Mohon tunggu...
Narliswandi Piliang
Narliswandi Piliang Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Traveller, Content Director, Citizen Reporter, Bloger, Private Investigator

Business: Products; Coal Trading; Services: Money Changer, Spin Doctor, Content Director for PR, Private Investigator. Social Activities: Traveller, Bloger. email: iwan.piliang7@yahoo.com\r\nmobile +628128808108\r\nfacebook: Iwan Piliang Dua , Twitter @iwanpiliang7 Instagram @iwanpiliangofficial mobile: +628128808108

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menjernihkan Hati Dimusuhi di Tengah Jurnalisme Mati

28 Desember 2017   15:49 Diperbarui: 28 Desember 2017   21:16 802
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cuitan itu viral dengan cepat. Ada reply 355, retweet 903, like 751. Tak  semua netizen marah dengan komentar Zulfikar. Ada yang mendukungnya. Bahkan, ada yang merasa terwakili. 

Bila telaah hati dilakukan, apalagi pondasi  jurnalisme itu sebagaimana sudah saya sebut di atas, jernih kok hati memandu nalar,  kalau kalimat demikian tak pantas dituliskan, apalagi oleh seorang wartawan, tanpa kerendahan hati verifikasi. Esensi jurnalisme kerendahan hati verifikasi tiada henti.  

Dalam bahasa Arab, zulfikar itu berarti memiliki ketegasan dan  ketajaman untuk   membedakan yang benar dan yang salah. Apalagi ada embel-embel akbar.  Nama ibarat judul, ia tidak memiliki makna bila individu itu tidak tampil dengan  kebersihan hatinya, termuatlah konten bak dituliskan Zulfikar Akbar tadi.

Persoalan utama,  kerja membersihkan hati itu laku amat berat saya rasakan di dalam hidup ini; tiada marah, tiada kesal, tiada sak-wasangka jelek apalagi ngenyek.

Dalam perjalanan dari masa-masa, setelah era Nabi-Nabi, jurnalis mengemban tumpuan berkacanya peradaban. Rusak dan mati jurnalis dan jurnalisme bagalepak-peak pula peradaban sebuah bangsa.  Di alam reformasi ini pulalah saya melihat kemasifan ruh dasar komunikasi ditinggal, lantas sebagai umat beragama, kita pun  seakan alpa menjernihkan hati. 

Maka, menurut saya, siapa pelaku juara pertama mempersekusi umat beragama saat ini? Menurut saya ya jurnalis dan jurnalisme. Hati para redakturnya kotor-kotor, diduga pemiliknya apalagi. Di televisi misalnya, sudah  jelas pengamat cacad moral, bisa disimak dalam porto folionya membela koruptor, tapi oleh televisi masih dihidang-hidang, bahkan terus mengomentari soal keyakinan agama umat bukan agamanya.

Islam jernih.

Wartawan riil harusnya jernih.

Karena kejernihan Islamlah agaknya agama ini "dimusuhi". Hanya wartawan berhati kotorlah pula yang memusuhi Islam.

Islam jernih soal gay dan lesbian:  haram-jadah. Mereka penyakit,  dibiarkan bisa "menular", merusak peradaban. Hukumannya tegas. Secara kesehatan pun 100 % bisa dibuktikan bersetubuh melalui anal, sesama jenis menimbulkan penyakit, termasuk penyakit otak. Begitupun lesbian, demi kepuasan puncak,  dominan menggunakan alat bantu, ujung-ujungnya penyakit.

Karena hati umat Islam masih ada kotor, maka berteori berdiplomasi ihwal gay-lesbian  hak azasi. Lebih sadis lagi saya menyimak wartawan mantan penyiar televisi berinisial  JT, mengatakan di sebuah talk show, ".. elo mau menikah sejenis kek, yang dosa  bukan elo, biarin dia ama  Tuhannya, jangan  kita menjadi Tuhan  bagi orang lain..." 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun