"The nuances of your writing — word choice, sentence structure, references, and tone — are like interlocking puzzle pieces; they come together in your reader’s mind to create an image of you" (John Hall)
Seorang pemimpin seyogyanya perlu menguasai ketrampilan menulis. Alasannya sangat sederhana. Tulisan adalah bahasa universal berkomunikasi selain oral. Tulisan punya kekuatan yang luar biasa, yang memberi pengaruh kepada pembaca atau orang lain. Tulisan juga merupakan pembelajaran untuk siapa saja.
Tulisan mencerminkan karakter, profil, pikiran, visi, hasrat dan keinginan penulisnya. Kalau pemimpin mampu menulis, maka tulisannya menjadi tanda eksistensi kepemimpinannya, tidak hanya sekarang, tetapi juga hingga lintas batas waktu dan ruang.
Sebaliknya kalau pemimpin tidak mampu menulis, maka karakter pemimpin sulit dideskripsikan. Orang atau anggota organisasi sulit membaca visi pemimpin. Bisa jadi pemimpin dianggap sebagai orang yang tidak jelas, sulit ditebak pandangannya. Pemimpin demikian akan memerlukan energi yang besar untuk menyampaikan visi dan pikirannya. Ia mungkin perlu bantuan orang lain menyampaikan pikirannya, tidak bisa hadir langsung berhadapan dengan masyarakatnya. Orang yang dipengaruhinya juga sangat terbatas. Pengaruhnya juga cepat lenyap, dan segera dilupakan orang.Â
Harus disadari bahwa tidak semua pemimpin memiliki keterampilan menulis. Sebagaimana orang umumnya, juga banyak yang tidak tertarik dengan menulis.
Namun, seorang pemimpin tidak perlu berkecil hati. Ia dapat memperkuat kepemimpinan, dengan sungguh-sungguh belajar memahami karakter seorang penulis. Ia perlu memahami dan menguasai rukun iman penulis, yang meliputi mental, teknik, intelektual, membaca, gaul, dan ketabahan (lihat tulisan Khrisna Pabichara). Benar kan! Rukun iman itu sangat cocok dengan kebutuhan kepemimpinan.
Tulisan ini ingin mendalami postingan saya sebelumnya. Ada enam kelebihan pada diri seorang penulis, yang diuraikan dalam konteks untuk meningkatkan kepemimpinan. Kelebihan penulis itu sangat relevan dengan kepemimpinan.
Pertama, penguasaan teknologi. Pemimpin perlu menguasai teknologi dan aplikasi software tertentu. Makna dan manfaatnya sangat strategis. Teknologi sangat membantu memudahkan, mempercepat, dan akurasi untuk pengambilan keputusan. Yang paling dasar, misalnya, pemimpin perlu menguasai teknologi komputer dan software MS Excel. Saya sering mengajak orang untuk menguasai MS Excel, karena dapat memberi kerangka berpikir, data dasar, dan supporting system bagi kehidupan organisasi.
Pengetahuan tentang teknologi harus terus di-update. Kalaupun tidak tahu secara teknis, setidaknya harus menguasai ruang lingkup manfaat, fungsi dan mekanismenya. Hal ini penting agar pemimpin tidak gagal paham, tidak mudah ditipu, atau dipermainkan kepentingan tertentu yang mengganggu organisasi. Jangan sampai pemimpin gagal paham tentang misalnya UPS, USB, UHF, wifi, URL, USG. Penguasaan teknis teknologi seorang pemimpin, membentuk kepemimpinan transformasi. Konsep kepemimpinan yang memiliki pengaruh kuat dan menginspirasi dalam transfer nilai, pengetahuan, dan dapat mengawal perubahan dalam organisasi.
Kedua, kreatif dan cerdas. Kelebihan penulis dalam hal kreativitas dan kecerdasan perlu ditiru pemimpin. Kemampuan ini memandu pemimpin untuk mengembangkan ide atau isu. Penulis perlu terus meng-update informasi perihal ruang lingkup tugasnya, dan antisipasi perubahan ke depan. Ia harus berpikir visioner, menemukan inovasi misalnya, untuk lima tahun atau sepuluh tahun ke depan.
Pemimpin memahami masalah internal dan eksternal organisasi, dan berinovasi menemukan solusi yang orisinil, relevan atau baru. Kemampuan penguasaan teknologi dimanfaatkan untuk memetakan potensi, dan menempatkannya dalam level terdepan dalam bersaing (bencmarking) dan mencapai keunggulan. Jangan sampai pemimpin dipandang masyarakatnya sebagai orang masa lalu. Pikirannya senantiasa tertinggal dibanding perubahan lingkungan strategis.
Ketiga, mengembangkan konsep baru. Untuk mengembangkan ide, pemimpin perlu menguasai konsep sebagaimana yang biasa dilakukan penulis. Dengan rumusan konsep yang baik, maka ide, inovasi, atau perubahan akan dipahami secara mudah dan jelas. Pemimpin mampu menggunakan logika, atau alur pikir sebagai kerangka dasar penyusunan konsep. Konsep itu mencerminkan pemikiran pemimpin yang sistematik, runut dan jelas, dan menandakan penguasaan ruang lingkup.
Penguasaan konsep membuat pemimpin bekerja dengan efisien dan taktis, mengambil keputusan secara efektif. Pemimpin yang menguasai ruang lingkup, mampu membedakan kebutuhan rapat dan langsung eksekusi. Setelah eksekusi, dilanjutkan dengan monitoring dan evaluasi. Leadership dan proses manajerial dijalankan untuk mengawal mutu organisasi, dan perbaikan secara terus menerus (continuous improvement).
Keempat, determinasi menghadapi tekanan. Penulis bekerja berkejaran dengan waktu, hingga tulisan publish. Pemimpin juga sama, sering menghadapi tekanan untuk mengambil keputusan yang rigid waktu. Keputusannya harus berorientasi untuk memberi manfaat dan kemajuan kepada organisasi. Kecerdasan pemimpin penting untuk menganalisis permasalahan secara tepat. Ini menjadi bekal mengambil keputusan, disertai feeling dan keberanian, serta menghitung peluang resiko di belakangnya.
Pemimpin organisasi apapun, senantiasa berhadapan dengan cashflow, SDM dan sumber daya lainnya. Ia berani mengalokasikan sumber daya tersebut untuk hal-hal strategis, yang mungkin berisiko termasuk membahayakan posisinya. Risiko pemimpin yang mengawal perubahan ada dua, Pertama, ia berada dalam zona aman, dan ia ditelah waktu. Kehidupan organisasinya ada dalam bayang-bayang mimpi masa lalu, hingga meredup dalam penyesalan. Kedua, pemimpin bergerak menyongsong waktu dengan ide dan inovasi. Orang-orang dalam organisasi itu bergerak, yang mengendalikan waktu, hingga ia survive dan menjadi pemenang.
Kelima, persuasi dengan orang lain. Profesi menulis dan pemimpin adalah melayani untuk kepentingan pembaca dan orang lain. Pemimpin bekerja bukan untuk dirinya, tetapi untuk organisasi, orang-orang lain, dan kemajuan bangsanya. Kemampuan mengenali dan memahami orang lain dan lingkungannya, berguna untuk memetakan potensi dan menentukan ke mana organisasi dibawa.
Seorang pemimpin wajib melatih otak kanannya agar berfungsi optimal, untuk mengembangkan emosi dan spiritualnya agar dapat diterima oleh anggota organisasi. Penulis haruslah orang yang sabar, mampu mengendalikan dirinya dalam menghadapi apa dan siapapun. Pemimpin mengembangkan silaturahim untuk asah asih dan asuh, untuk mengembangkan nilai dan melakukan transfer knowledge.
Keenam, amal yang nyata. Sebuah tulisan yang positif, pada dasarnya memuat pembelajaran, mencerahkan dan mengispirasi. Ini adalah amalan nyata seorang penulis. Pemimpin perlu mencontoh hal tersebut. Pemimpin juga harus senantiasa memberi solusi, berkontribusi, memberi pengaruh positif dan membahagiakan. Pemimpin yang berkarakter produktif, bekerja sungguh-sungguh, mencintai tugasnya, akan dirindukan ditunggu-tunggu anak buahnya, sama seperti pembaca yang merindukan karya penulis yang dikaguminya. Anda jangan sampai bekerja dengan pemimpin yang jauh dari amal, seperti bakhil, eksklusif, atau berkata kasar. Masyarakat atau anggota organisasi akan babak belur dengan pemimpin yang menjengkelkan itu.
Pemimpin yang memberi manfaat nyata, akan menginspirasi organisasi, masyarakat dan bangsanya. Pemimpin akan dikenang karena membangun dan memajukan budaya, meningkatkan martabat kemanusiaan.
Malang, 21 Juli 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H