“Good friends, good books, and a sleepy conscience: this is the ideal life.” ― Mark Twain
Hubungan antar kolega, bos-anak buah, rekanan, atau apapun perlu dijaga dan dipelihara. Umumnya, hubungan seperti ini cenderung formal, mengikuti aturan atau budaya organisasi. Sebenarnya hubungan tersebut dapat dijalin lebih baik, paling tidak mirip dengan hubungan keluarga, atau menciptakan hubungan persahabatan.
Hubungan kekeluargaan itu bisa diartikan sebagai saling mengenal lebih dekat kepada seseorang, personality dan keluarganya. Di kantor, bekerja bisa mencapai 40 jam seminggu atau lebih, waktu yang cukup untuk membangun kualitas hubungan. Hubungan ini bisa makin akrab dan menciptakan kesepahaman dan bermanfaat untuk membangun kerjasama dan meningkatkan produktivitas. Misalnya seorang karyawan punya hobi musik, maka ketrampilan itu dapat membuat hangat suasana di saat kantor punya acara tertentu. Contoh lain, seorang karyawan yang sakit, maka teman lain membantunya agar pekerjaannya selesai. Ketika ada keluarga yang sakit, maka teman kantor juga memahami kondisi tersebut, dan mampu mengkondisikan tugas kantor.
Hubungan kekeluargaan mirip dengan persahabatan. Kata sahabat ini menjadi simbol bagi kedekatan hubungan, mirip hubungan dalam keluarga. Hubungan persahabatan seolah tak bisa lepas, karena ada sesuatu yang kuat mengikat secara personal, misalnya kesamaan usia, kota asal, asal kampus, hobi, atau sifat personal lain yang sama.
Persahabatan ini dalam hubungan kantor sangat positif asal dijalankan dalam hal positif pula. Sebuah survei di Amerika (1) tentang pengaruh persahabatan di kantor, menunjukkan 67 persen responden menikmati pekerjaannya, dan 55 persen responden menyatakan kepuasan dan hasil kerja lebih baik. Persahabatan menciptakan kerjasama untuk menghasilkan produktivitas.
Sisi negatif persahabatan kantor
Namun demikian hubungan persahabatan kantor itu juga bisa berubah. Ada kalanya hubungan membaik, tapi bisa memburuk, naik turun seperti keimanan seseorang. Hal ini disebabkan kantor adalah ruang publik dengan karakter budaya organisasinya. Sementara persahabatan lebih dekat dengan hubungan pribadi. Keduanya bisa bertemu, juga sering tidak bisa dipertemukan.
Organisasi yang baik mampu mengantisipasi masuknya kepentingan persahabatan, atau hal-hal pribadi yang bisa mengganggu kepentingan organisasi. Hal negatif itu bisa mengganggu hak atau kewajiban, peluang kebocoran informasi, mufakat jahat atau perilaku bahaya moral lainnya. Karena itu, organisasi secara rutin melakukan rolling, mutasi atau tour of duty untuk mengurangi pengaruh buruk tersebut.
Organisasi tertentu bahkan melarang suami istri atau yang ada hubungan kekerabatan, bekerja di kantor yang sama. Kalaupun dibolehkan dengan ketentuan yang sangat ketat, misalnya tidak boleh menduduki jabatan tertentu; tunjangan keluarga, asuransi, bonus atau fasilitas hanya untuk suami saja. Hubungan keluarga atau persahabatan di kantor itu berpeluang menimbulkan penyalahgunaan wewenang (KKN).
Beberapa contoh persahabatan bisa berubah karena kebijakan kantor, misalnya salah seorang pindah tugas, promosi, atau dikenai sanksi. Kasus seperti ini banyak terjadi (1). Sebagai contoh dua orang saling bersahabat, keduanya sama-sama baik kinerjanya. Kantor mempromosikan hanya satu orang. Ini bisa mengganggu persahabatan bila seorang lainnya tidak ikhlas atau kecewa. Apalagi itu bekerja dalam satu unit kerja, teman yang promosi menjadi bos, waaoow .. bisa tidak produktif. Yang kecewa makin uring-uringan, terus mengeluh dan mengkritik, menjadi pengganggu dalam organisasi.
Dalam lingkungan persaingan bisnis yang makin kompetitif dan dinamis, yang konstan adalah perubahan itu sendiri, mengalahkan iman persahabatan. Budaya kerja organisasi dipaksa optimal terus menerus, sehingga memerlukan SDM baru yang lebih kompetitif untuk menggantikan orang-orang lama. Seleksi alami ini membuat persahabatan terganggu atau terputus. Ini juga akan mengecewakan beberapa orang yang gagal bersaing.
Membangun persahabatan sejati
Menemukan sahabat sejati di kantor sebenarnya mudah. Mereka adalah orang-orang yang senantiasa mensupport dan setia kapan, dimana, dan dalam keadaan apapun. Ketika ada teman promosi, ia ikut senang dan bersyukur. Justru ia bangga punya teman yang pangkatnya lebih tinggi, lebih cemerlang karirnya. Rasa syukurnya itu suatu saat akan terbayar oleh peluang karir lain, rejeki yang tidak terduga, kesehatan, atau keluarga yang bahagia.
Apapun yang terjadi, persahabatan adalah lebih utama dibanding karir atau jabatan. Persahabatan harus tetap terjalin ketika berbeda nasib, pangkat atau kedudukan. Atribut pangkat atau keduniaan itu juga tidak kekal. Tahun depan, atau tiga tahun lagi mungkin semua bisa berubah. Betapa bahagianya, saat pensiun mereka masih sehat dan saling silaturahim.
Bagaimana menjalin hubungan yang sejati dalam kantor
- Ikhlas. Hubungan persahabatan yang dilandasi keikhlasan menciptakan kekuatan. Kekuatan apa itu? Tiada lain adalah kekuatan menghadapi kenyataan. Orang yang ikhlas melihat dunia sangat indah, lebih berwarna, dipenuhi orang-orang yang berhasil dan orang yang belum berhasil termasuk dirinya. Itu semua sudah menjadi takdir yang wajib diterima.
- Bersikap lembut. Kelembutan membuat kesejukan dan kenyamanan. Orang yang lembut, katakan nasibnya belum baik, seperti logam mulia, akan selalu menjadi orang pilihan. Waktu yang mengantarkan nasib baik datang kepadanya. Menjadi bawahan yang lembut juga akan disenangi bos dan lingkungannya. Sebaliknya, bos yang lembut akan dicintai banyak orang. Mereka semua menjadi bersahabat.
- Peduli atau menghargai orang lain. Setiap orang memiliki kelemahan, juga punya kelebihan. Usahakan untuk memuji atau membicarakan kelebihan seseorang, dan menutup kelemahan atau aibnya. Sahabat yang memegang amanah jabatan, jangan hanya diberi kritikan atau gosip, tetapi harus dibantu dan didukung untuk menyelesaikan tugasnya. Persahabatan sebenarnya berisi kepedulian dan penghargaan.
- Adil. Memiliki sahabat di kantor tidak harus mengubah cara memperlakukan orang lain (2). Bagi seorang bos, tetap harus bersikap adil kepada anak buah, meski seorang di antaranya ada teman baik. Sebaliknya, anak buah tidak bisa memanfaatkan kawan bosnya meski hanya minta sedikit perhatian. Sikap dan perilaku proporsional harus tetap dipelihara di atas hubungan persahabatan. Hubungan persahabatan itu, justru dapat digunakan untuk saling memotivasi secara positif. Bos dapat berkata kepada temannya: “Saya malu punya anak buah seperti anda yang tidak bisa berprestasi”
Ya Allah, anugerahilah kami hati yang bisa mencintai teman-teman kami hanya karena mengharap keridhaan-Mu. Amin. (Ibnu Umar)
Malang, 8 Februari 2017
Penulis buku:
Iwan Nugroho. 2016. Kepemimpinan: Perpaduan Iman, Ilmu dan Akhlak. Pustaka Pelajar, Yogyakarta. 362p. ISBN 9786022296386
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H