Mohon tunggu...
Iwan Murtiono
Iwan Murtiono Mohon Tunggu... Lainnya - Google-YouTube project contractor

Pembela hak asasi dan demokrasi dengan bias sebagai orang Indonesia dalam memakai kacamata untuk melihat dunia, termasuk dalam memupuk demokrasi yang agak membingungkan antara demokrasi murni atau demokrasi a la Indonesia. Bahwa kita sering melihatnya dalam perspektif yang berbeda, karena demokrasi itu juga adalah sebuah karya kreatif dalam pembentukannya yang tidak pernah rampung, termasuk yang anti demokrasi juga tidak pernah lelah berusaha terus menguasai demi kepentingan sebagian kecil atau oligarki

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Elon Musk X Hatinya Makin Keras & Membeku

30 Agustus 2024   22:27 Diperbarui: 31 Agustus 2024   07:28 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Elon Musk Yang Hatinya Makin Keras Membeku Makin Jauh Dari Kedamaian

Sejak Elon Musk mengambil alih Twitter dan mengubah namanya menjadi X pada tahun 2022, platform ini semakin menonjolkan ketidakstabilan, terutama dalam hal moderasi konten dan netralitas politik. Meskipun Musk mengklaim sebagai pendukung kebebasan berbicara yang absolut, tindakannya justru menunjukkan bias yang sangat signifikan, terutama dalam mendukung kandidat Donald Trump. Hal ini tidak hanya melanggar prinsip netralitas yang seharusnya dipegang oleh sebuah platform sosial, tetapi juga menunjukkan ketidakpedulian terhadap isu-isu kesetaraan, khususnya yang berkaitan dengan hak-hak perempuan.

Ketidakstabilan X dan Moderasi yang Bias

Sejak Musk mengurangi moderasi di X dengan alasan bahwa moderasi adalah bentuk sensor, platform ini malah menjadi tempat yang semakin tidak terkendali, di mana konten yang mendukung Trump diutamakan, sementara suara-suara kritis atau informasi yang merugikan Trump ditekan. Salah satu contoh nyata adalah munculnya lebih dari 60 akun palsu di X yang menggunakan gambar wanita cantik dari Eropa, seperti Jerman dan Swedia, yang dicuri tanpa izin dari Instagram. Identitas wanita-wanita ini disalahgunakan untuk membuat akun-akun yang telah diverifikasi dengan tanda centang biru, yang biasanya menandakan keaslian dan kredibilitas. Akun-akun ini kemudian digunakan untuk membanjiri X dengan pesan-pesan yang mendukung Trump, khususnya dalam isu-isu kontroversial seperti anti-aborsi dan pembatasan hak perempuan atas tubuh mereka, bahkan dalam kasus kekerasan seksual.

Isu Kesetaraan Wanita yang Dilanggar

Fenomena ini mencerminkan pelanggaran terhadap kesetaraan gender dan hak asasi wanita. Penggunaan identitas wanita untuk tujuan politik tanpa persetujuan mereka bukan hanya merupakan pelanggaran privasi, tetapi juga merupakan bentuk eksploitasi yang sangat serius. Ini menunjukkan bagaimana wanita, dalam konteks patriarki, sering kali diperlakukan sebagai alat untuk mencapai tujuan politik, tanpa mempertimbangkan hak dan martabat mereka.

Mayoritas pembuat aturan dan pengadilan, yang masih didominasi oleh pria, sering kali memberlakukan kebijakan yang mengabaikan atau bahkan melanggar hak-hak wanita. Pola pikir patriarkal yang mengakar kuat dalam struktur kekuasaan ini tercermin dalam cara aturan-aturan tersebut dibuat dan diterapkan, termasuk dalam kasus moderasi konten di X. Dengan membiarkan konten yang merugikan hak-hak wanita menyebar bebas di platform, sementara menekan informasi yang bertentangan dengan agenda politik tertentu, X di bawah kepemimpinan Musk telah menunjukkan bias gender yang sangat merugikan.

Manipulasi dan Politisasi Situs Suci

Contoh lain dari bias politik yang diperlihatkan oleh X adalah insiden di mana platform tersebut menandai artikel dari National Public Radio (NPR) sebagai "spammy atau tidak aman." Artikel tersebut mengkritisi Trump yang menggunakan Pemakaman Nasional Arlington untuk keperluan kampanye politiknya, tindakan yang melanggar hukum federal. Arlington adalah tempat suci yang seharusnya bebas dari aktivitas politik, namun Trump dan timnya tetap memanfaatkannya untuk tujuan kampanye, meskipun sudah diperingatkan oleh petugas pemakaman.

Petugas tersebut, yang berusaha menjaga kesucian dan ketertiban di Arlington, mendekati tim kampanye Trump dan meminta mereka untuk menghentikan perekaman video kampanye. Namun, permintaan ini diabaikan, dan tim Trump terus melanjutkan perekaman, menunjukkan ketidakpedulian terhadap norma dan aturan yang berlaku. Ketika artikel NPR yang melaporkan kejadian ini diberi label sebagai "tidak aman" oleh X, ini semakin menunjukkan bagaimana platform tersebut digunakan sebagai alat propaganda untuk melindungi dan mendukung Trump, serta menekan informasi yang dapat merugikannya.

Kesimpulan

Ketidakstabilan X sebagai platform yang netral semakin nyata di bawah kepemimpinan Elon Musk. Pengurangan moderasi yang seharusnya bertujuan untuk meningkatkan kebebasan berbicara malah menciptakan lingkungan yang penuh dengan bias politik, terutama yang mendukung Trump. Penggunaan akun-akun palsu dengan identitas wanita yang dicuri, serta manipulasi informasi untuk mendukung agenda politik tertentu, menunjukkan bahwa X bukan lagi platform yang moderat, tetapi telah berubah menjadi alat propaganda yang berbahaya. Hal ini bukan hanya mengancam integritas informasi, tetapi juga merupakan pelanggaran serius terhadap hak-hak wanita dan prinsip-prinsip kesetaraan gender dalam masyarakat modern.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun