Mohon tunggu...
Iwan Nugroho
Iwan Nugroho Mohon Tunggu... Dosen - Ingin berbagi manfaat

Memulai dari hal kecil atau ringan, mengajar di Universitas Widyagama Malang. http://widyagama.ac.id/iwan-nugroho/

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Bisnis Bangkrut ala Dahlan Iskan

17 Februari 2016   08:23 Diperbarui: 17 Februari 2016   17:56 4171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

DI sering mengungkap dikotomi syari’at dan ma’rifat, bahkan itu menjadi menjadi trade mark DI.  Syari’at bagi seorang pengusaha adalah berani berinisiatif memulai usaha, mengambil peluang pasar, menjaga kepercayaan pelanggan, dan kinerja usahanya berkembang.  Syari’at itu menuntut seseorang untuk fokus dan konsisten agar ia benar-benar menguasai bisnis, mulai bahan baku, proses produksi, hingga segmen pasarnya.  Ia kenali kelebihan dan kekurangannya, dan berupaya sepenuhnya mengendalikan bisnis. Ia menguasai ilmu pengetahuan dan siasat perihal bisnis. Ia mampu mengendalikan diri tidak tergoda untuk ekspansi atau diversifikasi produk tanpa perhitungan matang.  Ia tidak mau berspekulasi terhadap hal-hal yang tidak dikuasai.

Dimana syari’at telah terpenuhi, maka seseorang telah menjadi master atau guru.  Perilaku hidup seorang master masuk level ma’rifat, orang yang berilmu, alim dan arif memandang kehidupan.  Pebisnis yang ma’rifat, memiliki ilmu, naluri, dan pemahaman bisnis.  Ini yang sudah dicapai oleh DI.  Tangan dinginnya merubah sesuatu menjadi lebih bermanfaat; sampah menjadi berkah, kain kumal menjadi kristal, dan gelas menjadi emas.   

Seseorang tidak bisa ujug-ujug menjadi ma’rifat.  Ia harus memenuhi syari’at dulu, melalui perjuangan, jatuh, bangkrut dan bangun.  Syari’at menjadi semacam latihan menempa diri, uji nyali, kalah nyacak menang nyacak.   Setiap tahapan syari’at penuh ujian, bila ia lulus, maka derajadnya naik, teruji lagi, terus naik.. hingga ia lulus masuk derajad ma’rifat.  Kalau sebelumnya ia masih tamtama, atau bintara, maka dapat naik menjadi perwira.  Kalau sebelumnya usaha bisnisnya masih di rumah, kemudian punya pabrik, punya ruko, maka kemudian punya hotel.  Kalau sebelumnya, seorang dosen masih asisten, maka ia naik menjadi lektor, terus ke guru besar.

Kepercayaan

DI dengan gamblang menjelaskan bahwa hidup tidak perlu modal uang.  Modal terpenting bagi pebisnis atau profesi lain adalah kepercayaan.  Kepercayaan lahir dari orang lain.  Orang lain percaya bahwa kita mau bekerja, mau membantu, bisa bekerja, jujur dan bertanggungjawab.  Itu semua tidak perlu modal uang. 

Kepercayaan itu seperti sedang memilih pemimpin.  Calon pemimpin yang dipercaya, kepadanya akan datang kesempatan, kemudahan, dan pertolongan, sehingga ia melenggang menjadi pemimpin.  Ia tidak perlu mati-matian mencari dukungan, lobi dan pendekatan.  Pebisnis pun demikian.  Pebisnis yang dipercaya akan dicari orang, rekanan, suplier dan pemerintah.  Uang dan kesempatan akan datang kepada orang yang dipercaya.  Orang mau titip barang di warung, order catering meningkat, karyawan tugas ke luar negeri, seseorang naik jabatan, adalah contoh-contoh kepercayaan kepada seseorang.  Kepercayaan melahirkan kegiatan, nilai tambah ekonomi dan kemanfaatan. 

Pebisnis mementingkan kepercayaan dibanding lainnya.  Ia yakin dengan kepercayaan dan kerja keras, kehidupannya menjadi mudah.  Jalan dimana ia berjuang selalu tersedia solusi.  Ia pantang mengeluh, manja, protes atau demo menuntut fasilitas atau kemudahan.  Keluhan atau protes itu justru mendatangkan ketidak-percayaan, tidak memenuhi syari’at.

Lembah Panderman, Malang, 17 Februari 2016

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun