Mohon tunggu...
Iwan Nugroho
Iwan Nugroho Mohon Tunggu... Dosen - Ingin berbagi manfaat

Memulai dari hal kecil atau ringan, mengajar di Universitas Widyagama Malang. http://widyagama.ac.id/iwan-nugroho/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Eyang...

12 April 2013   13:30 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:19 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cerita berkaitan dengan hal-hal klenik, tahayul, keyakinan tertentu atau kepercayaan supranatural senantiasa menyegarkan dan menggegerkan.  Hal ini yang meramaikan berita infotainment akhir-akhir ini.  Berita ini sangat … sangat  heboh, bahkan melebihi dan menutup headline berita nasional lain.  Bahkan, berita perempat final liga Eropa lewat begitu saja.  Dalam forum tertentu, misal saat rapat, saat bercengkerama, ketika santai, atau saat mengajar, bila penulis celetuk nama Eyang, pasti suasana menjadi bergairah; menjadi gegap gempita menanggapinya.   Sajian berita dotcom tentang hal itu biasanya diramaikan dengan komentar-komentar yang juga gegap gempita. 

Fenomena Eyang memang begitu meresap ke masyarakat.  Hal ini sangat alamiah dan wajar.  Kehidupan dan keyakinan supranatural dan variasinya telah menjadi bagian kehidupan masyarakat, atau menurut pakar sudah menjadi budaya.  Dahulu pada tahun delapan puluhan, saat indekost sebagai mahasiswa, penulis sempat dimarahi pemilik warung karena membeli minyak tanah pada malam hari (bahan bakar kompor, untuk memasak air atau makanan).  Itu (membeli minyak tanah pada malam hari) pamali.  Mungkin larangan itu masih berlaku untuk beli (tabung) gas saat ini…pembaca lebih mengetahui.  Kabarnya membeli jarum jahit malam hari juga pamali..

Fenomena Eyang memang sedang membuka ruang diskusi tentang budaya kita sendiri.  Budaya kita itu dapat mempertontonkan, misal mencari hari baik, dilarang keluar rumah saat senja, berobat ke alternatif, percaya ke sosok tertentu, memiliki jimat/keris, jamasan, jailangkung, atau larangan bepergian di bulan tertentu.  Banyak pamali atau aturan tertentu hidup di dalam masyarakat dengan berbagai alasan rasionil atau irasionil.  Praktek aktivitas itu sejak dahulu mengisi dalam kehidupan.   Di jaman modern ini pun masih banyak yang menjalankannya.

Dampak fenomena Eyang memang luar biasa.  Eyang adalah sebutan untuk seorang tua, seusia setara kakek atau nenek, dengan berbagai kearifan dan kelembutan dan atribut positif lainnya.  Eyang juga merupakan sosok yang mencerahkan dan melindungi.  Dengan berita infotainment itu, kini ada gejala pergeseran atau memelesetkan profil Eyang.   Saat ini, bila ada orang yang menunjukkan sikap yang baik, kebapakan, ngayomi, segera saja diplesetkan dengan sebutan Eyang.  Seorang yang sudah berambut putih, yang sebelumnya disebut sesepuh, mulai diplesetkan eyang Sesepuh.  Sebelum ini ada sinetron yang mempopulerkan sebutan “kanjeng mami”, dan sudah berkembang di masyarakat, mungkin juga akan diplesetkan menjadi ‘eyang kanjeng mami’.  Hal ini nampaknya mulai membuat tidak nyaman eyang-eyang asli, atau eyang-eyang baru yang mulai menikmati dan memerankan eyang yang sebenarnya.

Ada seorang nenek yang baik hati, berperilaku santun dan rendah hati.  Hanya saja karena ia penjual bubur, … akhirnya dipanggil Eyang Bubur.

Semoga Allah memberikan hidayah dan menunjukkan jalan kebenaran kepada kita, senantiasa berpegang teguh pada Quran, Sunah dan teladan para sahabat.    Ya Allah ampuni dosa-dosa hambaMu ini.

Lembah Panderman, 12 April 2013

http://widyagama.ac.id/iwan-nugroho/

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun