Mohon tunggu...
Iwan Murtiono
Iwan Murtiono Mohon Tunggu... Lainnya - Google-YouTube project contractor

Pembela hak asasi dan demokrasi dengan bias sebagai orang Indonesia dalam memakai kacamata untuk melihat dunia, termasuk dalam memupuk demokrasi yang agak membingungkan antara demokrasi murni atau demokrasi a la Indonesia. Bahwa kita sering melihatnya dalam perspektif yang berbeda, karena demokrasi itu juga adalah sebuah karya kreatif dalam pembentukannya yang tidak pernah rampung, termasuk yang anti demokrasi juga tidak pernah lelah berusaha terus menguasai demi kepentingan sebagian kecil atau oligarki

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Ambisi Xi Kuasai 9 Dash Line, Termasuk Laut Natuna

27 Agustus 2024   01:28 Diperbarui: 27 Agustus 2024   02:02 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

China, di bawah kepemimpinan Xi Jinping, tidak hanya berfokus pada ambisi teritorialnya di Asia, tetapi juga terlibat dalam konflik global yang lebih luas. Meskipun secara ekonomi China tampak menjaga jarak dengan Rusia, terutama dengan menolak menggunakan sistem perbankan SWIFT untuk menghindari sanksi internasional, langkah ini bukanlah bentuk penolakan terhadap agresi Rusia. Sebaliknya, keputusan tersebut lebih bertujuan untuk melindungi kepentingan perdagangan China dengan mitra-mitra besarnya seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa.

Keputusan China untuk tidak terlibat langsung dalam sanksi perbankan terhadap Rusia bukanlah tanda solidaritas dengan Ukraina, melainkan langkah strategis untuk menghindari tindakan balasan dari Barat yang bisa merusak perekonomian China. Anthony Blinken, Menteri Luar Negeri AS, telah beberapa kali memperingatkan Beijing bahwa akses perbankan China dapat dibatasi jika mereka mendukung Rusia secara terbuka. Ini mendorong China untuk mengambil langkah-langkah yang lebih cerdik dan tidak terlalu terlihat, tetapi tetap berperan dalam mendukung Rusia.

Salah satu langkah ini adalah dukungan militer rahasia. Setelah serangkaian perundingan antara pejabat tinggi militer China dan Rusia di Moskow, diumumkan adanya kerja sama militer yang semakin erat antara kedua negara. Laporan-laporan menunjukkan bahwa China telah mengirim personil Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) untuk membantu Rusia di medan perang Ukraina. Bukti-bukti foto dan laporan intelijen mengindikasikan adanya aktivitas militer China di wilayah tersebut, termasuk latihan baris-berbaris oleh tentara PLA yang tertangkap kamera selama kunjungan para pejabat militer China ke Rusia.

Langkah ini tidak hanya menunjukkan dukungan China terhadap Rusia dalam konflik Ukraina tetapi juga mencerminkan strategi jangka panjang China untuk membiasakan dunia internasional dengan ekspansi teritorial melalui kekuatan militer. Agenda ini diperkirakan akan mencapai puncaknya pada tahun 2027, ketika China berencana untuk mencaplok Taiwan. Xi Jinping tampaknya berusaha untuk menormalisasi tindakan pencaplokan di mata dunia, sehingga ketika China bergerak untuk mengambil alih Taiwan, reaksi internasional mungkin tidak akan sekeras yang diharapkan.

Namun, meskipun ada kerja sama militer ini, tidak semua berjalan mulus di lapangan. Tentara PLA yang bertugas di Ukraina dilaporkan mengalami perlakuan diskriminatif dari pasukan Rusia. Selain itu, mereka juga menghadapi ancaman serius dari drone FPV Ukraina, yang telah menyebabkan banyak korban jiwa dan cedera di pihak China. Bagi Xi Jinping, para tentara ini adalah alat yang siap dikorbankan demi ambisi geopolitiknya. Mereka dilatih dan dikirim ke medan perang bukan hanya untuk mendukung Rusia, tetapi juga untuk menguji dan memperkuat kemampuan China dalam menjalankan operasi militer besar-besaran yang mungkin akan digunakan untuk menginvasi Taiwan di masa depan.

Dengan keterlibatan ini, China semakin menunjukkan peran agresifnya dalam geopolitik global. Dukungan militernya terhadap Rusia, meskipun dilakukan secara diam-diam, memperjelas niat Xi Jinping untuk mengubah tatanan dunia yang ada, merusak prinsip-prinsip kedaulatan yang dilindungi oleh PBB, dan mempersiapkan dunia untuk menerima ekspansi China ke Taiwan tanpa perlawanan berarti. Upaya ini juga memperlihatkan bagaimana China, meskipun sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB dengan hak veto, bersedia merusak lembaga internasional tersebut demi memenuhi ambisi teritorialnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun