Mohon tunggu...
Iwan Nugroho
Iwan Nugroho Mohon Tunggu... Dosen - Ingin berbagi manfaat

Memulai dari hal kecil atau ringan, mengajar di Universitas Widyagama Malang. http://widyagama.ac.id/iwan-nugroho/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cinta dan Maaf adalah Solusi

25 Juni 2017   01:17 Diperbarui: 25 Juni 2017   02:55 455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Masjid Annur, kota Batu, koleksi pribadi)

Never forget the three powerful resources you always have available to you: love, prayer, and forgiveness.  H. Jackson Brown, Jr.

Hari esok umat muslim merayakan lebaran.  Mereka sudah berpuasa selama sebulan di dasari iman dan mengharap keridhaan Allah SWT.  Sebulan itu setiap muslim telah menjalani puasa, dan ibadah lain sebagaimana diteladankan Rasulullah Muhammad.  Banyak diantara mereka bahkan mengeluarkan harta dan membelanjakan untuk keperluan membantu saudara muslim lain yang berpuasa  dan berlebaran.

Iman yang melandasi puasa mampu menggerakkan seseorang untuk beribadah, berkorban, atau membantu orang lain.  Selama sebulan itu, hati, pikir, sikap dan perilaku sedemikian tertata untuk menjalankan ibadah.  Iman mendasari lahirnya cinta kepada Allah dan RasulNya, sekaligus kepada sesama.   

Sebagaimana hadist: "Setiap amalan manusia adalah untuknya kecuali puasa, sebab ia hanyalah untukku dan Akulah yang akan memberikan ganjaran padanya secara langsung ". (HR Bukhari).  Ibadah puasa itu memang khusus.  Ibadah puasa seperti amalan batin, yang tidak seorangpun mengetahui kecuali Allah semata.   Ibadah lainnya seperti sholat, zakat, haji atau amalan lainnya bisa dilihat oleh orang lain.

Puasa bukan sekedar menahan makan dan minum tetapi juga, mengendalikan diri dari semua yang membatalkan puasa. Ibadah puasa harus dilakukan dengan hati ikhlas dan sungguh-sungguh.  Karena itu, puasa dapat menjadi ibadah untuk melatih hati, agar hati menjadi sabar, ikhlas, dan lapang.  Itulah hati yang benar-benar sehat dan bersih, karena di dalamnya ada iman dan cinta kepada Allah. 

Orang yang hatinya cinta kepada Allah berarti ia dekat dengan Allah, dan siap menjalankan perintah dan menjauhi laranganNya.  "Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang " (Ali Imron 31).  Itu dibuktikan dengan meneladani kehidupan Rasulullah, termasuk keluhuran akhlak nabi.

Orang yang cinta kepada Allah dan RasulNya berarti hatinya benar-benar bersih.  Hatinya selalu terjaga dari sifat tercela atau perbuatannya selalu jauh dari dosa.  Keduniaan yang penuh dosa dapat dihindari dengan berperilaku dan berakhlak meneladani Rasul. 

Namun, manusia tetap saja memiliki kelemahan atau kekhilafan.  Sekalipun ibadah puasa dan amalan lainnya sudah memenuhi, bisa saja dihinggapi sifat lupa atau membanggakan diri. Sifat ini sering menghinggapi orang-orang yang pandai, berpangkat, berpunya atau berilmu pengetahuan.   Sifat ini adalah penyakit hati, yang mementingkan keduniaan, dan cenderung meremehkan orang lain. 

Sahabat Abu Bakar pernah berperilaku demikian, ketika tidak memaafkan dan tidak memberi nafkah Misthah bin Utsatsah karena telah memfitnah keluarganya.  Namun seketika itu Rasul mengingatkan Abu Bakar untuk memaafkan dan kembali memberi nafkah Misthah bin Utsatsah.   

Memaafkan merupakan bagian dari akhlak mulia Rasulullah SAW.  Memaafkan adalah perwijudan cinta dan kasih yang mendasar, sekaligus menerima segala kelemahan manusia.  Memaafkan ini adalah ciri-ciri orang yang baik, dan tidak mudah bagi orang untuk melakukannya.  Memberi maaf yang tulus kepada sesama adalah suatu bentuk keikhlasan dan kelapangan hati, dilandasi cinta kepada Allah dan Rasul. 

Memaafkan dalam konteks kekinian adalah solusi bagi bangsa ini.  Bangsa ini memiliki potensi yang besar, orang-orangnya pandai dan hebat.  Namun kepintaran itu nampaknya tidak diposisikan untuk membangun sinergi kehidupan berbangsa.  Banyak orang tidak bisa mengendalikan diri, dengan melakukan ujaran kebencian, menghasut atau menyebar berita bohong.   Nampak sama sekali tidak ada rasa cinta dan kelembutan sebagaimana teladan akhlak Nabi. 

Dalam momen puasa dan Idul Fitri ini, hendaknya seluruh komponen bangsa dapat saling memaafkan secara tulus dan berlapang dada.  Perlu dikembangkan rasa cinta kepada sesama, saling menghargai, dan memahami kelemahan dan kelebihan masing-masing.   Energi positif saling memaafkan akan mampu membersihkan hati, dan melihat masa depan dengan lebih baik.   Insya Allah bangsa ini akan senantiasa dilindungi dan mendapat pertolongan dari Allah.

Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat (nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (An-Nuur: 22)

Selamat Idul Fitri 1438H.  Mohon Maaf Lahir dan Batin.

Malang, 25 Juni 2017.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun