Bagi warga kota Malang pada tahun 1980an atau sebelumnya, tentu sangat mengenal bioskop Kelud. Â Bioskop Kelud dikenal sebagai bioskop yang tiket masuknya murah meriah. Â Di zaman itu, bioskop menjadi hiburan paling umum, selain TV. Â
Tidak seperti sekarang, pilihan hiburan sangat banyak. Â Dengan gadged, semua hiburan atau hobi, aneka kebutuhan untuk gaya hidup tersedia. Â Jaman itu, hiburan masih sangat jarang, dan cenderung bersifat massal. Â Bioskop menjadi pilihan.
Malang, dengan iklim yang sejuk dan dingin, seperti bulan-bulan saat ini; sangatlah nyaman. Kalau malam hari keluar rumah, kondisinya mirip dengan kesejukan negara-negara sub tropika empat musim. Seperti saat ini, suhu sore hingga malam hari berkisar 16 hingga 20 derajad. Apalagi zaman tahun 1970an, pasti suhunya 2 hingga 3 derajat lebih dingin.
Malang sebagai kota penddikan, memiliki populasi mahasiswa sangat banyak sejak zaman dulu. Bioskop Kelud menjadi hiburan paling populer bagi mahasiswa.Â
Tidak heran, bioskop Kelud menjadi tempat bertemu para mahasiswa di sela-sela waktu kesibukan tugas kuliah. Kalau sekarang mahasiswa nongkrongnya di warung/kafe, ngopi, sambil main gadget atau laptop-an. Â Dulu itu, tidak dikenal istilah 'nongkrong'; yang ada pokoknya ketemuan, termauk di Kelud ini, selesai langsung pulang.
Bioskop Kelud terletak di jalan Kelud, dekat perempatan jalan Kawi-Arjuno. Lokasinya sangat mudah dijangkau oleh kendaraan umum dari mana saja. Jaman dulu, dekat perempatan Kawi itu, memang sudah berjajar angkot untuk mengantar pulang pengunjung bioskop setelah tayangan film berakhir
Bioskop Kelud bisa menampung sedikitnya 1000 penonton. Â Haah..banyak sekali, mungkin pembaca terkejut. Â Bioskop ini berukuran kurang lebih 30x35 m, tanpa atap... he..he. Â Jangan heran, kalau hujan.. ya penontonnya bubar, kabur atau menepi mencari tempat bernaung. Â Karena itu Kelud disebut bioskop misbar... artinya gerimis bubar.Â
Itulah mengapa, tempat duduknya cukup terbuat dari balok kayu berjajar. Â Jadi penonton harus terus menggeser pantat agar tidak terasa sakit sepanjang pemutaran film. Â Ada pula penonton yang suka membawa tikar sendiri, bisa lesehan, sambil makan minum.
Dibagian belakang, memang ada balkon dua lantai, ini untuk pengunjung klas... anggap sebagai VIP. Â Balkon adalah bangunan baru, dekat tempat proyektor film diputar. Balkon ini memiliki atap, dengan kapasitas 10-20 persen daya tampung total. Tarif masuk bioskop Kelud di awal tahun 1980, sekitar 100 rupiah, dan parkir motor atau sepeda sekitar 25 rupiah. Tarif ini kurang lebih setara sekali makan pecel dan lauk ceplok.Â
Hari hari biasa, bioskop memutar dua film, yakni jam 19.00 dan 21.00. Untuk malam minggu ditambah jam tayang pukul 23.00. Penonton harus membawa jaket dingin untuk menahan suhu yang menggigil di malam hari.Â
Film yang mendapat antusias penonton adalah terutama film India, yang umumnya dengan jam putar hampir 2 jam. Sajian tarian India paling ditunggu penonton, tidak jarang penonton langsung 'melantai' menari di dekat layar bioskop. Atau saat, pemeran utama datang melawan penjahat, maka penonton riuh sambil bertepuk tangan. Pokoknya heboh..Ini yang kemudian ikut menghangatkan suasana dari dinginnya udara.
Mau tahu ukuran layarnya, hhmmm...sekitar 15 x 10m. Â Ini layaknya memutar home theater sendiri. Sound system bioskop pada jamannya sudah termasuk powerful atau 'berisik'. Bisa dibayangkan betapa berisiknya lingkungan di sekitar bioskop. Masyarakat di luar bisa mendengar sangat jelas film yang sedang diputar, meski tidak bisa melihat gambarnya.
Bioskop Kelud, kini tinggal memori. Kabarnya bioskop sudah ditutup sejak tahun 1994. Bekas kejayaan bioskop Kelud masih tampak puing-puingnya. Bekas area bioskop sering digunakan untuk lahan parkir, atau untuk olah raga senam. Balkon dua lantai sepertinya dijadikan bengkel.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H