Mohon tunggu...
Iwan Murtiono
Iwan Murtiono Mohon Tunggu... Lainnya - Google-YouTube project contractor

Pembela hak asasi dan demokrasi dengan bias sebagai orang Indonesia dalam memakai kacamata untuk melihat dunia, termasuk dalam memupuk demokrasi yang agak membingungkan antara demokrasi murni atau demokrasi a la Indonesia. Bahwa kita sering melihatnya dalam perspektif yang berbeda, karena demokrasi itu juga adalah sebuah karya kreatif dalam pembentukannya yang tidak pernah rampung, termasuk yang anti demokrasi juga tidak pernah lelah berusaha terus menguasai demi kepentingan sebagian kecil atau oligarki

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Konsekuensi Tanggung Jawab Media Sosial pada Korban

12 September 2024   21:52 Diperbarui: 13 September 2024   20:37 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tanggung Jawab Media Sosial dalam Kasus Berbahaya Facebook Feed untuk Minoritas

Di era komunikasi digital, platform seperti Facebook telah menjadi alat yang sangat kuat yang dapat membentuk opini publik dan memengaruhi jutaan orang. Namun, kekuatan ini bisa disalahgunakan, terutama oleh kandidat politik yang berusaha memperbesar narasi yang memecah belah, salah, dan merusak. Kasus klaim palsu tentang imigran Haiti yang mencuri hewan peliharaan di Springfield, Ohio, adalah contoh nyata bagaimana misinformasi dapat menyebar dengan cepat, merugikan komunitas yang termarjinalkan dan memperkuat stereotip berbahaya.

Sebuah postingan di Facebook yang secara salah mengklaim bahwa imigran Haiti mencuri dan memakan hewan peliharaan segera mendapat perhatian luas, meskipun tidak ada bukti yang kredibel untuk mendukung klaim tersebut. Apa yang dimulai sebagai rumor tak berdasar dengan cepat meningkat menjadi narasi viral, diperkuat oleh tokoh-tokoh politik seperti JD Vance dan Donald Trump. Keduanya menggunakan jangkauan besar platform tersebut untuk mengukuhkan ketakutan dan prasangka dari basis pendukung mereka. Narasi palsu ini tidak hanya menargetkan imigran Haiti tetapi juga memanfaatkan sentimen xenofobia, menciptakan ruang gema berbahaya di mana kebenaran selektif berkembang dan prasangka diperbesar.

Kasus ini menggambarkan bagaimana algoritma Facebook lebih mengutamakan keterlibatan daripada akurasi, dengan menyukai konten sensasional yang memicu reaksi emosional---ketakutan, kemarahan, dan kemarahan. Akibatnya, informasi palsu dapat menyebar dengan cepat dan mencapai jutaan pengguna sebelum dapat diperiksa atau dibantah. Meskipun polisi dan pejabat setempat di Springfield mengonfirmasi bahwa tidak ada laporan yang dapat dipercaya tentang insiden tersebut, kerusakan sudah terjadi. Komunitas Haiti, yang sudah rentan dan terpinggirkan, digambarkan sebagai berbahaya dan biadab di mata publik.

Peran Facebook dan CEO-nya, Mark Zuckerberg, dalam mengurangi kerusakan semacam ini sangat penting. Ketika misinformasi menyebar tanpa dikendalikan, itu menjadi lebih dari sekadar alat politik---itu menjadi senjata prasangka dan diskriminasi. Zuckerberg memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa platformnya tidak menjadi jalur bagi kerugian, terutama ketika menyangkut komunitas yang terpinggirkan. Kebijakan moderasi konten Facebook perlu diperkuat, dengan mekanisme yang lebih baik untuk dengan cepat mengidentifikasi dan menangani informasi palsu sebelum menyebar secara viral. Selain itu, platform tersebut harus berinvestasi dalam mempromosikan sumber informasi yang kredibel, terutama selama masa-masa sensitif seperti kampanye politik, di mana misinformasi dapat dengan mudah memanipulasi persepsi publik.

Selain penghapusan konten langsung atau pemeriksaan fakta, Facebook perlu menangani masalah yang lebih mendalam tentang bagaimana algoritmanya memperbesar narasi berbahaya. Pendekatan yang lebih transparan dan bertanggung jawab diperlukan, di mana platform tersebut mengambil langkah proaktif untuk mencegah penyebaran konten yang menyesatkan dan berbahaya. Ini dapat melibatkan kerja sama dengan organisasi masyarakat sipil, pemeriksa fakta, dan komunitas yang terkena dampak misinformasi untuk memastikan mereka memiliki suara dalam bagaimana platform beroperasi.

Bagi komunitas Haiti, kerusakan yang disebabkan oleh klaim palsu ini mungkin sulit untuk diperbaiki. Setelah diberi label sebagai "berbahaya" atau "kriminal," menjadi lebih sulit bagi mereka untuk melepaskan diri dari stigma, terlepas dari kebenaran yang ada. Dengan gagal mencegah penyebaran narasi berbahaya semacam itu, Facebook berperan dalam memperkuat rasisme sistemik dan xenofobia yang dihadapi oleh komunitas ini. Zuckerberg harus tidak hanya bertanggung jawab tetapi juga memimpin upaya untuk memperbaiki kepercayaan dan keamanan yang telah terkikis.

Dalam kesimpulannya, penyalahgunaan Facebook oleh kandidat politik untuk menyebarkan kebenaran selektif dan menciptakan prasangka terhadap komunitas seperti Haiti adalah contoh nyata bagaimana platform digital yang tidak diawasi dapat merugikan orang-orang nyata. Zuckerberg harus menangani masalah ini secara langsung, tidak hanya melalui moderasi konten yang lebih baik tetapi juga dengan memikirkan ulang bagaimana platformnya berfungsi secara keseluruhan. Taruhannya terlalu tinggi untuk dibiarkan---jika tidak dikendalikan, umpan berita Facebook bisa menjadi alat untuk menyebarkan kebencian dan perpecahan, bukan untuk mendorong dialog yang konstruktif dan terinformasi.

Permintaan Maaf dan Bantuan Mitigasi untuk Semua Korban

Apakah Zuckerberg dan Facebook perlu meminta maaf dan mengatasi kerusakan yang telah dilakukan kepada komunitas seperti hotline trauma atau bantuan psikologis untuk korban perundungan anak, serta untuk imigran Haiti dan minoritas lainnya, serta beberapa pemilih AS dan Hillary Clinton untuk membantu presiden terpilih yang radikal dan kacau? Karena apa pun yang dilakukan Zuckerberg dan Facebook sangat berdampak.

Mitigasi Bantuan Psikologis untuk Korban Perundungan Anak

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun