Ketika orang kepercayaan Ibnu Sutowo bernama Tahir yang meninggalkan harta warisa senilai 76 juta dolar yang mengakibatkan para ahli warisnya saling bersengketa di pengadilan Singapura. pemerintah Indonesia mengajukan intervensi dengan mengklaim bahwa dana tersebut adalah hasil korupsi yang harus dikembalikan kepada pemerintah.
Maka terkuaklah bisik-bisik soal mega korupsi di Pertamina dan cerita kaum kaya tak bermoral Indonesia melalui perusahaan minyak nasional ini dan menjalani hidup di ala bangsawan di kota-kota Eropa dan Amerika. Tapi itu cerita 1970 hingga 80an.
Sekarang, ketika Pertamina yang produk hilirnya seperti oli pelumas, bahan bakar premium, pertamax dan solar di dalam negeri makin tersaingi oleh pompa bensin dan perusahaan asing. Tiba-tiba BUMN mengabarkan hendak memasang iklan di AC Milan dengan oli pelumas. Tak ada yang salah dalam beriklan sepanjang menaikkan image perusahaan dan mendongkrak penjualan. Sasaran penjualan yang disasar pertaminalah yang akan menentukan strategi iklan tersebut.
Namun, yang selalu membuat kita miris adalah Pertamina belum juga menjadi perusahaan raksasa nasional yang disegani di kawasan. Jangankan oleh kawasan, oleh negara sendiri saja dibonsai.
Blok Minyak di dalam negeri yang sudah habis masa kontraknya yang seharusnya menjadi hak negara dan didelegasikan kepada pertamina juga selalu dihalang-halangi dengan alasan perusahaan ini tidak mampu. Blok Mahakam adalah contoh paling anyar. Dulu, Blok Cepu yang didarat saja tidak diberikan kepada Pertamina.
Akhirnya, pasal 33 Konstitusi kita harus segera diingatkan kembali. Soal iklan tadi, ya jangan sampai iklan ini menghangatkan Milan namun membakar sia-sia uang rakyat yang ditaruh di Pertamina.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H