Mohon tunggu...
Iwan Setiawan
Iwan Setiawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Suka Hal Baru

Salah satu cara untuk survive adalah dengan belajar hal baru terus menerus

Selanjutnya

Tutup

Money

Membentuk Salesman Berkualitas dari Nol

5 April 2012   03:38 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:01 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertanyaan yang sering muncul dari para manajer pemasaran adalah bagaimana membentuk tenaga salesman yang tangguh dengan cepat. Tenaga penjualan merupakan kunci keberhasilan penjualan sebuah produk, iklan dan pemberitaan saja tidak cukup. Tenaga salesman inilah yang menjangkau hingga ke tingkat konsumen atau setidaknya ke tingkat pedagang retail yang langsung berhubungan dengan konsumen.

Tenaga salesman yang tidak punya passion terhadap pekerjaanya hanya akan menjadi mesin pengantar barang yang tidak akan mampu mempengaruhi peningkatan pemasaran. Mengapa membutuhkan passion untuk pekerjaan salesman?. Pekerjaan salesman adalah pekerjaan yang paling sering mengalami penolakan dari konsumen. Satu atau dua penolakan mungkin masih belum begitu terasa, tapi bisa dibayangkan jika terjadi puluhan penolakan setiap harinya. Akibatnya banyak tenaga salesman yang hanya memiliki mental dan kemauan biasa-biasa saja akan berhenti bekerja dalam waktu singkat.

Saya sering mendengar sendiri dari orang-orang yang sedang mencari pekerjaan – orang ini benar-benar membutuhkan pekerjaan – namun ketika mengetahui pekerjaan yang ditawarkan adalah marketing atau salesman, mereka bertanya “Ada lowongan untuk bidang lain apa tidak Pak?”. Spontan saya tanya balik, “Memang kalau pekerjaanya pemasaran kenapa?”.

Alasan yang paling banyak mereka ungkapkan adalah tidak siap ditolak, kemudian gajinya tidak tetap. Untuk alasan pertama mungkin secara alamiah manusia memang tidak ingin mengalami penolakan. Namun untuk alasan kedua saya kira bukan bawaan lahir, tapi mind set yang terbentuk dari perjalanan kehidupan atau pendidikan yang ia dapatkan.

Saya sering tanya balik, “Anda pilih gaji tetap, tapi tetap kecil, atau gaji yang tidak tetap, kemungkinanya gaji anda bisa sangat besar atau bahkan tidak gajian sama sekali?”. Hasilnya sangat mengejutkan, lebih dari 80% pelamar menjawab ingin gaji tetap walaupun kecil asal masih diatas UMR.

Saya tidak tahu kenapa banyak sekali orang yang tidak berani bertaruh masa depanya dengan kemampuan yang dimiliki. Orang-orang yang mengharapkan gaji tetap tadi, menggambarkan bahwa ia tidak yakin dengan kemampuanya. Orang-orang seperti ini biasanya ketika bekerja tidak punya prestasi yang gemilang, apapun bidang pekerjaanya. Biasanya orang-orang seperti ini tidak punya mimpi yang besar tentang masa depanya, yang penting sudah bisa hidup normal, sudah OK.

Profesi salesman adalah profesi yang hampir mendekati pengusaha, karena disitu ia mempertaruhkan masa depanya pada hal-hal yang belum pasti, bisa untung, bisa rugi, bisa untung besar sekali atau bisa juga tidak mendapatkan apa-apa. Dibutuhkan jiwa entrepreneurship untuk bisa sukses menjadi salesman. Mungkin ini yang menyebabkan kebanyakan eksekutif sebuah perusahaan lebih banyak berasal dari divisi marketing ketimbang divisi lain.

Saya juga sering mendapatkan pertanyaan dari tenaga pemasaran yang belum lama terjun dibidang pemasaran. “Pak bagaimana caranya kita menjual produk tanpa penolakan dari calon konsumen?”. Saya bilang “Tidak ada caranya”. Bahkan produk itu anda jual kepada orang tua anda sendiri, atau bahkan anda jual kepada diri sendiri saja, masih mungkin mengalami penolakan, apalagi dijual kepada orang lain yang belum anda kenal. Salesman paling hebat di duniapun tidak akan bisa menjual produk tanpa kemungkinan penolakan.

Yang bisa dilakukan adalah memperkecil angka penolakan atau memperbanyak penawaran sehingga kemungkinan terjualnya bertambah besar.

Bagaimana cara memperkecil angka penolakan? Tentu dengan meningkatkan kualitas penawaran, mencari cara yang tepat agar mudah diterima, meningkatkan kemampuan menangkap keinginan calon konsumen dan cara-cara lain yang bisa meningkatkan mutu penawaran, baik secara proses maupun secara konten.

Sekarang pertanyaanya menjadi bagaimana cara meningkatkan mutu penawaran?.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun