[caption id="attachment_71686" align="alignright" width="300" caption="Ilustrasi/Admin (Kompas/Wisnu Widiantoro)"][/caption] TNI sedang mendata kembali semua assetnya. Agar pencatatan tersebut berhasil maka perlu diteruskan dengan penertiban. Kelak, asset tersebut bisa didayagunakan kembali. Walhasil, para penghuni rumah-rumah dinas perumahan non dinas di atas tanah tentara yang sebagian besar pensiunan, janda tentara dan anak keturunannya diusir sebab dinilai tidak lagi berhak meninggali rumah tersebut. Banyak yang prihatin dengan persoalan ini, saya diantaranya. Saya tidak tahu persis apalah Markas Besar TNI sebelum melakukan penertiban telah melakukan pendataan penghuni dengan benar. Sebab, di media massa banyak dikabarkan bahwa para pensiunan dan janda pensiunan menjadi korban yang dipindahpaksakan. Jadi, bukan hanya para penguni tak berhak atau keturunan kesekian dari para tentara. Ada beberapa soal disitu? pertama soal pencatatan dan penertiban asset. Tentara memeriksa kembali asset tanah mereka. Dalam aturannya, semua tanah yang dipakai oleh badan negara dan pemerintah akan dicatat sebagai hak pakai. di atas hak pakai tersebut dibangun perumahan bagi para tentara. Karena itulah, para penghuni tidak bisa menaikkan statusnya menjadi Hak Milik. Tapi, ada juga yang bisa mendapatkan Hak Milik, lo. Mohon diperiksa, banyak kompleks perwira dalam perumahan tersebut telah berubah menjadi Hak Milik. Tentu saja dengan melakukan akrobat hukum pertanahan antara orang dalam tentara dan BPN. Kedepan, pola pembangunan perumahan semacam ini tidak bisa diteruskan. Mabes TNI sebaiknya membangun rumah yang memungkinkan anggotanya meningkatkan status menjadi Hak Milik. Soal kedua, Mabes TNI membutuhkan tanah untuk keperluan yang meningkat. Sebaiknya, pemerintah turun tangan. Tidak bisa dibenarkan Markas Besar TNI mencari tanah untuk dirinya sendiri. Dan, salahsatu yang paling mudah dilakukan oleh tentara adalah memeriksa semua asset Hak Pakai yang dimiliki oleh tentara. Ketiga, pihak markas tentara tidak berani melakukan pelepasan asset kepada para pemakai lahan jika tidak mendapatkan persetujuan dari bendahara negara (menteri keuangan) sebab bisa dituduh korupsi. Keempat, kalaupun diperbolehkan oleh menteri keuangan, para pensiunan tidak akan mampu membayar harga pelepasan tersebut. Nah, kalau sudah begini. Mari dipikirken caranya pak SBY. Saya sih cuman bisa omong doang :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H