Pavel Durov, pendiri dan CEO aplikasi pesan Telegram, semakin menjadi sorotan publik setelah penangkapannya di Paris akhir pekan lalu. Tuduhan yang dihadapinya serius, termasuk dugaan bahwa platform yang ia ciptakan digunakan untuk aktivitas ilegal seperti perdagangan narkoba dan distribusi gambar pelecehan seksual terhadap anak.Â
Meskipun Telegram telah menyatakan bahwa mereka mematuhi hukum Uni Eropa dan bahwa moderasi konten mereka sudah "sesuai dengan standar industri dan terus meningkat," kasus ini menyoroti masalah yang lebih dalam terkait dengan cara Durov mengelola platformnya, yang mencerminkan sikap kurang peduli terhadap norma, etika, dan peraturan yang berlaku.
Seperti Elon Musk yang sering dikritik karena pendekatan serupa terhadap regulasi dan etika, Durov tampaknya lebih fokus pada kebebasan platform daripada tanggung jawab sosial yang menyertainya. Telegram, yang dikenal dengan enkripsi kuat dan kemampuan untuk mengadakan percakapan grup hingga 200.000 orang, telah menjadi tempat berkembang biak bagi misinformasi dan kegiatan ilegal. Meskipun enkripsi end-to-end adalah fitur penting untuk privasi, ketidakmampuan atau ketidakmauan Telegram untuk memoderasi konten secara efektif telah menimbulkan kekhawatiran yang mendalam.
Penangkapan Durov di Paris setelah tiba dari Azerbaijan adalah cerminan dari pendekatannya yang acuh tak acuh terhadap aturan dan norma. Dia dibebaskan setelah empat hari interogasi, namun diwajibkan membayar jaminan sebesar 5 juta euro dan melapor ke kantor polisi dua kali seminggu. Langkah ini, meskipun berat, adalah pengingat bahwa tidak ada yang kebal dari hukum, tidak peduli seberapa besar pengaruh mereka di dunia teknologi.
Durov, yang memiliki kewarganegaraan dari beberapa negara termasuk Rusia, Prancis, St. Kitts dan Nevis, serta Uni Emirat Arab, tampaknya memanfaatkan status globalnya untuk menghindari tanggung jawab. Dengan basis operasional yang tersebar di berbagai negara, ia mungkin merasa kebal terhadap peraturan lokal yang ketat. Namun, kasus ini menunjukkan bahwa sikap seperti itu pada akhirnya bisa membawa konsekuensi serius.
Meskipun Telegram mengklaim terus memperbaiki moderasi konten mereka, bukti-bukti menunjukkan bahwa platform ini masih menjadi tempat yang aman bagi penyebaran konten berbahaya. Sama seperti Musk yang sering kali mengabaikan norma sosial demi kebebasan berbicara, Durov tampaknya memilih untuk memprioritaskan kebebasan pengguna di atas keamanan dan kesejahteraan masyarakat.
Keputusan untuk memoderasi konten dengan lebih tegas tidak hanya penting dari perspektif hukum, tetapi juga merupakan kewajiban moral bagi setiap pemimpin teknologi. Seperti yang terlihat dalam kasus ini, ketidakpatuhan terhadap norma, etika, dan peraturan tidak hanya merusak reputasi perusahaan, tetapi juga bisa berujung pada masalah hukum yang serius.
Dengan dunia yang semakin terhubung dan tergantung pada platform digital, tanggung jawab yang menyertai pengelolaan platform ini tidak bisa dianggap remeh. Pavel Durov, seperti Elon Musk, harus menyadari bahwa mereka memiliki peran penting dalam menjaga keamanan dan kesejahteraan pengguna mereka, dan kegagalan untuk melakukannya bisa berakibat fatal, baik bagi perusahaan mereka maupun masyarakat luas.
Kesimpulan dari kasus Elon Musk dan Pavel Durov menunjukkan bahwa aturan, etika, dan norma harus diterapkan secara konsisten dan tegas untuk memastikan bahwa platform digital tidak hanya mendukung kebebasan berbicara, tetapi juga berkontribusi pada pembentukan masyarakat yang konstruktif, sehat, terbuka, modern, adil, dan demokratis.Â
Para pemimpin teknologi memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk memastikan bahwa platform mereka tidak disalahgunakan untuk menyebarkan informasi yang menyesatkan, memfasilitasi kegiatan ilegal, atau melanggar hak asasi manusia.Â
Dengan menegakkan regulasi yang kuat, memastikan transparansi, dan memprioritaskan keselamatan pengguna, kita dapat mencegah platform menjadi alat propaganda atau kejahatan, dan sebaliknya, menjadikannya sebagai sarana yang mendukung dialog yang sehat dan berkeadilan dalam masyarakat global.