Mohon tunggu...
Iwan Nurdin
Iwan Nurdin Mohon Tunggu... -

Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA)-Jakarta. www.adisuara.blogspot.com www.kpa.or.id

Selanjutnya

Tutup

Politik

Perlu Berapa Banyak Korban TKI

12 November 2012   11:40 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:33 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Diperlukan berapa banyak lagi cerita tragis TKI untuk membuat negara lebih peduli.

Telah lama pemerintah, membentuk Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) yang harapannya membuat penempatan dan perlindungan TKI kita di luar negeri menjadi terlindungi. Sayang, meski kerja bersama antara Kementerian Luar Negeri, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan BNP2TKI tak juga menurunkan cerita tragis TKI kita.

Mengapa hadirnya lembaga tersebut tidak juga membuat negeri jiran kita seperti Malaysia tidak juga menghargai dan memberi perlindungan kepada TKI. Padahal, tenaga kerja tersebut telah menyumbang perputaran roda ekonomi negara tersebut sehingga dapat terus berjalan.

Namun, masalah terbesar tetaplah disini, di dalam negeri, pemerintah sendiri belum melindungi TKI dengan baik sejak sebelum pemberangkatan. Perekrutan tenaga kerja informal di desa-desa melibatkan percaloan, perusahaan penyalur dan lembaga pendidikan yang akan menyalurkan juga dipenuhi dengan pemalsuan, penipuan dan pemerasan. Sementara penegakan hukum dalam soal ini sangat minim. Jadilah praktek perdagangan manusia tersebut terus berjalan.

Sebagian besar, TKI informal adalah penduduk produktif pedesaan (sebagian besar perempuan) yang telah kehilangan kesempatan mendapatkan pendidikan, kesehatan dan ketarampilan yang baik akibat telah lama hidup dalam keluarga buruh tani dan petani gurem. Disanalah akar masalah utamanya.

Mereka merayap keluar negeri dan terserap sebagai tenaga kerja untuk jenis pekerjaan informal di perkebunan, rumah tangga, konstruksi. Para pekerja informal inipun sangat rentan untuk mendapatkan perlakuan yang buruk. Sebab, dikirim kepada negara yang tidak banyak mempunyai regulasi yang melindungi PRT seperti libur, standar upah. Bahkan, banyak yang ditahan pasportnya oleh majikan.

Salah satu solusi yang terbaik untuk negara semacam ini, negara yang tidak melindungi TKI informal seperti PRT sebaiknya memang tidak dikirim TKI informal, sebelum terjadi pembenahan peraturan dan perjanjian antara kedua negara. Perusahaan yg masih melakukan pengiriman illegal harus dihukum dengan sangat berat.
Namun, seperti pepatah lama, ada gula ada semut. Tak mungkin menghentikan tindak kejahatan jika lapangan kerja tidak tersedia dengan baik.

Cara yang jitu menyelesaikan supply  masyarakat pedesaan tersebut adalah melakukan reforma agraria. Aneh kan kalau tanah-tanah di negara kita diperuntukkan bagi investor termasuk investor malaysia untuk membangun sawit sementara rakyat kita dijadikan buruh perkebunan bahkan hingga ke malaysia sana. Sementara, investasi tersebut mengakibatkan petani kecil dan masyarakat menjadi buruh tani dan buruh perkebunan skala besar.

Selama ini investasi disarankan agar ada lapangan kerja dan alih teknologi. Dua hal ini sesungguhnya tidak terjadi dalam investasi perkebunan. Sebab, alih teknologi apa yang hendak dibuat dalam perkebunan sebab petani kita telah ahli bertani sejak dulu. Menciptakan lapangan kerja juga terasa ironi, sebab petani dan masyarakat justru kehilangan tanah mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun