Mohon tunggu...
Iwan Murtiono
Iwan Murtiono Mohon Tunggu... Lainnya - Google-YouTube project contractor

Pembela hak asasi dan demokrasi dengan bias sebagai orang Indonesia dalam memakai kacamata untuk melihat dunia, termasuk dalam memupuk demokrasi yang agak membingungkan antara demokrasi murni atau demokrasi a la Indonesia. Bahwa kita sering melihatnya dalam perspektif yang berbeda, karena demokrasi itu juga adalah sebuah karya kreatif dalam pembentukannya yang tidak pernah rampung, termasuk yang anti demokrasi juga tidak pernah lelah berusaha terus menguasai demi kepentingan sebagian kecil atau oligarki

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Perang Melawan Teroris Tidak Ada Habisnya

1 September 2024   04:30 Diperbarui: 1 September 2024   04:31 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Upaya pemberantasan terorisme: perjuangan yang terus berlanjut melawan ISIS

Penggerebekan terbaru di Irak Barat yang menewaskan 15 anggota ISIS dan melukai tujuh personel AS menjadi pengingat nyata bahwa perang melawan terorisme masih terus berlangsung dan terus berkembang. Meskipun upaya signifikan telah dilakukan untuk membongkar jaringan ISIS, organisasi ini tetap tangguh dan terus menjadi ancaman bagi keamanan regional dan global.

Sejarah Kelam Kekhalifahan ISIS di Irak

ISIS (Islamic State of Iraq and Syria) mencapai puncak kekuasaannya antara tahun 2014 dan 2015. Pada saat itu, mereka berhasil menguasai wilayah yang sangat luas di Irak dan Suriah. Puncaknya, pada pertengahan tahun 2015, ISIS menguasai sekitar 90.800 hingga 110.000 kilometer persegi wilayah, termasuk kota-kota besar seperti Mosul di Irak dan Raqqa di Suriah, yang menjadi ibu kota de facto dari kekhalifahan yang mereka deklarasikan.

Di Irak, pada pertengahan tahun 2014, ISIS berhasil menguasai hampir sepertiga wilayah negara itu, termasuk Mosul, kota terbesar kedua di Irak, dan beberapa wilayah di provinsi Anbar. Selama periode ini, ISIS berusaha menerapkan aturan-aturan ekstremis mereka, melakukan eksekusi massal, dan menargetkan kelompok minoritas serta mereka yang dianggap tidak setia pada ideologi mereka.

Memilih ISIS atau Memanggil Kembali Penasehat Militer AS

Namun, setelah serangkaian operasi militer oleh koalisi internasional yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan upaya intensif dari pasukan Irak, wilayah kekuasaan ISIS mulai menyusut secara signifikan. Pada akhir tahun 2017, ISIS telah kehilangan hampir semua wilayah yang pernah mereka kuasai, dan pada 2019, kekhalifahan yang mereka deklarasikan secara resmi runtuh dengan jatuhnya benteng terakhir mereka di Baghouz, Suriah.

Keterlibatan Amerika Serikat dalam membantu Irak sangat penting, terutama setelah penarikan pasukan AS pada tahun 2011. Ketika pasukan AS ditarik, pemerintah Irak di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Nouri al-Maliki menghadapi tantangan besar, termasuk ketegangan sektarian antara mayoritas Syiah dan minoritas Sunni. Ketegangan ini diperburuk oleh kebijakan Maliki yang dianggap diskriminatif terhadap komunitas Sunni, yang sebelumnya mendominasi politik Irak di bawah Saddam Hussein.

Banyak warga Sunni merasa diasingkan dan tidak memiliki hak politik yang signifikan dalam pemerintahan pasca-Saddam. Ketidakpuasan ini membuat beberapa orang Sunni lebih terbuka terhadap ISIS, yang pada awalnya dipandang oleh sebagian orang sebagai kekuatan yang mampu melindungi kepentingan Sunni dan melawan dominasi pemerintah Syiah di Baghdad.

Ketika ISIS mulai merebut wilayah di Irak pada tahun 2014, banyak komunitas Sunni yang, karena merasa terpinggirkan dan kehilangan hak politik, tidak memberikan perlawanan yang kuat terhadap kelompok tersebut. ISIS kemudian memanfaatkan situasi ini untuk memperluas pengaruhnya di wilayah Sunni, mengklaim diri mereka sebagai pelindung kaum Sunni, meskipun pada kenyataannya mereka menerapkan kekuasaan brutal dan represif.

Dengan kemunculan ISIS, Irak menghadapi ancaman eksistensial, dan pemerintah Irak meminta bantuan internasional, termasuk dari Amerika Serikat. Keterlibatan kembali AS dalam bentuk serangan udara, dukungan intelijen, dan bantuan pelatihan untuk pasukan Irak sangat penting dalam menghentikan dan akhirnya membalikkan kemajuan ISIS. Tanpa bantuan ini, kemungkinan besar ISIS akan terus menguasai wilayah yang luas di Irak, dengan konsekuensi yang mengerikan bagi stabilitas regional dan global.

Jadi, penarikan awal AS dan kebijakan pemerintah Irak yang tidak inklusif terhadap minoritas Sunni berkontribusi pada kebangkitan ISIS. Namun, intervensi kembali AS memainkan peran krusial dalam melemahkan dan akhirnya mengalahkan ISIS di Irak.

Konteks Penggerebekan

Penggerebekan yang terjadi pada dini hari 29 Agustus ini merupakan operasi yang direncanakan dengan cermat, melibatkan kerja sama erat antara Komando Pusat AS (CENTCOM) dan Pasukan Keamanan Irak. Selama dua bulan, operasi ini melibatkan pengumpulan intelijen, pengawasan, dan perencanaan strategis yang akhirnya menghasilkan misi berisiko tinggi untuk melemahkan struktur kepemimpinan ISIS. Para militan ISIS yang menjadi target bukanlah sekadar prajurit biasa, melainkan tokoh kunci dalam organisasi yang bertanggung jawab atas serangan di Irak dan sekitarnya.

Pentingnya Strategis

Operasi ini menegaskan pentingnya kerja sama internasional dalam perang melawan terorisme. Kolaborasi antara pasukan AS dan Irak menunjukkan perlunya kekuatan bersama untuk menghadapi ancaman bersama. Penggerebekan ini bukan hanya tentang menghilangkan ancaman langsung; ini juga merupakan langkah strategis untuk mengganggu kemampuan ISIS dalam merencanakan dan melancarkan serangan di masa depan. Dengan menargetkan kepemimpinan, operasi ini bertujuan menciptakan efek berantai yang melemahkan kemampuan operasional organisasi tersebut.

Biaya Kemanusiaan

Meskipun operasi ini berhasil mencapai tujuan utamanya, itu dilakukan dengan biaya tertentu. Tujuh personel militer AS terluka selama penggerebekan, menyoroti risiko yang terlibat dalam misi berisiko tinggi semacam ini. Sifat cedera yang dialami---mulai dari yang terjadi selama pertempuran hingga yang disebabkan oleh jatuh---mencerminkan lingkungan intens dan tak terduga di mana operasi ini dilakukan. Untungnya, semua personel yang terluka dilaporkan dalam kondisi stabil, meskipun beberapa membutuhkan perawatan medis lebih lanjut.

Perjuangan yang Lebih Luas Melawan ISIS

Penggerebekan ini merupakan bagian dari kampanye yang lebih luas dan berkelanjutan untuk memberantas ISIS dari wilayah tersebut. Meskipun mengalami kerugian wilayah yang signifikan dan kematian beberapa pemimpin kunci, ISIS terus beradaptasi, menggunakan taktik gerilya, memanfaatkan sel tidur, dan memanfaatkan propaganda untuk mempertahankan pengaruhnya. Kehadiran 2.500 pasukan AS di Irak, yang terutama berada dalam misi pelatihan dan penasihat, adalah bukti dari sifat konflik yang berkelanjutan ini. Pasukan ini memainkan peran penting dalam memperkuat kemampuan militer Irak, memastikan bahwa negara tersebut tetap tangguh terhadap ancaman yang terus-menerus dari ISIS.

Melihat ke Depan

Penggerebekan yang sukses ini diberikan pernyataan pada tanggal 31/8/2024 pagi, yang menggambarkan betapa sengitnya dan betapa berbahayanya perlawanan militan teroris yang tentunya seperti biasa melakukan harakiri menggunakan 15 orang anggota ISIS yang jiwanya melayang ditukar dengan korban 7 tentara AS luka tembak, di daerah barat Irak. Hanya pasukan inti dari AS saja yang digunakan dalam penggerebekan rahasia ini hingga orang dalam atau pasukan dalam negeri Irak tidak dilibatkan dalam intelijen tetapi pada akhirnya diberikan juga informasi intelijen pada saat tembakan pertama penyerbuan, untuk mencegah kegagalan dari adanya kerjasama dan kebocoran intelijen. Jadi operasi gabungan hanya terjadi pada saat dimulainya penggerebekan, sehingga hanya ada 7 korban garda depan penyerbuan pertama dari pasukan AS saja. Target operasi AS ini adalah untuk mengeliminasi para pemimpin ISIS yang berpusat di provinsi Anbar, sehingga perlawanan yang paling sengit dan militan sudah diperkirakan. Tujuan AS dalam penyerbuan ini adalah untuk mencerai beraikan ISIS dan menurunkan tingkat militansi ISIS dan juga menurunkan kemampuan merencanakan, mengorganisasikan dan melakukan aksi terorisme pada penduduk sipil Irak, atau warga AS, warga sekutu dan warga partner Arab lainnya di sekitar Timur Tengah. Keberhasilan kali ini akan ditingkatkan dalam model kerjasama gabungan yang mengisyaratkan Irak untuk berusaha menjadi garda depan sekaligus yang melakukan inisiasi utama. Penasehat AS juga akan terus melatih dan mendorong kemajuan dari apa yang telah dicapai sekaligus memancing kemandirian dalam menghadapi tantangan yang masih ada dalam perang melawan ISIS. Seiring dengan berlangsungnya diskusi antara Amerika Serikat dan Irak mengenai peran masa depan pasukan militer internasional di negara tersebut, kebutuhan akan strategi yang berkelanjutan dan adaptif semakin jelas. Pengurangan kehadiran pasukan AS harus diimbangi dengan kebutuhan yang terus-menerus untuk mendukung pasukan Irak dalam upaya mereka mencegah kebangkitan kembali ISIS.

Jadi, penggerebekan di Irak Barat ini adalah pengingat kuat bahwa perang melawan terorisme belum berakhir. Ini menunjukkan efektivitas kolaborasi internasional, pentingnya menargetkan kepemimpinan dalam organisasi teroris, dan biaya kemanusiaan dari operasi semacam ini. Seiring dengan upaya komunitas global untuk menghadapi ancaman ISIS yang terus berkembang, operasi ini menjadi kemenangan sekaligus panggilan untuk tetap waspada dalam perjuangan yang terus berlanjut demi keamanan dan perdamaian.

Upaya Pemberantasan Terorisme di Indonesia

Di Indonesia, upaya pemberantasan terorisme juga menjadi prioritas utama pemerintah. Negara ini telah menghadapi ancaman dari kelompok-kelompok teroris lokal seperti Jemaah Islamiyah (JI) dan Mujahidin Indonesia Timur (MIT), yang terinspirasi oleh ISIS. Operasi penangkapan dan penindakan oleh Densus 88, unit anti-teror Kepolisian Indonesia, telah berhasil menggagalkan sejumlah rencana serangan dan menahan banyak anggota jaringan teroris.

Pemerintah Indonesia juga telah memperkuat upaya deradikalisasi, bekerja sama dengan masyarakat untuk mencegah penyebaran ideologi radikal. Melalui pendekatan yang komprehensif, termasuk pendidikan, dialog antar agama, dan program rehabilitasi bagi mantan teroris, Indonesia berupaya mengurangi akar penyebab terorisme dan mencegah radikalisasi lebih lanjut.

Selain itu, Indonesia aktif berkolaborasi dengan negara-negara lain dalam forum internasional untuk memerangi terorisme. Ini termasuk pertukaran intelijen, pelatihan militer, dan kerja sama di bidang keamanan. Usaha-usaha ini menunjukkan komitmen Indonesia untuk tidak hanya melindungi warganya sendiri tetapi juga berkontribusi dalam menjaga stabilitas kawasan Asia Tenggara dari ancaman terorisme global.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun