SEBATANG Terminalia, daunnya bak lembaran Kelor bergerak ke bawah meneteskan gerimis.  Dahannya  merentang ke arah pusara. Pemakaman Karet Bivak, Jakarta Pusat, terasa basah.Â
Alam seperti tak kuasa  menahan duka, Jumat, 9 Oktober 2020. Rayi,  penyanyi grup musik RAN,  menyemai kelopak Mawar, Melati.  Beberapa crew kamera program televisi berpakaian hitam menyorot kamera ke wajahnya.
"Allahu Akbar Allahu Akbar."Â
Masih terngiang nada serak dilantunkan Rayi. Sebatang jasad, Â baru saja diazankan, dikhamadkan dan dirata-tanahkan.
Telah dimakamkan Almarhumah  Yayuk Rahardjo, Ibundanya Rayi.Â
Telapak kaki basah saya  bercampur lumpur. Tetesan dingin hujan menggelitik telapak kaki ketika  berdiri di kanan Budi Rahardjo - - akrab disapa Hank. Ia ayahanda Rayi.
Baik Alamarhumah, mapun  Hank, sudah seperti  Ibu dan Ayah saya juga. Dari di saat jasad disemayamkan di bilangan Pancoran Selatan, Jakarta Selatan, maupun ketika  hendak dishalatkan ke Masjid Kecil, tak jauh dari kediamannya, Hank memperkenalkan saya, "Ini  Wandi anak angkat saya." Begitupun ketika saya mengucapkan duka kepada Anjani, putri bontotnya, Hank memperkenalkan saya "anaknya"  juga.
Bagaimana cerita?
Benny berusia di atas saya. Saking akrabnya Benny  menganggap saya  seperti adiknya. Acap saya ke kediaman keluarga Benny kala itu di Patamburan, Jakarta Barat. Â
Ibu Yusmin punya binis catering, sementara ayahandanya, penggubah lagu, memainkan beberapa alat musik terutama piano. Â Masih ingat bagaimana Pak Yusmin membuat not balok lengkap untuk orkestra. Seingat saya ada beberapa lagu digubah Alm. Pak Yusmin untuk penyanyi era silam, Â Arie Koemiran.Â