutan ditolak.
Ada proses asimilasi bagi orang yang belum pernah terjun ke dunia pemasaran agar tune in. Proses tersebut adalah dipaksa – terpaksa – bisa – biasa. Artinya jika berdasarkan formula yang ditemukan oleh salesman senior bahwa untuk menjadi salesman berkualitas membutuhkan 1.000 kali bernegosiasi, maka salesman harus dipaksa melakukan itu. Mereka dipaksa untuk bernegosiasi dengan 20 orang tiap hari, kalau kurang, berarti harus diganti hari berikutnya. Jika satu hari tidak mencapai 20 orang, berarti hari berikutnya akan semakin berat, karena harus menjalani 20 + defisit hari kemarin.
Dengan pola ini salesman baru pasti akan merasa tertekan dan stres, namun dengan terpaksa harus melakukan ini sampai berhasil. Jangan lupa, semangat mereka tiap hari tergerus oleh realita penolakan, sehingga harus diberi asupan motivasi agar tidak patah semangat.
Sekalipun dengan keterpaksaan, mereka tetap menjalani proses tersebut, maka mereka akan bisa dengan sendirinya. Setelah bisa melakukan dan terus melakukan itu, maka ia akan terbiasa. Hasil akhirnya adalah salesman yang punya pengalaman cukup dan memiliki mental baja yang pantang menyerah.
Dengan pola tersebut, seharusnya seorang salesman akan menjadi salesman berkualitas dalam waktu kurangn dari 3 bulan. Jika lebih dari itu, coba evaluasi kembali, barang kali ada proses yang tidak tepat atau memang Anda menemukan orang yang tidak tepat menjadi salesman.
Artikel ini juga diposting ke blog pribadi saya http://marketingtulen.wordpress.com/2012/02/26/membentuk-salesman-berkualitas-dari-nol/