Mohon tunggu...
Iwan Permadi
Iwan Permadi Mohon Tunggu... Guru - Guru Bahasa Inggris dan Pekerja Kreatif Televiisi

Lahir di Malang - Hobi Membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Memaknai Idul Adha 1443 H

10 Juli 2022   14:20 Diperbarui: 10 Juli 2022   15:33 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap tahun umat muslim di seluruh dunia merayakan Hari Raya Idul Adha di bulan Dzulhijah sebagai hari besar terbesar kedua setelah Hari Raya Idul Fitri setiap bulan Syawal. Sebagaimana awam mengetahui bahwa perayaan Idul Adha atau juga disebut Idul Qurban paralel dengan puncak ibadah Haji yang dilakukan di Makkah, Arab Saudi.

Artinya Idul Adha adalah perwujudan timbal balik dari manusia ciptaanNya untuk bersyukur akan karunia dan anugerahNya. Rasa syukur ini ditandai penyembelihan hewan Kurban atau ternak seperti sapi, kambing, domba dan unta.

Perintah berkurban memang sudah ada sejak putra Nabi Adam AS melakukannya yaitu Habil dan Qabil lalu dilanjutkan oleh Nabi Ibrahim dengan mengorbankan putra yang sangat dicintai dan diidamkannya karena Ismail lahir di saat Nabi Ibrahim dan istrinya sudah berusia tua.

Bagi muslim pelaksanaan dan penyembelihan Idul Qurban tidak ada perbedaan dari dulu hingga sekarang, namun makna ketaatan dan ketakwaan kepadaNya harusnya juga tetap  bisa diwujudkan dalam perbuatan dan perilaku sehari-hari.

Kita memahami pula bahwa perayaan seperti Idul Fitri dan Idul Adha adalah pembuktian ketaatan kita kepada Allah SWT,namun juga kepedulian kita kepada sesama. Bila zakat fitrah dibagikan saat Idul Fitri maka hewan kurban diberikan saat Idul Adha.

Di jaman yang tidak pasti ini dimana ilmu pengetahuan yang mengandalkan logika berpikir berkembang pesat, hadirnya agama harusnya tidak ditandai hanya sebagai perintah dan larangan saja, namun sebagai kompas untuk mendapatkan petunjuk kemana manusia akan pulang dan bertanggung-jawab atas kenikmatan yang diberikanNya selama di dunia.

Namun perilaku, etika, adab dan konsep hidup yang menyimpang dari segolongan manusia saat ini  tidak sedikit yang menyalahi kodrat, seperti yang kita lihat sehari-hari baik dari tayangan media informasi dan internet.  

Di bidang politik, saling hujat antara mereka yang bertikai jadi tontonan sehari-hari, di bidang hiburan pamer kekayaan ,hedonis dan LGBT sudah jadi lumrah, apalagi di bidang ekonomi saling gencet dalam keputusan-keputusan krusial yang melibatkan rakyat, akhirnya banyak rakyat kecil yang menderita contoh harga minyak goreng yang belum reda betul harga dan distribusinya serta berjangkitnya penyakit mulut dan kuku  (PMK) yang diderita hewan ternak sapi sehingga memukul banyak para peternak hewan ini.

Ditambahnya adanya perilaku di beberapa institusi pendidikan baik di kampus, sekolah dan pesantren dengan adanya pelecehan seksual dari oknum dosen, guru, dan pengasuhnya kepada para murid dan santrinya, hal ini  seperti jadi noda hitam dalam cermin pendidikan nasional kita.

Dan terakhir penyunatan dana donasi oleh lembaga ACT (Aksi Cepat Tanggap) yang diinisiasi oknum pimpinannya untuk menggaji dan memperkaya dirinya sendiri, seperti menjadi berita petir di siang bolong. Kok bisa begitu perilaku manusia dengan teganya melakukan hal tercela seperti itu?

Sikap oknum pemimpin dan pengasuh pesantren yang membela anaknya yang diduga melakukan tindakan asusila , juga oknum guru, motivator dan dosen yang juga merasa tidak bersalah dengan kelakuan minusnya itu membuktikan mereka yang dianggap patron dan pagar pelindung malah memakan sendiri mereka yang seharusnya dilindungi. Kita perlu bertanya apakah kita kurang contoh dan figur yang bisa dipercaya sehingga aib ini terjadi, jangan-jangan  ini baru awal dari puncak gunung es?  

Sejalan dengan  yang diutarakan penceramah KH Hasbullah yang menjadi khotib sholat Idul Adha di Masjid Al Furqon di Bulevar Hijau, Bekasi, bahwa hewan kurban yang disembelih tidak akan sampai kepada Allah SWT namun ketakwaan yang akan mendapatkan keridhoanNya. 

Ada tiga pesan moral dari perayaan Idul Adha yaitu semangat totalitas patuh kepada Allah SWT seperti dicontohkan oleh Nabi Ibrahim AS bahwa anak hanya titipan seperti halnya dengan lainnya yaitu harta benda dan jabatan .

Pesan berikutnya memuliakan  manusia dengan tidak memandang remeh manusia lain karena kekayaan, jabatan dan kekuasaannya sehingga dengan mudah melecehkan dan menyakiti perasaan manusia yang pada dasarnya  bersaudara.

Dan pesan terakhir  sedekah kurban hanya simbol saja dari semangat berbagi sehingga bisa mengikis sikap ego dengan keserakahan menumpuk harta benda  dan lainnya secara tidak semestinya. Penyembelihan hewan kurban adalah simbol memotong sifat keserakahan dan nafsu yang seharusnya hanya dimiliki hewan yang diciptakanNya.

Menurut laporan ketua panitia ,Sukandar, ada 17 sapi dan 17 kambing menjadi hewan korban di masjid ini dan dibagikan ke lebih dari 5000 penerima yang berhak. Disamping itu Ketua DKM masjid, Zulkarnaen Jalal, juga menghimbau bantuan dan kerelaan umat untuk berpartisipasi dalam perluasan pembangunan Masjdi Al Furqon yang sudah diselesaikan sebesar 25 persen setelah pembangunan kurang lebih dua bulan.  

“God is the best doctor and Prayer is the best medicine” (Tuhan itu dokter yang terbaik dan berdoa adalah obat yang terbaik).

Semoga bermanfaat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun