Mohon tunggu...
Iwan Nugroho
Iwan Nugroho Mohon Tunggu... Dosen - Ingin berbagi manfaat

Memulai dari hal kecil atau ringan, mengajar di Universitas Widyagama Malang. http://widyagama.ac.id/iwan-nugroho/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mendadak Jadi "Offroader" di Lautan Pasir Gunung Bromo

12 Februari 2017   23:28 Diperbarui: 23 Februari 2017   18:25 1577
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menyeberasi aliran sungai di Bromo (Koleksi pribadi)

Saya bersyukur berkesempatan untuk datang ke gunung Bromo atau berbagai tempat di wilayah Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TN BTS). Mungkin sudah lebih dari sepuluh kali sejak sepuluh tahun lalu (1, 2, 3).  Tempat ini memang selalu berkesan, mengagumkan dan indah.  Keindahannya tidak berubah, seolah memberi pesan kepada saya untuk datang dan datang lagi. 

Kemarin saya datang kembali ke gunung Bromo (11/2/2017).  Itu pun tidak terencana.  Ini atas usul mendadak salah seorang yang mengatakan belum pernah ke Bromo.  Tujuan utama kami adalah mengunjungi sekaligus menutup kegiatan KKN kampus Universitas Widyagama Malang, di desa Wringinanom, kecamatan Poncokusumo, kabupaten Malang.  Begitu kegiatan utama selesai.  Kami pun berangkat naik ke Bromo, yang berjarak tidak lebih dari 20 km.  Jarak dari desa ke gunung Bromo memang dekat, namun perlu sekitar 30 menit hingga lautan pasir, dengan jalannya berliku dan bergunung atau berbukit.

Kami lima belas orang naik ke gunung menggunakan tiga mobil jip hardtop.  Mobil jip sudah siap di lokasi KKN.  Karena mendadak, kami tidak mempersiapkan diri, umumnya menggunakan pakaian kantor tanpa jaket khusus.   Kami berangkat dari desa sekitar jam 12.30.

Perjalanan hingga melewati desa Ngadas aman-aman saja, dengan cuaca mendung tebal.  Driver bernama pak Arif bercerita banyak tentang Bromo dan lingkungan budaya dan alamnya.  Kebetulan pak Arif ini adalah ketua paguyuban jip Malang dengan anggota sekitar 250 jip.  Sebagaimana biasanya, setelah Ngadas jalurnya makin sempit, apalagi pas di punggung bukit di atas Ngadas.  Disini selalu ada rasa was-was karena di kiri atau kanan berupa jurang terjal.  Namun umumnya driver ke arah TN BTS umumnya sangat menguasai medan.

koleksi pribadi
koleksi pribadi
Sampai di Jemplang, yaitu tempat dimana ada pertigaan menuju Ranupane (ke arah pendakian Semeru) dan ke lautan pasir (ke arah gunung Bromo), udara mulai dingin dan gerimis.  Jalan menurun ke arah lautan pasir sudah halus oleh jalan beton beraspal, dibangun tiga tahun yang lalu.

Mendung di padang savana Bromo (koleksi pribadi)
Mendung di padang savana Bromo (koleksi pribadi)
Sampai di padang savana kami turun untuk menikmati pemandangan sekitar.  Suasana menghijau di bukit dan savana menciptakan pemandangan indah.  Ini menjadi kering saat kemarau.  Pak Arif tahu tempat-tempat terbaik di Bromo untuk memanjakan wisatawan.  Ini dimanfaatkan untuk berfoto, beraneka pose.  Kami diajari oleh pak Arif cara berfoto panorama dari gadget.  Teknik foto ini juga dipraktekkan saat wisata Merapi tahun 2015.

Gerimis mulai berganti menjadi hujan.  Kami pun bergegas naik mobil jip untuk melanjutkan perjalanan ke gunung Bromo.  Tiba-tiba pak Arif meminta saya untuk duduk di kursi driver, maksudnya untuk pegang setir dan mengemudi.  Haahh..saya kaget.  Antara ragu dan bimbang, juga kuatir.  Tanpa pikir panjang saya terima tawaran itu.

hujan deras (koleksi pribadi)
hujan deras (koleksi pribadi)
hujan deras di Bromo (koleksi pribadi)
hujan deras di Bromo (koleksi pribadi)
Kini kemudi sudah saya kendalikan didampingi oleh pak Arif.  Mobil berjalan tidak terlalu cepat sehingga tertinggal dengan dua rombongan lain.  Saya masih belum terbiasa mengganti gigi karena belum hafal posisi persenling.  Saat itu kondisinya hujan lebat, benar-benar lebat sehingga genangan air nampak menutup jalan.  Di tambah warna silau dari air genangan, membuat pandangan ke jalan makin kabur. 

Pak Arif bisa membaca kesulitan saya itu, sehingga beliau membantu menjadi navigator.  Kaca wiper juga tidak cepat menyapu kaca. Beberapa kali pak Arif ikut mengelap kaca mobil karena pengaruh uap embun.  Beberapa kali mobil bergoyang, melompat, menukik diiringi teriakan lima teman yang duduk di belakang.  Pak Arif beberapa kali minta kecepatan mobil ditambah, terutama saat melewati genangan.  Woww...teman-teman berteriak lebih kuat. 

Namun di belakang teriakan gembira itu, saya sebenarnya merasakan kekuatiran mereka.  Bagaimanapun saya masih pemula, tidak trampil seperti pak Arif.  Keselamatan penumpang tergantung dari pengemudinya.  Ini adalah bagian dari filosofi kepemimpinan.  Ilmu pengetahuan atau ketrampilan adalah bekal seorang pemimpin untuk memberikan perlindungan dan kebaikan.  Saya harus memastikan ini berjalan aman dan nyaman.

Kami masih setengah perjalanan di lautan pasir.  Hujan mulai reda. Pemandangan alam seolah senja bila melihat gelapnya permukaan pasir oleh hujan, namun masih bernuansa terang di udara langit.  Saya mulai menikmati menjadi offroader, mulai mengenali kopling dan rem, dan menguasai setir untuk menjelajah medan.  Teman-teman di belakang juga sudah mulai nyaman.

Tiba-tiba saja, dari jauh nampak dua mobil rombongan lain berjalan lambat.  Nampak mereka selolah menuruni lembah, beriringan bergantian, seolah menghilang.  Nampaknya semua normal-normal saja.  Namun, saya baru menyadari ketika melihat sisi kiri ke arah gunung bromo.  Berdebar hati seperti melihat aliran sungai, padahal hujan sudah reda berganti gerimis ringan. 

Arus aliran air bercampur pasir di Bromo (koleksi pribadi)
Arus aliran air bercampur pasir di Bromo (koleksi pribadi)
Menyeberasi aliran sungai di Bromo (Koleksi pribadi)
Menyeberasi aliran sungai di Bromo (Koleksi pribadi)
Baru kali ini melihat aliran air cukup deras di lautan pasir Bromo.  Ini adalah air bercampur tanah yang mengalir dari atas tebing, mirip banjir bandang, menuju sisi permukaan yang lebih rendah sebelah kanan.  Begitu mobil mendekati aliran itu, hati makin berdebar karena nampak lebar dan kedalaman aliran sungai dadakan itu.

Tugas saya belum berakhir, dan saya bertanggungjawab di kemudi.  Saya harus mampu melewati aliran sungai itu.  Beberapa orang ikut mengamati arus sungai sambil berteriak memandu.  Terus..terus ayukk, seru mereka.   Bismillah ..mobil saya kendalikan pelan turun ke sungai.  Mobil sedikit bergoyang ke kanan karena sambil membelok hingga sedikit menghujam keras ke tanah yang naik.  Saya lihat lebar sungai persis sama dengan panjang mobil.  Aliran air bercampur pasir mengalir di bawah mobil

Mobil sengaja berhenti dan tidak buru-buru naik, agar lebih nyaman.  Segera gas kemudian saya tekan kembali dengan keseimbangan kopling, untuk bergerak naik...pelan dan sedikit bergoyang lembut, naik ..naik terus hingga mobil parkir dalam keadaan safe, berdampingan dengan dua mobil rombongan.  Semua teman memberi aplaus sambil berseru dan berteriak.  Ada perasaan lega dan puas.  Alhamdulillah saya bisa.  

Perjalanan dilanjut untuk mendekat di gunung Bromo.  Kendali mobil saya serahkan ke pak Arif.  Bagi saya ini sudah lebih dari cukup, menjadi pengalaman yang sangat berharga,.. sekaligus berkesan dan luar biasa.  Sebelum ini saya juga sudah pernah naik motor bebek, juga naik motor trail, dalam kondisi berdebu saat musim kemarau.

lautan pasir Bromo (koleksi pribadi)
lautan pasir Bromo (koleksi pribadi)
lautan pasir Bromo (koleksi pribadi)
lautan pasir Bromo (koleksi pribadi)
Menurut pak Arif, setiap hujan lebat selalu meninggalkan bekas sungai-sungai dadakan itu.  Tempatnya juga berpindah-pindah, dengan kedalaman hingga 1 atau dua meter.  Saat kemarau, alur sungai itu hilang tertutup oleh pasir yang diterbangkan angin.  Alur sungai ini sangat membahayakan bagi wisatawan.  Sering terjadi kecelakaan dan korban meninggal atau luka, akibat tersungkur di alur sungai, khususnya oleh motor trail karena tidak menguasai medan.  Sementara untuk mobil jip umumnya lebih aman karena dikendarai oleh pengemudi lokal dan profesional.

bromo-offroad9-58a08a90b492735405f9a6b4.jpg
bromo-offroad9-58a08a90b492735405f9a6b4.jpg
Rombongan wisata Universitas Widyagama Malang (koleksi Pribadi)
Rombongan wisata Universitas Widyagama Malang (koleksi Pribadi)
****

Saat perjalanan pulang, pak Arif mengajak petualangan yang lebih sensasional.  Ini juga belum pernah kami alami sebelumnya.  Mobil-mobil rombongan kami diajak menerjang genangan air di sekitar padang savana.  Tentu ini bukan saya yang mengemudi.  Ini harus dilakukan oleh pengemudi yang terlatih..  Ini mirip dengan wisata Merapi.  Bedanya kalau di Merapi, mobil masuk ke sungai yang disiapkan batu koral.  Sementarai di Bromo ini adalah genangan air alami dengan tanah berlumpur bercampur dengan rerumputan.

Sensasi offroad Bromo (koleksi pribadi)
Sensasi offroad Bromo (koleksi pribadi)
Sensasi offroad (koleksi pribadi)
Sensasi offroad (koleksi pribadi)
Sensasi offroad di Bromo (koleksi pribadi)
Sensasi offroad di Bromo (koleksi pribadi)
Mobil dengan kecepatan sekitar 50 km per jam dipacu di atas genangan air.  Oleh terjangan roda mobil, air naik hingga di atas mobil dan menutup kaca sehingga mengganggu pandangan.  Terjangan membuat mobil seolah tergelincir ke kiri dan ke kanan.  Kami pun berteriak histeris dan gembira.  Kami melakukan sensasi offroad ini pada dua lokasi genangan yang cukup panjang, tentu dengan persiapan untuk pengambilan foto dan video.  Sementara di genangan lain kami lalui begitu saja.

Sungguh pengalaman yang luar biasa.

Malang, 12 Februari 2017

Penulis menulis buku:

  • Iwan Nugroho. 2011. Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan. Pustaka Pelajar, Yogyakarta. 362p. ISBN 978-602-9033-31-1
  • Iwan Nugroho dan Rokhmin Dahuri. 2012. Pembangunan Wilayah: Perspektif ekonomi, sosial dan lingkungan. Cetakan Ulang. Diterbitkan kembali oleh LP3ES, Jakarta. ISBN 979-3330-90-2
  • Iwan Nugroho dan Purnawan D Negara. 2015. Pengembangan Desa Melalui Ekowisata, diterbitkan oleh Era Adicitra Intermedia, Solo. 281 halaman. ISBN 978-602-1680-13-1
  • Iwan Nugroho. 2016. Kepemimpinan: Perpaduan Iman, Ilmu dan Akhlak. Pustaka Pelajar, Yogyakarta. 362p. ISBN 9786022296386 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun