Mohon tunggu...
Iwan Nurdin
Iwan Nurdin Mohon Tunggu... -

Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA)-Jakarta. www.adisuara.blogspot.com www.kpa.or.id

Selanjutnya

Tutup

Politik

Saya Suka Situs Porno. Apa Masalahnya?

16 Februari 2010   15:53 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:54 676
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ah, lama-lama kentut keras-keras pun akan diharamkan sama pak menteri ini", demikian gerutuan saya pada salah satu tulisan kawan kompasioners yang membahas topik ini. Meski saya tahu kentut keras ataupun halus di muka umum akan mempermalukan diri sendiri dan sudah pasti tidak sopan.

Kalau tidak setuju RPM berarti kamu setuju dong soal pornografi di internet. Gundulmu, pikirku. Memangnya, kalau gak suka sambel berarti suka rasa asin, kalau gak suka pahit berarti suka rasa manis. Sedikit sekali pilihan-pilihannya, bahkan lebih sedikit dari soal multiple choice a la ujian nasional he he he. Kalau gak suka RPM kok dituduh ikut-ikutan suka mengunduh situs porno. Oke, kalaupun saya suka mengunjungi situs porno apa masalahnya?

Masalahnya ada anak-anak sekolah mengakses internet tetapi hanya membuka situs porno, juga ada banyak pelacuran terselubung dan penjualan perempuan dan anak lewat internet. Selain itu, ada banyak kejahatan-kejahatan lainnya dalam dunia internet. Oke, apa tidak sebaiknya hal-hal yang demikian diatur saja dalam sebuah UU. Atau jangan-jangan sudah diatur dengan jelas oleh UU yang ada, seperti  UU yang diributkan dulu itu lo, UU tentang pornograpi dan pornoaksi. Atau sudah diatur ketat oleh UU ITE. Bukankah UU itu sudah membuat banyak korban tak bersalah, kok mau ditambah lagi.

Mengapa peraturan model begini, yakni peraturan yang membatasi hak-hak warga harus diatur melalui UU? Sebab, secara proses sebuah UU mensyaratkan adanya sebuah Naskah Akademik, mensyaratkan partisipasi publik lewat proses dengar pendapat dan sosialisasi dengan berbagai pemangku kepentingan. Selain itu, kalaupun sudah disahkan, jika dianggap melanggar hak-hak konstitusi warga bisa kita bawa ke Mahkamah Konstitusi untuk diuji melalui Judicial Review.

Kalau memang sudah ada UU-nya, mengapa pula harus ada RPM? Saya kira ini momentum pertemuan kepentingan antara pihak yang suka sekali adanya polisi susila di tanah air dan kepentingan orang yang pingin sekali menangkap pihak-pihak yang mengkritik pemerintah. Masa sih? Namanya juga saya kira. Kira-kira begitu nggak ya?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun