PDB, Pelemahan Rupiah dan Rapuhnya Pengawasan Mata Uang Indonesia - PBD Indonesia tahun 2012 yang lalu dapat dikatakan baik-baik saja, tumbuh dan memang Indonesia adalah negara yang sangat kaya, selain juga berisi banyak rakyat yang cerdas, namun bagaimanapun suksesnya kemampuan berbisnis rakyat, sekali saja mata uang melemah (pernah lebih dari 400% terjatuh pada tahun 1997an) kenaikan portofolio bisnis, misalkan usaha sembako naik +./- 20% Nett Profitnya, di komparasi dengan kejatuhan mata uang rupiah, itu sama sekali tidak menghasilkan apa-apa.
Sejarah mengatakan, dari Angka Rp. 2500 menjadi diatas Rp. 10.000,- pernah terjadi.
Bila standard sekarang Rp. 10.000, sejarahpun dapat berulang menjadi Rp. diatas Rp. 50.000 pada tahun 2017 yang akan datang kalau bermain-main dengan risiko ini., siapa yang menderita? sekali lagi rakyat.
Sumber Daya Alam Indonesia luar biasa, SDM-nya sangat banyak, itu kekuatan dibanding negara lain, tetapi mengapa Bangsa dan Negara Indonesia tidak bisa lebih kuat dari negara kecil seperti Singapura yang hanya punya modal ngomong dan tidak punya SDA apapun, ternyata hanya satu soal, Indonesia tidak mengalami krisis ekonomi, Indonesia hanya berada pada krisis nilai tukar mata uang nya terhadap mata uang negara lain dan tidak layak rakyat dan dengan segala kekayaan daerahnya menerima risiko pelemahan mata uang karena ketidak-acuhan memperhatikan ketahanan sistem alat tukar Indonesia terhadap mata uang lain.
Mari kita lihat begitu baiknya pertumbuhan PDB Indonesia dari keterangan berikut.
PDB sangat penting sekali sebagai data pertimbangan dalam pelaksanaan investasi, untuk menentukan fokus pada segmentasi pertumbuhan bisnis dalam hal pengambilan keputusan bisnis. Proyeksi awal kami mencari persentase positif tertentu atas pertumbuhan ekspor, dengan asumsi ekonomi stabil, pemulihan pasar yang kuat muncul dan meningkatkan permintaan menjadi dasar kuat dalam menanamkan investasi di pasar modal.
Indikator Ekonomi Indonesia : Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia Tahun 2012
Tahun
Constant Price
Current Price
PDB (Billion)
Change (%)
PDB Non Oil and Gas
Change (%)
PDB (Billion)
Change (%)
2012
2.618.139,20
6,23
2.480.955,80
6,81
8.241.864,30
7.604.759,10
TW1
633.243,00
1,50
598.217,90
1,55
1.975.475,00
1.812.269,20
TW2
651.107,20
2,82
616.459,10
3,05
2.051.047,50
1.889.349,70
TW3
671.780,80
3,18
637.554,80
3,42
2.119.648,50
1.962.988,50
TW4
662.008,20
-1,45
628.724,00
-1,39
2.095.693,30
1.940.151,70
Sumber  : Kementerian Keuangan RI
Produk Domestik Bruto atau Gross Domestic Product (GDP) adalah nilai barang dan jasa dalam suatu negara yang diproduksikan oleh faktor- faktor produksi milik warga negara tersebut dan negara asing. Dapat diartikan sebagai nilai barang- barang dan jasa- jasa yang diproduksikan didalam negara tersebut dalam satu tahun tertentu. Didalam suatu perekonomian, dinegara- negara maju maupun berkembang, barang dan jasa diproduksikan bukan saja oleh perusahaan milik penduduk negara tersebut tetapi oleh penduduk negara lain. Selalu didapati produksi nasional diciptakan oleh faktor- faktor produksi yang berasal dari negara lain. Perusahaan multinasional beroperasi di berbagai
negara dan membantu menaikan nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh negara- negara tersebut. Perusahaan tersebut menyediakan modal, teknologi dan tenaga ahli kepada negara dimana perusahaan itu beroperasi. Operasinya dapat menambah Pendapatan Nasional (Y). Gross Domestic Product (GDP) adalah nilai barang dan jasa dalam suatu negara yang diproduksikan oleh faktor- faktor produksi milik warga negara tersebut dan negara asing.
Menurut rilis dalam Wikipedia,  PDB diartikan sebagai nilai keseluruhan semua barang dan jasa yang diproduksi di dalam wilayah tersebut dalam jangka waktu tertentu (biasanya per tahun). PDB berbeda dari produk nasional bruto karena memasukkan pendapatan faktor produksi dari luar negeri yang bekerja di negara tersebut. Sehingga PDB hanya menghitung total produksi dari suatu negara tanpa memperhitungkan apakah produksi itu dilakukan dengan memakai faktor produksi dalam negeri atau tidak. Sebaliknya, PNB memperhatikan asal usul faktor produksi yang digunakan.
PDB Nominal merujuk kepada nilai PDB tanpa memperhatikan pengaruh harga. Sedangkan PDB riil (atau disebut PDB Atas Dasar Harga Konstan) mengoreksi angka PDB nominal dengan memasukkan pengaruh dari harga.
PDB dapat dihitung dengan memakai dua pendekatan, yaitu pendekatan pengeluaran dan pendekatan pendapatan.
Rumus umum untuk PDB dengan pendekatan pengeluaran adalah:
PDB = konsumsi + investasi + pengeluaran pemerintah + (ekspor - impor)
Di mana konsumsi adalah pengeluaran yang dilakukan oleh rumah tangga, investasi oleh sektor usaha, pengeluaran pemerintah oleh pemerintah, dan ekspor dan impor melibatkan sektor luar negeri.
Sementara pendekatan pendapatan menghitung pendapatan yang diterima faktor produksi:
PDB = sewa + upah + bunga + laba
Di mana sewa adalah pendapatan pemilik faktor produksi tetap seperti tanah, upah untuk tenaga kerja, bunga untuk pemilik modal, dan laba untuk pengusaha.
Secara teori, PDB dengan pendekatan pengeluaran dan pendapatan harus menghasilkan angka yang sama. Namun karena dalam praktek menghitung PDB dengan pendekatan pendapatan sulit dilakukan, maka yang sering digunakan adalah dengan pendekatan pengeluaran.
PDB, Pelemahan Rupiah dan Rapuhnya Pengawasan Mata Uang Indonesia
Risiko Pelemahan Mata Uang Rupiah 2013 memiliki banyak sebab, Â sudut pandang secara ekonomi (SDA dan SDM) - tidak signifikan, Sudut pandang Kebijakan pemerintah (Dalam hal ini Presiden)- Â tidak terlalu berpengaruh karena beliau masih dapat membuat negara ini overall dalam keadaan kondusif.
Jadi paling besar adalah disebabkan oleh Sebab Akibat ; Â Supply - Demand, Terdapat Defisit Perdagangan, Lebih besar Impor daripada Ekspor. Ingat Pelaku Ekspor-Impor itu adalah pengusaha / Individual yang tidak lebih besar dari ratusan juta jiwa rakyat Indonesia, untuk apa mencobai diri sendiri dengan mengakibatkan ekonomi terganggu, ini tentang suatu kemampuan mengatur supply chain management uang masuk dan keluar, buat secara surplus seperti neraca keuangan sederhana pada suatu perusahaan, Ekspor (uang masuk) harus lebih besar dari Impor (Uang keluar), selisih itu yang dapat mengakibatkan turun atau naik suatu mata uang (tanpa mengabaikan faktor-faktor ekonomi yang lain).
atau apa lagi, mungkin dapat dipakai pepatah : jangan sampai besar pasak daripada tiang, sederhana sekali, namun dibuat seolah rumit.
Pada beberapa waktu yang lalu atas pelemahan mata uang rupiah ini, seperti diberitakan situs Sekretariat kabinet ; Presiden SBY atas Pelemahan Rupiah Perintahkan Menteri Keuangan Perkuat Koordinasi dengan BI, LPS dan OJK itu adalah tindakan yang sangat baik, respon pemerintah RI terhadap kepentingan rakyatnya, namun juga yang harus dipahami adalah Menteri Keuangan Perkuat Koordinasi dengan BI, LPS dan OJK itu tidak cukup, tetap harus disertakan Bapepam, Badan Pusat Statistik dan juga koordinasi dengan seluruh Pemerintah Daerah melalui dinas yang terkait dengan ekspor-impor di Indonesia untuk memperhatikan aliran Ekspor dan Impor, Angka ekspor harus lebih tinggi dari angka Impor.
Ada banyak yang mengatakan pasar tidak dapat diatur, tetapi saya berpendapat lain, pasar dapat diatur selama ini memiliki suatu standar kebijakan disuatu negara.
Walau tidak ada merasakan isi hati Bapak Presiden SBY saat ini, tetapi saya yakin beliau bertindak demikian dengan harapan gagasan beliau dapat di optimalisasi oleh para pembantu kerjanya.
Optimalisasi Penguatan Mata Uang Rupiah, langkah-langkah yang sebaiknya dilakukan :
1. Acuan Target Makro Ekonomi, Ekspor harus lebih besar Dari Impor.
2. Key Performance Indikator,  atas Jobdesk Pejabat yang diberikan Presiden atau Lembaga yang  berhubungan dengan pengatur lalu lintas  nilai mata uang. Memberi Reward atau Punishment atas keberhasilan atau kelalaiannya. Untuk apa dibayar mahal-mahal tetapi tidak menghasilkan. Berpikir . . . Ada apa dengan ekonomi Indonesia dan nilai tukar mata uangnya? SDA oke, SDM apalagi. Rakyat Indonesia harus berpikir kembali, apakah sistem floating rate yang dipegang Indonesia ini sudah tepat? atau fixed rate saja?. Mari kita pikirkan risiko atas kelalaian ini, begini, katakanlah Ada 100 orang yang melakukan impor tidak terkendali dan tidak dikendalikan, sehingga terdapat defisit perdagangan, apakah pantas 200 Juta orang lain menerima keadaan, biasa membeli roti Rp. 10.ooo,- menjadi Rp. 50.000 dengan barang yang sama hanya karena alasan perubahan mata uang. Atau mau berusaha merenungkan ini, Kalau memang tidak ada yang mampu mengatur ini,  mengatur agar pendagangan Indonesia Surplus lebih baik Rakyat Indonesia  mempekerjakan Ekonom Dunia seperti Warren Buffet atau George Sorros atau Allan Greenspan (Disepakbola itu terjadi, pelatih bola bisa datang dari negara mana saja), digaji dengan pipeline target sukses dibandingkan rakyat dibuat dengan mata uang yang bernilai teka-teki.
3. Memanggil semua ekonom dari seluruh Indonesia (yang merupakan asset cerdas bangsa) untuk memberikan ide-ide dan melakukan simulasi Acuan Target Makro Ekonomi atas tujuan nilai mata uang yang paling ideal. Seperti Team Khusus yang memperhatikan dan mengantisipasi risiko gejolak pelemahan rupiah.
4. Mulai mengurangi pinjaman yang berupa USD baik perusahaan maupun negara Indonesia dan memperkuat transaksi ekspor dengan mempergunakan mata uang rupiah (atau konversi rupiah).
5. Membuat laporan periodik atas nilai realisasi Ekspor dan Impor, Â yang harus diketahui oleh publik.
6. Menetapkan suatu Lembaga sebagai Lead dari misi penguatan rupiah ini termasuk kemampuan berkomunikasi dengan seluruh lembaga negara lain yng relevan.
7. Mengembangkan produk-produk impor yang selama ini terjadi dapat diperoleh didalam negeri, dapat berupa CSR dengan perusahaan besar yang berinvestasi di Indonesia dengan kolaborasi perusahaan / pengusaha daerah (seperti contoh pabrik  bioethanol - penanaman singkong gajah, di Kaltim dengan CSR atau mitra suatu perusahaan tambang yang  berinvestasi didalamnya).
8. Berhenti saling menyalahkan, jangan biarkan rakyat hidup dengan teka-teki istilah ekonomi yang seperti cerdas tetapi tidak menghasilkan apa-apa, , gunakan logika dan strategi yang masih bisa dilakukan.
Dengan demikian, saat ekonomi Indonesia sedang tumbuh dengan pesatnya jangan terpeleset dan menjadi pemiskinan secara sistemik, hanya gara-gara masalah pelemahan mata uang rupiah terhadap Amerika Dollar, harusnya negara yang tidak memiliki SDA dan SDM yang yang mengalami kemiskinan bukan Indonesia.
Salam sukses untuk Indonesia.
Terimakasih untuk Bapak Presiden dan Lembaga Keamanan Indonesia untuk keamanan dan kenyamannya.
Sangatlah aneh untuk protes / merasa tidak bahagia
dengan aspek-aspek dalam kehidupan Anda,
dan tidak melakukan apa-apa untuk merubahnya
Salam sukses,
=Rimawan=
sumber
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H