Mohon tunggu...
Iwan Nugroho
Iwan Nugroho Mohon Tunggu... Dosen - Ingin berbagi manfaat

Memulai dari hal kecil atau ringan, mengajar di Universitas Widyagama Malang. http://widyagama.ac.id/iwan-nugroho/

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Memaknai Kebahagiaan Seorang Pemimpin

9 Maret 2017   22:52 Diperbarui: 10 Maret 2017   08:00 789
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://psychprofessionals.com.au

The way to achieve happiness is to try for perfection that is impossible to achieve, and spend the rest of your life trying to achieve it.  ― Winston S.Churchill

Tanggal 20 Maret nanti akan diperingati sebagai hari internasional kebahagiaan, atau International Day of Happiness, sejak tahun 2013, oleh PBB.  Peringatan ini menekankan agar setiap orang berbahagia, bebas dari kemiskinan, ketidak-adilan dan ancaman kerusakan lingkungan.

Namun tulisan ini, tidak membahas tema dari PBB itu.  Ini adalah tentang kebahagiaan lainnya, harkat kemanusiaan dan kepemimpinan. 

Dalam suatu kumpulan banyak orang, atau organisasi; tidak mudah menyatukan pendapat atau perilaku orang-orang.  Selalu saja ada yang berbeda, pikiran yang berlainan arah, atau kurang respon, dan perilaku yang tidak sejalan.  

Seorang pemimpin atau manajer di dalam organisasi bertugas memberikan arahan untuk menuju tujuan organisasi.  Berbagai pendapat atau pikiran yang berbeda ditampung, dijelaskan, disatukan dan diluruskan; paling tidak untuk menghasilkan persepsi yang sama.  Setelah itu, diajak berperilaku sama sesuai aturan atau kesepakatan.

Namun selalu saja masih ada yang tidak sama.  Saya sering mengalami hal tersebut di dalam bekerja.  Mengajak staf untuk mengikuti ketentuan organisasi selalu tidak mudah. Selalu saja ada yang tertinggal, lamban, berakibat kariernya tidak beranjak naik.  Pada akhirnya mereka itu,bila sudah benar-benar inskonstitusional, maka penegakan disiplin diberlakukan.

Keinginan yang berbeda

Setiap orang pada dasarnya memiliki perbedaan.  Di dalam rumah tanggapun bisa timbul perbedaan.  Ini sudah almiah.  Perbedaan ini sebenarnya sangat wajar didalam berbagai kumpulan orang.  Sekalipun organisasi memiliki ketentuan yang mengikat, tetap ada hal-hal yang tidak mampu diakomodasi.

Contoh paling mudah adalah dalam hal perbedaan keinginan.  Misalnya suatu lingkungan Rukun Tetangga (RT) merencanakan pergi berwisata.  Paling tidak ada dua kelompok besar. Pertama orang-orang yang sibuk mendiskusikan alternatif tujuan wisata. Kelompok ini tidak habis-habisnya rembugan mau pergi kemana, ada yang ingin wisata gunung, wisata pantai, wisata seni, atau wisata jarak dekat. Semua orang dalam kelompok pertama ramai dan heboh mengusulkan suatu tujuan wisata.

Kelompok kedua, merupakan kumpulan orang-orang yang tidakribut.  Mereka ini manut saja terhadap hasil keputusan pergi berwisata.  Mereka punya pandangan lebih mementingkan kebersamaan, dan manfaat lain pergi wisata.  Mereka ada rasa puas dan bahagia dengan pergi wisata bersama.

Hingga tiba saatnya, ketua RT memutuskan tempat tujuan dan jadwal berwisata.  Ketua RT menjalankan amanah kepemimpinan, yakni memutuskan, menjalankan dan mempertanggungjawabkannya.  Dari hasil keputusannya itu, beberapa orang dalam kelompok pertama tidak ikut dengan berbagai alasan termasuk kecewa.  Akhirnya program wisata berjalan lancar dan memuaskan peserta.

Kebahagiaan pemimpin

Bagi seseorang yang memegang amanah jabatan, selalu ada keinginan untuk memberikan yang terbaik kepada organisasi.  Ia melakukan langkah-langkah agar SDM, sarana/prasarana, dan manajemen dalam kondisi optimal.  Ia ingin SDM menjadi trampil, maju dan sejahtera.  Pemimpin menyediakan alat dan teknologi yang sesuai kebutuhan manajemen untuk maju. Jelasnya, pemimpin ingin membahagiakan semua orang dalam organisasi.

Dalam keadaan normal, keinginan pemimpin itu pasti jarang terpenuhi, karena selalu ada kendala yang membatasi.  Andai saja kendala teratasi, itu juga belum tentu memuaskan atau membahagiakan banyak orang.   

Bagaimana seorang pemimpin bisa merasakan kebahagiaan dalam menjalankan tugasnya.  Pertanyaan ini agak sulit menjawabnya.  Kebahagiaan itu terletak dihati.  Hati menjadi standar kebahagiaan seseorang, yang sifatnya sangat personal. Kalau hati seorang pemimpin merasa bahagia, belum tentu hal sama dirasakan anak buahnya. Demikian pula sebaliknya.  

Pemimpin yang ingin membahagiakan stafnya, adalah orang luar biasa.  Ia sinkronkan standar kebahagiaan pribadinya kepada orang lain.  Kalau jumlah anak buah atau stafnya dalam hitungan jari, mungkin kebahagiaan bisa dicapai.  Bagaimana kalau jumlah orang mencapai ratusan, ribuah bahkan jutaan.  Pemimpin tidak akan mampu memaksakan diri untuk memuaskan atau membahagiakan banyak orang.

Karena itu, bagi seorang pemimpin atau siapa saja, nikmati saja kebahagiaan apa adanya.  Anda paling tahu dan berhak menemukan kebahagiaan.  Bekerja sebaik mungkin sesuai ketentuan sekaligus menikmati dan berbahagia.  Presiden, pimpinan lembaga negara, Gubernur, ataupara CEO silakan menikmati kebahagiaan dalam kehidupan

Sementara rakyat atau warga umumnya juga harus menikmati kebahagiaan. Hidup dan bekerja sebaik mungkin untuk menghasilkan produktivitas.  Hidup harus memberi manfaat dan membahagiakan orang lain.   Jangan mengisi waktu hanya untuk mengeluh, menyalahkan, ujar kebencian, atau provokasi.  Mereka bisanya berpikir negatif dan provokatif.   Ini tanda-tanda orang yang tidak mampu, pemalas dan tidak bahagia.  Duhh... Jangan ikuti orang-orang yang tidak bahagia ini.  

Menjadi bahagia

Siapa saja, baik pemimpin atau orang umumnya berhak menemukan kebahagiaan. Ada beberapa cara untuk menjadi orang yang berbahagia.

  1. Hidup optimis dan memberi yang terbaik. Bahagia timbul dari pikiran positif.  Perlu membiasakan diri berada di lingkungan orang-orang yang berpikir positif.  Mereka ini umumnya orang yang optimis memandang masa depan.  Hidupnya penuh energi positif untuk memberi yang terbaik kepada lingkungannya.  Dalam pikiran mereka, berpikir negatif akan membuat kemunduran dan sia-sia belaka.
  2. Supel.  Sikap supel dan ramah membuat pikiran dinamis dan segar.  Sikap ini membuat seseorang memiliki lingkungan pergaulan yang luas.  Ia selalu punya teman dimanapun dan kapanpun.  Ia disenangi karena sifat rendah hati dan pandai menempatkan diri. Ini membuat hidupnya penuh kebahagiaan. Sebaliknya jangan menjadi orang yang kaku, keras atau suka menyerang.  Orang yang keras akan kesepian dan merana hidupnya.
  3. Menghargai.  Menghargai orang lain adalah wujud rasa syukur atas nikmat Allah.  Memandang orang lain dan sifat-sifat positifnya akan menambah persaudaraan dan silaturahim.  Ini adalah sumber ilmu pengetahuan dan sekaligus kebahagiaan. Lihatlah betapa bahagianya orang-orang berilmu, yang ada di pesantren,di Universitas atau di majelis-majelis ilmu. 

Kebahagiaan ada di hati, sungguh sederhana..nikmatilah kebahagiaan itu.  Saya yakin para pembaca adalah orang-orang yang berbahagia.

To be really happy and really safe, one ought to have at least two or three hobbies, and they must all be real.  Winston Churchill

Malang, 9 Maret 2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun