Mohon tunggu...
Iwan Nugroho
Iwan Nugroho Mohon Tunggu... Dosen - Ingin berbagi manfaat

Memulai dari hal kecil atau ringan, mengajar di Universitas Widyagama Malang. http://widyagama.ac.id/iwan-nugroho/

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Berkunjung ke pulau Sempu, Malang

31 Agustus 2015   07:43 Diperbarui: 31 Agustus 2015   07:43 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemandangan laguna sungguh indah.  Pasir putih pantai, air laut yang biru dan dipadu dengan vegetasi yang menghijau, membentuk komposisi warna yang indah.   Luas laguna sekitar 4 -5 ha, dengan kedalaman sekitar 2 m.  Penulis sejak awal tidak dapat melepas pandangan ke arah celah lubang karang dimana air laut melewati sehingga terjebak dan membentuk danau.  Celah itulah, yang seperti membuat hidup laguna ini.  Penulis juga mengamati tebing yang mengitari laguna, baik yang berupa karang pantai (yang menghadap ke laut) atau batuan.  Batuan kapur merupakan bahan induk tanah di pulau Sempu atau pegunungan Malang Selatan.  Geologi pembentukannya merupakan hasil angkatan dari dasar laut akibat desakan lempeng Australia terhadap lempeng Asia.

[caption caption="Penulis berpose dengan latar lautan India (koleksi pribadi)"]

[/caption][caption caption="Tebing karang, tempat favorit berfoto, menghadap laut bebas dan segara anakan (koleksi pribadi)"]
[/caption]Penulis sempat naik tebing karang yang menghadap laut Hindia.  Pemandangan disini luar biasa indah.  Nuansa kebiruan laut Hindia membuat takzub akan ciptaan Allah.  Hal sama juga saat mengarah ke laguna, yang wujudnya nampak makin utuh dan indah.  Di tebing ini menjadi tempat favorit berfoto, dan foto laguna di internet kebanyakan diambil dari posisi tebing tersebut.  Saat di tebing itu, ada sekitar 10 orang berdiri bersama penulis.  Tebing karang berwujud porus, atau berlubang. Hal ini berbahaya karena kemungkinan dapat runtuh akibat kelebihan beban

Di sekita laguna ditemukan satwa kera dan lutung.  Satwa ini umumnya turun untuk mengambil makanan atau sisa makanan yang dibawa pengunjung.   Di Laguna dapat ditemukan satwa air yakni udang lobster, ikan cucut, ikan karang, ikan mata bongkot, ikan layur, kerang, dan kepiting.  Terumbu Karang juga ditemukan, namun keberadaannya terancam oleh erosi dari jalur trekking, deterjen dan limbah atau sampah pengunjung.

[caption caption="Pengunjung sedang main bola (koleksi pribadi)"]

[/caption]Penulis dan mahasiswa Widyagama juga sempat berendam dan berenang di laguna, menggunakan pelampung.  Suhu air laut saat itu tidak terlalu dingin, sehingga membuat kami betah berlama-lama berendam atau terapung, sambil bercengkerama. Sementara itu pengunjung lain  semakin banyak yang datang, meramaikan laguna.  Mereka berasal dari Jakarta, Bandung, Yogyakarta dan Pasuruan, dan diantaranya sedang mempersiapkan tenda untuk menginap.  Tentu saja mereka semua berusia masih muda atau seumur mahasiswa. 

[caption caption="Perjalanan kembali, menyusuri tebing di atas laguna (koleksi pribadi)"]

[/caption] Sekitar jam 14.30 kami bersepakat untuk meninggalkan laguna.  Rute perjalanan adalah seperti saat keberangkatan.  Tetap diperlakukan kehati-hatian terutama menyusuri tebing di atas laguna.   Menurut pak Setyadi, pihak BKSDA membatasi dan mengendalikan rute trekking agar konservasi lingkungan tetap terpelihara.  Dengan membuka rute baru maka akan terjadi paparan yang lebih luas dan tidak diprediksi akibat perilaku pengunjung.  Dalam perjalanan kembali menuju Teluk Semut, perjalanan terasa lebih cepat, beban psikologis berkurang, hanya sekitar 90 menit.  Kami sempat berpapasan dengan pengunjung lainnya, rombongan anak muda, laki, perempuan.  Mereka ini tentu berniat untuk menginap di sekitar laguna.  Tiba di teluk Semut, kami menunggu perahu penjemput.

[caption caption="Rombongan menunggu kedatangan perahu penjemput, di teluk Semut (koleksi pribadi)"]

[/caption][caption caption="Pemandangan senja hari di perairan Sempu (koleksi pribadi)"]
[/caption]Selama perjalanan, hampir tidak jemu rasanya menikmati pemandangan alam, batuan, bukit, perairan, teluk dan laut.  Saat berperahu menuju pantai Sendang Bitu, pemandangan senja hari pun sangat eksotik.  Sinar matahari dari arah barat mengurai membentuk langit kemerahan dan memantul indah ke permukaan laut.  Suasananya sangat tenang dan sahdu, seiring kumandang adzan maghrib di Sendang Biru.

Malang, 31 Agustus 2014

follow @iwanuwg

Terimakasih disampaikan kepada bapak Reko (desa Sitiarjo) dan pak Setyadi (BKSDA resor Sempu), atas kerjasama dan bantuan menerima kunjungan penulis.

Penulis adalah penulis buku: 

  1. Iwan Nugroho.  2011. Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan.  Pustaka Pelajar, Yogyakarta. 362p.  ISBN 978-602-9033-31-1
  2. Iwan Nugroho dan Rokhmin Dahuri.  2012.  Pembangunan Wilayah: Perspektif ekonomi, sosial dan lingkungan.   Cetakan Ulang. Diterbitkan kembali oleh LP3ES, Jakarta (ISBN 979-3330-90-2) 
  3. Iwan Nugroho.  2013.  Budaya Akademik Dosen Profesional.  Era Adicitra Intermedia, Solo.  169p.  ISBN 978-979-8340-26-0 
  4. Iwan Nugroho dan Purnawan D Negara.  2015. Pengembangan Desa Melalui Ekowisata, diterbitkan oleh Era Adicitra Intermedia, Solo. 281 halaman.  ISBN 978-602-1680-13-1 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun