Mohon tunggu...
Iwan Nugroho
Iwan Nugroho Mohon Tunggu... Dosen - Ingin berbagi manfaat

Memulai dari hal kecil atau ringan, mengajar di Universitas Widyagama Malang. http://widyagama.ac.id/iwan-nugroho/

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Wedang Gedang Wisata Merapi

29 Oktober 2015   07:59 Diperbarui: 29 Oktober 2015   07:59 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Koleksi pribadi"][/caption]Gunung Merapi dikenal sebagai gunung aktif yang sering meletus.   Gunung ini meletus setiap dua sampai lima tahun sekali.     Sejak tahun 1548, letusan  terjadi sebanyak 68 kali.  Letusan terakhir tahun 2010, tepatnya pada tanggal 5 November 2010 begitu dahsyat, sekaligus membuka pengetahuan kegunung-apian bagi masyarakat luas.  Material vulkanik dan awan panas menerjang dataran sekitarnya, merusak ladang, menghancurkan insfrastruktur dan pemukiman dan memakan korban jiwa dan harta benda.

Kini, sisa-sisa letusan, lahan yang masih gersang dan bekas pemukiman menjadi saksi sejarah Merapi.  Warga dan penduduk sekitarnya memanfaatkannya untuk tujuan wisataWisata yang dikemas dalam paduan travelling, pendidikan kegunung-apian, geologi, budaya dan petualangan dengan sensasi yang manantang.  Merapi, wedhus gembel, mbah Maridjan dan kisah-kisah legenda mewarnai obyek wisata lava Merapi.

Bagi pengunjung atau wisatawan, mencari info terkait wisata Merapi, sangat mudah ditemukan.  Di sepanjang jalan menuju Kaliurang, kabupaten Sleman, banyak ditemukan operator wisata yang siap melayani dengan kendaraan jeep offroad.  Di internet juga banyak tersedia layanan wisata Merapi.  Hotel-hotel di Kaliurang, Yogyakarta atau Magelang, siap memberi jasa layanan wisata Merapi.

Penulis juga mencoba paket wisata ini dalam rangka silaturahim Reuni Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, di Yogyakarta, 24 – 25 Oktober 2015.  Ini menjadi pengalaman yang menarik, dan sensasional, paling tidak bagi penulis.

[caption caption="googleearth"]

[/caption]Untuk travelling Merapi, wisatawan diminta mempersiapkan diri jam 04.15 (atau setelah Shubuh).  Kami sekitar 40 orang, di hotel, sudah siap dijemput oleh mobil jeep terbuka (memuat 4 orang).  Di kegelapan pagi itu, jeep membawa kami ke jalanan desa (offroad) naik menuju puncak Merapi.  Kami berpegangan ke body mobil menahan hentakan saat mobil melewati jalanan berbelok, berbatu atau terjal.  Meski udara tidak seberapa dingin, namun kuatnya angin cukup membuat tubuh sulit beradaptasi.  Karena itu pengunjung disarankan membawa jaket, masker atau topi.  Driver sesekali bercerita tentang obyek-obyek di sekitar perjalanan. 

Perjalanan berakhir di dusun Kaliadem dimana obyek Merapi berada.  Kaliadem adalah lokasi titik pemantauan Merapi dan jauh dari pemukiman.  Dusun Kaliadem masuk dalam Desa Kepuharjo, Cangkringan, Sleman. Ada dua tempat populer dalam wisata Merapi, yakni Kaliadem (sebalah barat) dan Kinahrejo (sebelah Timur).  Dua tempat itu berjarak sekitar 2 km, dipisahkan oleh kali Gendol.  Keduanya masuk kecamatan Cangkringan.  Desa Kinahrejo adalah tempat rumah Mbah Marijan, figur yang populer sebagai juru kunci gunung Merapi.   

[caption caption="koleksi pribadi"]

[/caption]Di Kaliadem, wisatawan dapat memuaskan diri dengan menikmati pemandangan puncak Merapi, matahari terbit dan bungker.  Jarak lokasi Kaliadem ke puncak Merapi sekitar 3 – 4 km.  Disini, dapat disaksikan betapa dahsyatnya kekuatan erupsi Merapi.  Tanah yang dipijak wisatawan adalah bekas aliran lava yang bersuhu 600 derajat.  Pemandangan masih nampak gersang, dan ini merupakan proses geologi untuk pembentukan tanah. Dengan waktu, proses kimia dan biologi berjalan menjadikan tanah layak bagi tanaman untuk tumbuh.  Batu-batu setinggi manusia, menyebar di dataran lembah ini, dikeluarkan dari kepundan Merapi. 

Di lokasi Kaliadem ini sangat menarik untuk tempat berfoto dengan mengabadikan puncak Merapi atau sunrise.  Para driver akan memandu pengambilan foto, trampil mengoperasikan kamera SLR atau gadget, sekaligus juga bercerita perihal Merapi dan lainnya. Pemandangan pagi itu begitu cerah, sehingga matahari muncul memerah dan utuh.  Luar biasa indahnya ciptaan Allah ini. 

Sedikit turun dari tempat kami semula, berdekatan dengan warung, terdapat sebuah bungker.  Inilah bungker yang sempat populer saat erupsi Merapi, dimana ditemukan dua korban meninggal akibat keganasan awan panas dan aliran lava.  Bungker ini adalah bangunan bawah tanah permanen seluas sekitar 30 m persegi, termasuk kamar mandi dan ruang oksigen.  Menurut pemandu, bungker hanya untuk emergency satu atau dua hari, dengan SOP yang ketat bagi para peneliti geologi.  Bungker hanya untuk perlindungan dari awan panas selama satu hari.  Bungker tidak untuk perlindungan dari letusan besar.  Jatuhnya korban 2 orang tahun 2010, adalah akibat masuknya lava ke bungker.  Korban tidak menutup rapat pintu sesuai SOP.  Kalaupun pintu ditutup, bungker tidak berfungsi menghadapi limpahan lava di atasnya yang bersuhu di atas 600 derajad.

[caption caption="koleksi pribadi"]

[/caption]Selesai dari bungker, wisatawan dapat mampir ke warung-warung untuk menikmati sajian minuman khas Merapi.  Apa itu? Ternyata wedang gedang. Minuman hangat ini adalah campuran jahe rempah dengan irisan pisang gepok.  Wedang gedang ini di lidah, ada perpaduan hangat dari jahe rempah, dan rasa dan aroma pisang yang khas.  Rasanya menyatu dan pas antara aroma jahe dan pisang.  Jahe sedap hangat dan pisang harum... ehmm.   Pokoknya pas hangat dan aromanya.  Cukup nikmat dan cocok untuk menghangatkan badan dalam udara pagi Merapi.  Jangan lupa pula nikmati gorengan hangat tahu isi atau pisang goreng.. woow.

[caption caption="koleksi pribadi"]

[/caption]Masih ada tiga tujuan wisata yang kami akan lalui.  Perjalanan berikutnya adalah menuju arah turun melalui sisi barat kali Gendol, yakni menikmati batu alien.  Kali Gendol adalah hulu kali Opak  yang menuju Yogyakarta.  Batu Alien, memang nama yang unik. Ini adalah batu setinggi dua meter, seluas lima meter persegi.  Batu ini berbentuk wajah manusia, menengadah membelakangi gunung Merapi.  Batu ini, konon muncul bersamaan dengan dimakamkannya mbah Marijan saat erupsi Merapi belum berhenti.  Posisi batu ini adalah segaris dengan makam mbah Maridjan di desa Kinahrejo.

Tujuan wisata berikutnya adalah rumah dimana dapat disaksikan sisa atau puing erupsi.  Posisinya lebih rendah lagi, dan bagian dari area pemukiman desa Kepuharjo. Rumah ini menjadi semacam prasasti atau saksi kedahsyatan erupsi Merapi.  Disini dapat disaksikan antara lain puing sepeda motor, gelas kaca yang meleleh, uang logam yang meleleh, dan tengkorak ternak sapi.  Material logam dan non logam ini hancur oleh awan panas yang oleh penduduk disebut sebagai wedus gembel, atau disebut aliran piroklastik.  Ada suatu keajaiban, yakni sebuah kitab suci AlQuran masih utuh dari dari awan panas.  Wallahu a’lam bishowab.

[caption caption="koleksi pribadi"]

[/caption]

[caption caption="koleksi pribadi"]

[/caption]

Tiba saatnya perjalanan ke tujuan wisata terakhir.  Driver bertanya: “Bapak mau basah-basahan?”.  Haaahh, pikir penulis.  Kami berempat masih belum paham pertanyaan tersebut, hingga akhirnya kami tiba di suatu jembatan sungai. Driver terus saja meluncur turun ke sungai dimana ada mobil jeep lain sudah berbasah-ria menerjang sungai itu.  Oh .. ini maksudnya.  Mobil kami pun racing, menerjang genangan air sungai.  Kami pun menikmati sensasi ini, berteriak mengikuti goncangan mobil ke kiri kanan, atau melompat.  Baju kami basah karena air sungai naik ke mobil jeep.  Kami pun senang dengan tantangan ini. Ini adalah sungai alami yang diisi dengan batu koral dari tempat lain, dan sengaja diberikan untuk memberi sensasi kepada wisatawan.  Batu koral berfungsi untuk meratakan permukaan sehingga lebih mudah dilalui oleh jeep, juga untuk mencegah gerusan erosi tanah.  Inilah penutup tujuan wisata Merapi.  

[caption caption="koleksi pribadi"]

[/caption][caption caption="koleksi pribadi"]
[/caption]Sungguh suatu pengalaman luar biasa.

Malang, Lembah Panderman, 29 Oktober 2015

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun