Mohon tunggu...
Narliswandi Piliang
Narliswandi Piliang Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Traveller, Content Director, Citizen Reporter, Bloger, Private Investigator

Business: Products; Coal Trading; Services: Money Changer, Spin Doctor, Content Director for PR, Private Investigator. Social Activities: Traveller, Bloger. email: iwan.piliang7@yahoo.com\r\nmobile +628128808108\r\nfacebook: Iwan Piliang Dua , Twitter @iwanpiliang7 Instagram @iwanpiliangofficial mobile: +628128808108

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

La Nyalla Membangun "Dignity"

20 Desember 2017   10:55 Diperbarui: 20 Desember 2017   22:17 1423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bulan lalu, jaringan teve kabel kembali memutar film Invictus di HBO. Film bertutur kisah  Mandela, 1994, baru saja menduduki kursi  presiden Afrika Selatan. Kecurigaan, dendam perbedaan ras masih membekas. Warganya mendesak membubarkan Klub Rugby Nasional Afrika Selatan. Alasannya, pemain kulit hitam satu doang di klub eksklusif  itu. Bule mendominasi. 

Sebagai presiden baru Mandela lapang dada membersihkan hati. 

Pemain tak pernah mara ke daerah-daerah dimintanya  turun ke kampung-kampung. Atlet rugby lalu berbaur  bersama kanak-kanak desa. Bocah ndeso semula hanya mengenal satu sosok atlet berkulit hitam, kemudian  berjibaku bersama seluruh pemain nasional. Aura gembira lalu mengalir ke mana-mana. 

Dalam momen khusus, Mandela sengaja datang naik  heli kopter ke tengah lapangan rugby. Ia memotivasi pemain melalui kapten. Mandela memberikan sebuah puisi. Beberapa adegan lain di film itu sangat  memotivasi. Cukup setahun, ya, setahun saja,  kemudian Afrika Selatan menjuarai kejuaraan  dunia rugby, 1995. 

Olahraga menyatukan negaranya. Spirit, dignity, menjadi-jadi.

Petang 10 November 2017 di pinggiran sebuah pemukiman di Gresik, Jawa Timur.  La Nyalla Mahmud Mattalitti, Ketua Kadin Jatim,  mengambil dua bola kaki masih kempes dari mobilnya. Ia meminta mencarikan pompa. Beberapa kanak di sekitarnya berlarian riang.  Tak lama pompa angin datang. Bola bulat. Di bawah rindang batang Pisang, Nyalla mengajak anak-anak melingkar, saling  sepak bola berputar-putar. 

Nyalla berpolo shirt hijau bersandal jepit, kanak-kanak bertelanjang kaki. 

Saya menjadi teringat, masih soal film, juga belum lama ini  diputar ulang HBO, tentang sosok maha bintang sepak bola dunia  asala Brazil, Pele. Dari menyimak latarnya, tampak sekali penguasaan bola di kakinya mapan, sejak Pele bocah. Bagaimana bola tetap lengket walau telah diangkat berpuluh kali. Ia tendang bola ke udara lalu ditahan setengah lutut,  tanpa jatuh ke tanah. Hingga bermenit-menit  bola  di lambungkan  ke dada, nempel, dijatuhkan ke mata kaki, diangkat lagi, badan membungkuk, leher meyangga bola. Ibarat menyimak akrobat di arena sirkus, Pele ligat dan ligat. 

Di Jumat petang  itu setelah menyantuni keluarga malang, terjerat rentenir di urusan uang Rp 1,5 juta sampai harus dipenjara tiga bulan, Nyalla menyimak pembangunan rumah permanen Ibu Chomsah. Sebelumnya rumah keluarga itu berlantai tanah, berdinding  bilik tua berlubang, beratap sekenanya, tiada  jamban sehat. Seperangkat alat penggiling tebu pun telah dibelikan. Ada pondokan, ada kail berusaha. "Semoga keluarga Chomsah di kemudian hari terhindar dari rentenir," doa Nyalla. Aamiin.

Di dalam kendaraan kembali menuju ke Surabaya jelang petang merembang, Nyalla mengatakan bahwa kemiskinan di Jatim  masih tertinggi di Indonesia. Ia menunjuk rumah permanen di jalan kecil  kami lalui. 

"Bisa diduga rumah itu dibangun dari uang  salah satu keluarga mereka  menjadi tekawe di luar negeri," katanya. Saya menceritakan bagaimana  seorang Zia ul Haq, Pakistan,  dulu, pernah berujar kepada  Raja Fahd, "Kami tak mengirim perempuan kami bekerja ke luar negeri, karena yakin tak mampu melindungi kehormatannya."

"Iya kemiskinan  harus dientaskan, salah satu memancing tekad saya maju Cagub," ujarnya pula, "Juga menegakkan keadilan sosial."

"Lebih dari itu, ya, membangkitkan spirit prestasi, membangun dignity."

Atas kalimat Nyalla terkhir itulah maka  saya teringat film Invictus.  Teringat kerinduan akan pemimpin bangsa era silam, terbayang pemimpin  negeri orang seperti Mandela. Dari Invictus saya menyimak premis menjadi pemimpin itu sederhana saja; menginspirasi dan memotivasi. Dari pengalaman hidup, jatuh bangun berbisnis termasuk luasnya pergaulan, tawaduknya beribadah kian kental kini, saya percaya ketulusan hati Nyalla membangun Jatim nyata.

Di  Hari Pahlawan tahun ini saya merasakan  sebuah perjalanan berbeda. Di kiri saya, sosok Nyalla, seakan kontroversi kata orang.  Ia pernah ditahan soal penggelapan uang Kadin, di pengadilan tak terbukti. Berkali ia yakinkan uang miliknya membeli saham memakai bendera Kadin. Begitu ada deviden, uang itu masuk ke rekeningnya. 

Hal itu dipersoalkan hukum. "Karena itu saya ingin jadi gubernur, jadi pejabat publik, saya akan buktikan seperak pun  uang negara tak akan saya tilep," tekadnya.

Kasus ia diturunkan sebagai Ketua Umum PSSI, di kemudian hari, malah ternyata justeru  PSSI kini berhutang Rp 25 miliar kepada dirinya. Nyalla masih bersabar menunggu pengembalian hingga tulisan ini saya ketikkan.  Ada tiga rekening banknya masih diblokir kejaksaan, walaupun kasusnya sudah inkrah ia tidak bersalah.

Dalam keadaan demikian, hari ini tanggal 2o Desember 2017. Momen menit ke menit terasa menghentak dada bagi Nyalla, di mana deadlinedari Partai Gerindra kepada La Nyalla.  Tenggat baginya mencari dukungan agar partai lain bisa mencalonkannya  sebagai gubernur Jatim. Partai Gerindra memiliki 13 kursi. Untuk Cagub di Jatim butuh 20 kursi.  

Harapan Nyalla meraih dukungan dari Partai Amanat Nasional pemegang 7 kursi DPRD, sehingga  memenuhi syarat Cagub. Ia pun berharap PKS pemilik 6 kursi, bergabung ke poros tengah bersamanya.

Poros tengah itu memang menjadi appetite tersendiri kini. 

Pasalnya, dua kandidat Cagub Jatim saat ini Kofifah dan Gus Ipul, serasa tawar. Mereka hambar karena nama itu ke itu dihidang dari masa  ke masa. Belum lagi "mashab" NU menjadi  seakan terpecah dua suaranya. Di akar rumput, sebagian warga mengharapkan nama lain.  Di sinilah peluang La Nyalla menyalla, kesempatan  dan peluang bagi partai poros tengah mendukungnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun