Mohon tunggu...
Iwan Nugroho
Iwan Nugroho Mohon Tunggu... Dosen - Ingin berbagi manfaat

Memulai dari hal kecil atau ringan, mengajar di Universitas Widyagama Malang. http://widyagama.ac.id/iwan-nugroho/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Setiap Zaman Ada Bencana, Tidak Perlu Panik

28 Juni 2020   18:22 Diperbarui: 30 Juni 2020   07:53 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

A leader is one who knows the way, goes the way, and shows the way.   -John C. Maxwell

Sudah lebih dua bulan lebih, kita semua merasakan dampak pandemi COVID-19.  Kita mulai membiasakan pikiran, hati dan perhatian dengan kondisi sekarang.  

Pemerintah terus menjalankan fungsinya untuk menekan penyebaran virus, sementara warga masyarakat mulai memahami pentingnya mematuhi protokol kesehatan agar terhindar dari virus mematikan ini.

Kita tidak tahu kapan bencana ini berakhir, mungkin satu tahun, mungkin dua tahun, atau lebih.  Semua berharap ini semua akan selesai secepatnya.

Setiap jaman ada saja cobaannya, ada wabah tertentu, ada bencana alam, atau pagebluk lainnya.  Bencana pandemi COVID-19 ini memang sangat unik. Kalau bencana lainnya, cara menguatkannya adalah membangun kebersamaan secara fisik.  

Manusia saling silaturahim, bertemu, berkumpul, kita bertemu muka untuk saling menguatkan.  Bencana COVID-19 ini, cara memulihkannya justru dengan tidak saling ketemu.

Tapi, yaitu, untungnya, sekali lagi untungnya, sekarang ada teknologi untuk membuat setiap manusia bertemu melalui media sosial.

Ibu saya cerita, bencana COVID-19 ini cukup menakutkan, membuat kuatir. Ibu merasakan perasaan takut ini mirip dengan kejadian tahun 1965, ketika banyak pembunuhan saat G30S pada tahun 1965 dan setelahnya.

Sekali lagi setiap zaman, selalu ada bencana. Saya melihat sendiri bagaimana bencana gempa di Yogya tahun 2006 meluluh lantakkan bangunan, rumah, dan lahan. 

Sebelum itu, tahun 1998 juga ada krisis atau kekacauan yang menganggu keamanan akibat pergantian kepemimpinan nasional.

Setelah itu, kondisi ekonomi masuk krisis. Saya sempat ikut antri BBM, sulit mencari susu bubuk karena langka.  Setelah itu, konflik dan gangguan keamanan terjadi di Maluku, juga Kalimantan.

Masih banyak bencana lain, seperti banjir tahunan di Jakarta, longsor di beberapa daerah; yang menciptakan perasaan takut, cemas dan beban pikiran masyarakat.  

Belum lagi gangguan keamanan lokal, mungkin karena demo, kelompok bersenjata, atau ulah preman.  Itu semua mengganggu kenyamanan kehidupan, menciptakan ketakutan, membuat kehidupan tidak pasti, mungkin ekonomi juga terganggu.

Menghadapi pandemi COVID-19 in, seyogyanya menggunakan pikiran yang jernih dan reaksi yang wajar, lebih tepatnya sebaiknya ditanggapi secara efisien. Apa yang telah disampaikan pemerintah, melalui berbagai regulasi dan protokol kesehatan, sebaiknya dipatuhi.

Kita ambil sisi positif dari aturan menjaga jarak, keluar rumah seperlunya, menggunakan masker, mencuci tangan dan menjaga kesehatan.

Sudah lebih dua bulan ini pandemi berjalan, kiranya perasaan panik atau cemas, harusnya sudah berganti dengan nikmat.

Maksudnya, mulai menikmati keadaan ini. Mengambil hal-hal positif dari tinggal di rumah, nikmatnya bekerja di rumah, atau lebih banyak belajar di rumah, menikmati kehidupan keluarga.

Saya pahami bahwa pandemi COVID-19 telah banyak merubah irama kehidupan, bahkan mulai memberi dampak penurunan aktivitas ekonomi pada sektor-sektor tertentu. Gejala penurunan pertumbuhan ekonomi dan indikator makro lain telah banyak dikemukakan.  

Mungkin usaha bisnis tertentu menurun omsetnya, bahkan tutup dan memberhentikan karyawannya.  Ini menjadi tanggungjawab berat para manajer atau leader organisasi bisnis tertentu.

Tapi saya yakin, para manajer itu pasti menemukan jalan keluar.  Manajer atau leader yang baik pasti mampu memaknai pandemi ini secara lahir atau bathin.

Ini semua adalah bagian dari bencana, kesulitan dan cobaan yang harus dihadapi. Karakter kepemimpinan sedang diuji. Ini akan menjadi amal jariah para pemimpin yang amanah, sabar dan senantiasa berorientasi kepada manfaat orang banyak.  

Sebaliknya pemimpin yang reaktif, panik atau kemrungsung (tidak tenang) justru memperburuk kinerja organisasinya. Panik menciptakan keputusan keliru, keluar biaya banyak dan tidak manfaat.

Para leader harus mampu menyikapi pandemi ini dengan efisien.  Segala potensi bisnisnya dianalisis, mana-mana hal yang menurun, yang menjadi sumber kelemahan akibat pandemi, dan menyusun alternatif-alternatif langkah agar mampu bertahan. Ini bukan kondisi normal, ini adalah kondisi krisis.

Sense of crisis perlu dibangun di dalam organisasi.  Mampu membedakan aktifitas mana yang perlu dan tidak perlu, mana yang prioritas dan yang bisa ditunda.   

Malang, 28/6/2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun