Mohon tunggu...
Narliswandi Piliang
Narliswandi Piliang Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Traveller, Content Director, Citizen Reporter, Bloger, Private Investigator

Business: Products; Coal Trading; Services: Money Changer, Spin Doctor, Content Director for PR, Private Investigator. Social Activities: Traveller, Bloger. email: iwan.piliang7@yahoo.com\r\nmobile +628128808108\r\nfacebook: Iwan Piliang Dua , Twitter @iwanpiliang7 Instagram @iwanpiliangofficial mobile: +628128808108

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Nyawa Tuti "Ruh", Bukan Notifikasi

2 November 2018   09:24 Diperbarui: 2 November 2018   18:20 1168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perihal ini perlu saya paparkan, mengingat kita berada dalam sikon tahun sosial politik tahun jelang Pilpres, Pileg. Waktu kampanye sedang juga sedang berlangsung. Di konteks ini bila di tulisan ini kemudian terasa mengkritisi, alasannya; pernah men-advokasi pembunuhan David Hartanto Wijaya, dibunuh di NTU, Singapura, 2009, pernah membawa pulang anak Indonesia ditahan 8 tahun di Emirat Arab, 2008, masih memverifikasi hilangnya 27 orang dari Serui ke Mamberamo, 2009 hingga kini, juga mengadvokasi Wilfrida 2013, terhindar dari hukuman mati di Kelantan, beberapa di antaranya.

Khusus untuk kasus di Arab Saudi, belum ada porto folio saya.

Akan tetapi verifikasi tertulis, termasuk kemarin mencoba menghubungi via telepon Muhammad Jumhur Hidayat, mantan Kepala BNP2TKI. Dari data saya himpun, Arab Saudi memang punya langgam penerapan hukum tersendiri. Keluarga korban selalu mengacu hukuman, untuk kasus kematian, pembunuhan, harus berbalas dengan kematian. Kecuali keluarga memaafkan.

Pada kasus tertentu bahkan, biarpun keluarga korban memaafkan, akan tetapi opini pemerintah Arab Saudi tetap menentukan; bila menurut pemerintah tetap harus dihukum mati maka: mati, tok!

Unik memang.

Dalam khasanah itu, kasus hukuman mati tentulah bukan kasus biasa. Ia harus dihadapi dengan ekstra luar biasa. Pada kasus Wilfrida, contoh sekadar menggambar bagaimana keluar-biasaan aksi menghindarinya dari hukuman mati: Saya bersahabat dengan Chairul Anhar, sosok pengusaha Indonesia mukim di Malaysia. Saya kepada Chairul, sedang berupaya agar Wilfrida bebas.

Chairul memfasilitasi saya bisa hadir ke persidangan Wilfrida ke Kelantan, Malaysia. Ia pula mencarikan lawyer terkenal, kandidat Jaksa Agung Malaysia kala itu. Saat itu Prabowo Subianto, akan mencapres, ia pun punya perhatian. Oleh Chairul, awyer direferensinya ke Prabowo Subianto. PS pun hadir ke persidangan, seingat saya sampai tiga kali. Kami di media terus mengadvokasi.

Setelah Wilfrida bebas, adalah Jumhur Hidayat mengajak saya dan istri datang ke Kupang. Kami bertemu keluarga Wilfrida, mencari alasan utama mengapa banyak anak-anak NTT, menjadi TKW, bahkan korban perdagangan orang?!

Untuk kasus Tuti, Presiden Jokowi menurut Kemenlu, pernah pada 2016 menyurati Raja Salman. Artinya sudah ada perhatian pemerintah.

Tuti menerima jenis hukuman mati paling berat di Saudi. "Tuti hadd ghillah, yang tertinggi, tidak bisa dimaafkan oleh siapa pun," ujar Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Bantuan Hukum Indonesia (PWNI-BHI), Lalu Muhamad Iqbal di Kementerian Luar Negeri, Jakarta, kepada media, 30 Oktober 2018.

Iqbal mengatakan, sejak 2011 hingga 2018, ada 103 WNI yang terancam hukuman mati di Saudi. Dari jumlah, pemerintah telah berhasil membebaskan 85 WNI dari hukuman mati. Kemudian, sebanyak lima WNI telah dieksekusi salah satunya Tuti Tursilawati pada Senin, 29 Oktober 2018. Ada 13 WNI lainnya masih terancam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun