Mohon tunggu...
Narliswandi Piliang
Narliswandi Piliang Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Traveller, Content Director, Citizen Reporter, Bloger, Private Investigator

Business: Products; Coal Trading; Services: Money Changer, Spin Doctor, Content Director for PR, Private Investigator. Social Activities: Traveller, Bloger. email: iwan.piliang7@yahoo.com\r\nmobile +628128808108\r\nfacebook: Iwan Piliang Dua , Twitter @iwanpiliang7 Instagram @iwanpiliangofficial mobile: +628128808108

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

"Jejak Kejokowian" pada Penyerahan Sertifikat Tanah

30 Januari 2018   08:36 Diperbarui: 31 Januari 2018   16:40 1148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

HUJAN dini hari masih menyisakan petilasan basah di hamparan parkir Mal Palembang Icon, Senin, 22 Januari 2018. Matahari malu-malu. Waktu pukul 9 pagi. Ratusan orang sudah berdiri menuju gelanggang olahraga di samping belakang mal itu. Dari kejauhan di balik pagar, tampak warga bagaikan semut beriring, berarak masuk. Mereka masing-masing membawa map plastik bening. Di dalam map di tangan, jelas terlihat lembaran Buku Sertifikat Tanah ber-cover hijau.

Mereka dominan mengenakan batik. Banyak pula berkemeja biasa, bersepatu, tak terkecuali bersandal saja. Ibu-ibu berjilbab, berkebaya emak-emak, berdandan datar. Pemandangan pagi tersendiri. Mereka semua berwajah cerah. Pukul 9.30, pintu bagi undangan masuk ditutup. Di dalam aula gelanggang olahraga PSTC itu rupanya sudah berisi hampir 5.000 orang.

Di panggung bercorak dominan merah dan putih, terpampang latar bertuliskan "Penyerahan Sertifikat Tanah untuk Rakyat". Jarum jam bergerak sedikit dari pukul 10, Presiden Joko Widodo, memasuki aula. Ada teprokan. Ada suara-suara, "Pak Jokowi, Pak Jokowi..." Ada suit-suit dari balkon.

Mengenakan pakaian "kebesaran" pantalon hitam, kemeja putih, lengan digulung seperempat, Presiden Jokowi tersenyum. Ia bergerak cepat melangkah menuju lorong bagian kanan saya. Jokowi menyalami undangan. Uluran tangan menggapai-gapai. Nama presiden disebut-sebut. Tepuk tangan. Gemuruh.

Presiden lalu berdiri di bagian tengah kursi paling depan. Di sampingnya, Gubernur Sumatera Selatan Alex Noedin dan Menteri ATR/BPN, Sofjan Djalil. Tanpa aba-aba, semua hadirin berdiri. Serempak memulai lagu, "Indonesia tanah airku ..."

"Hiduplah Indonesia Raya."

Bulu di lengan saya berdiri.

Persembahan berikutnya tarian. Hamparan panggung lenggok-gemulai dara Wong Kito, dilanjutkan Sisingaan, hingga pekikan heroik tanah Papua. Simbol keindonesiaan. Lantas saatnya Presiden Jokowi tampil.

"Sudah pegang ini semua?"

Presiden Jokowi mengangkat map berisi buku sertifikat tanah.

Seluruh hadirin mengacungkan hal sama.

"Ditarok dalam plastik, sehingga kalau kena air, atap bocor, tak gampang rusak."

"Habis itu mau diapain, mau disekolahkan?"

Hadirin dominan menjawab, "Iya Pak."

Gemuruh lagi.

Presiden memberi wejangan, jika memang akan "disekolahkan" untuk jaminan kredit ke bank, "Kalau dapat tiga ratus juta, seratus lima puluh juta jangan buat beli mobil... tapi gunakanlah untuk modal usaha dan investasi."

"Keuntungan ditabung. Jika ada untung sepuluh juta tabung. Hasil tabungan buat beli motor... baru boleh."

Presiden menyampaikan pesan bagaikan ke sanak keluarganya. Saya menyimak momen pembagian sertifikat tanah ini seakan kejokowian --memuliakan ketulusan keinsanan-- menemukan muaranya. Tidak berlebihan program percepatan pembuatan sertifikat tanah warga dilakukan Kementrian Agraria, Badan Pertanahan Nasional (BPN), menjadi program andalan Presiden Jokowi kini.

Sejak dilakukan percepatan melalui tajuk Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), dalam satu setengah tahun terakhir saja, sudah 5 juta sertifikat tanah dikebut kelar lalu dibagikan. Tahun ini ditargetkan 7 juta petak lahan warga bersertifikat dan pada 2019 ditargetkan 9 juta jadi. Sehingga akan dapat dikejar 21 juta. "Bandingkan bila sebelumnya hanya rata-rata maksimum lima ratrus ribuan sertifikat tanah dibuat setahun," kata Presiden Jokowi.

PTSL didukung oleh Prona, Program Nasional, Sistem Massal Swadaya (SMS), Lintas Sektor, baik pertanian, UKM hingga Wakaf. "Biaya ukur dipikul negara, warga tinggal membiayai patok dan materai," kata M. Noor Marzuki, Sekjen Kementerian ATR, BPN, sosok kunci di balik PTSL. Dan dimulai di Palembang, pada hari itu dibagikan pula sertifikat tanah gratis untuk rumah ibadah. Maka ketika ada 12 wakil warga khusus dihadirkan ke panggung menerima secara simbolis sertifikat tanah, tampil ustad, pendeta, pastor. Mereka menerima sertifikat gratis untuk segenap rumah ibadah.

MINGGU,21 Januari malam jelang pukul 22 di warung sate Rio, tak jauh dari bagian kanan depan Griya Agung, kediaman Gubernur Sumatera Selatan. Saya mendapat kabar bahwa Presiden Jokowi akan mampir. Kebetulan saya bersama Anhar Nasution, mantan anggota DPR, pernah menjadi ketua Panja Pertanahan di Komisi II DPR RI, juga makan malam di sana. Usai melahap Soto Betawi, pesanan ayam goreng kampung panas pun tersaji. Di saat itulah Jokowi muncul.

Sebagaimana acap saya simak, sejak dari Solo, Wali Kota, menjadi Gubernur DKI Jakarta, lantas kini Presiden RI, kehangatannya menjumpai dan menyalami warga konsisten. Dalam diskusi dengan Anhar, saya bicarakan tentang kejokowian. Warga antusias menyalami, Jokowi menyapa, "Apa kabar?" atau sekadar bertanya, "ini namanya siapa?" ke seorang ibu bersama bocah di sampingnya. Begitulah suasana warung sate, salah satu lokasi dikunjungi Jokowi malam itu di Palembang.

Ngalor-ngidul tentang program pemerintahan, di tengah kepentingan kelompok usaha dan sistem politik dalam istilah saya terjerembab ke turbulensi oligarki fulus-mulus, berbuat menjalankan program kerakyatan, prorakyat bukanlah sesuatu mudah dilakukan. Tarik-menarik kepentingan politik, sandera-menyandera kepentingan, tarik ulur keputusan, barang lazim terjadi di negara kita ini.

Dalam keadaan demikianlah Presiden Jokowi memimpin.

Khalayak tentun mafhum, bahwa sejak dari Solo acap saya tulas-tulis Jokowi hingga ia duduk di Istana Negara. Pada bagian tertentu akan kebijakan tak pas saya pun mengkritisi tajam. Di alam demokrasi seharusnya dialektika terjadi, sebaliknya di Sosmed, medium Twitter sejatinya sangat interaktif, pun dapat mempertajam dialektika, acap salah kaprah menjadi ajang perbulian. Dominan di antara kita tak bisa logis menilai, mana baik, mana buruk, bias akan rujukan patut dan pantas.

Jujur saya katakan pada program pembagian sertifikat tanah untuk rakyat, kejokowian itu tajam jitu.

Maka ketika saya sempat bertemu empat mata di sebuah hotel Presiden Jokowi menginap di Palembang, kami sempat berbicara tentang kasus korupsi mengendap saja di KPK. Petral contohnya. Ia menyebut saya sudah menulis Petral sejak 2005, telah berbunyi pula di teve-teve, ia sebagai presiden sudah membubarkan, bahkan sebagai pribadi atas kebijakannya, Jokowi dicecar pengusaha tambun, ehh, kasus Petral ngendon saja Komisi Pemberantasan Korupsi.

Kekuasaan presiden tak lagi seperti era Orde Baru. Kekuasaan seakan berbagi. Dalam keadaan demikian, Jokowi menyiasati. Saya simak dari jauh ia mencari celah kejokowiannya, maka tak terbantahkan, keligatannya dalam program PTSL pertanahan, membagi sertifikat tanah untuk rakyat, menjadikan Jokowi kembali di hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun