Mohon tunggu...
Iwan Murtiono
Iwan Murtiono Mohon Tunggu... Lainnya - Google-YouTube project contractor

Pembela hak asasi dan demokrasi dengan bias sebagai orang Indonesia dalam memakai kacamata untuk melihat dunia, termasuk dalam memupuk demokrasi yang agak membingungkan antara demokrasi murni atau demokrasi a la Indonesia. Bahwa kita sering melihatnya dalam perspektif yang berbeda, karena demokrasi itu juga adalah sebuah karya kreatif dalam pembentukannya yang tidak pernah rampung, termasuk yang anti demokrasi juga tidak pernah lelah berusaha terus menguasai demi kepentingan sebagian kecil atau oligarki

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Strategi dan Masa Depan Pelaku Perekonomian dalam Kemelut Inflasi

13 Agustus 2024   02:45 Diperbarui: 13 Agustus 2024   19:49 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika perekonomian global terus bergulat dengan tekanan inflasi, narasi mengenai strategi perusahaan dan perilaku konsumen akan tetap menjadi hal yang penting. Lanskap ekonomi yang terus berkembang menuntut keseimbangan yang cermat antara pengelolaan inflasi dan dukungan pertumbuhan ekonomi, sehingga memastikan bahwa perusahaan dan konsumen dapat menavigasi masa-masa sulit ini secara efektif.

PHK yang terjadi baru-baru ini di sektor teknologi adalah bagian dari narasi yang lebih luas terkait dengan kompleksitas inflasi, strategi perusahaan, dan perubahan perilaku konsumen yang berkembang pesat sejak pandemi. Banyak dari mereka yang terdampak PHK ini mencerminkan penurunan keuntungan perusahaan atau melemahnya konsumsi dan permintaan teknologi yang tidak lagi sekuat saat pandemi atau segera setelahnya. Pandemi ini memberikan bantuan pendapatan tambahan dari pemerintah kepada perusahaan dan individu, yang sebagian besar dibelanjakan pada produk-produk teknologi untuk mendukung kebutuhan kerja dari rumah. 

Meskipun hal ini sempat meningkatkan inflasi, situasi tersebut tidak meningkatkan produksi barang secara nyata, melainkan lebih banyak pada sektor jasa. Namun, lonjakan permintaan ini terbatas oleh kendala pengiriman yang lumpuh akibat kekurangan pekerja dan kendaraan yang tidak memadai untuk melayani peningkatan pembelian online. Akibatnya, rejeki nomplok dari inflasi ini tidak.

Jika inflasi ingin turun dengan cepat, perusahaan harus membiarkan margin keuntungannya menurun. Untuk mencapai hal ini diperlukan upaya terpadu untuk mengelola keuntungan yang tidak terkendali, memberi insentif pada investasi, dan mendorong praktik penetapan harga yang adil.

Inflasi dan Strategi Perusahaan: Dilema yang Menguntungkan

Pada bulan Juni 2024, Dana Moneter Internasional (IMF) memberikan perhatian pada aspek penting dari siklus inflasi saat ini: peran penting keuntungan perusahaan. Berbeda dengan periode inflasi sebelumnya, dimana biaya tenaga kerja merupakan faktor pendorong utama, inflasi saat ini dipicu oleh meningkatnya keuntungan perusahaan. 

Perusahaan, sebagai respons terhadap biaya produksi yang lebih tinggi, menaikkan harga untuk melindungi margin mereka. Dinamika ini juga diamini oleh Presiden ECB Christine Lagarde, yang mencatat keseimbangan yang harus dicapai oleh dunia usaha antara menjaga keuntungan dan mempertahankan loyalitas pelanggan di tengah gangguan rantai pasokan dan kemacetan produksi.

Tren ini menandai penyimpangan dari pola historis. Pada tahun 1970-an, inflasi didorong oleh biaya tenaga kerja, dan keuntungan perusahaan pun menurun. Saat ini, keuntungan menyumbang hampir 40% inflasi, sebuah perbedaan besar yang menyebabkan penurunan tajam dalam upah riil. Terkikisnya daya beli telah memaksa konsumen untuk beradaptasi, sehingga menyebabkan perubahan perilaku belanja yang mengubah lanskap perekonomian.

Sektor Teknologi: Dari Boom hingga Penyesuaian

Selama pandemi, sektor teknologi mengalami lonjakan permintaan karena pekerjaan jarak jauh, belanja online, dan hiburan digital menjadi kebutuhan. Peningkatan ini juga dipicu oleh paket stimulus pemerintah yang meningkatkan belanja konsumen, khususnya pada produk teknologi. Namun, seiring dengan memudarnya dampak langsung dari pandemi ini, permintaan terhadap produk-produk ini pun meningkat.

PHK yang terjadi baru-baru ini di industri teknologi dapat dilihat sebagai respons terhadap normalisasi ini. Ketika rantai pasokan menjadi stabil dan permintaan menurun, perusahaan-perusahaan yang telah berkembang pesat selama masa booming terpaksa melakukan kalibrasi ulang. Kalibrasi ulang ini merupakan bagian dari tren yang lebih luas di mana dunia usaha kini memprioritaskan "harga dibandingkan volume" untuk melindungi margin, sebuah strategi yang, meskipun efektif dalam jangka pendek, mungkin tidak mengatasi masalah mendasar berupa berkurangnya daya beli konsumen dan meningkatnya sensitivitas harga.

Perilaku Konsumen: Berburu Tawar-menawar di Dunia dengan Harga Tinggi

Menanggapi kenaikan harga, konsumen menjadi lebih sadar akan biaya, mengubah perilaku mereka ke arah mencari harga murah dan menghindari barang-barang berharga mahal. Perubahan ini telah meredakan tekanan inflasi, sebagaimana dibuktikan oleh survei yang menunjukkan penurunan ekspektasi belanja konsumen. Perusahaan-perusahaan besar, mulai dari Amazon hingga Yum Brands, telah melaporkan perubahan ini, yang mempunyai implikasi signifikan terhadap perekonomian yang lebih luas.

Meskipun inflasi melambat, terdapat kekhawatiran mengenai potensi risiko berkurangnya belanja konsumen terhadap pertumbuhan ekonomi. Ketika para pembuat kebijakan dan ekonom memantau tren ini dengan cermat, laporan inflasi dan penjualan ritel yang akan datang akan memberikan wawasan penting mengenai iklim perekonomian saat ini.

Menantikan: Memikirkan Kembali Respons Kebijakan

Seiring dengan terus berkembangnya perekonomian, semakin jelas bahwa respons tradisional terhadap inflasi, seperti menaikkan suku bunga, mungkin tidak cukup. IMF telah menyoroti keterbatasan pendekatan ini, khususnya dalam mengatasi kompresi margin yang dihadapi oleh perusahaan. Biaya pinjaman yang lebih tinggi dapat memperburuk risiko keuangan dan membatasi kemampuan perusahaan untuk menyerap kenaikan upah, sehingga semakin mempersulit pemulihan ekonomi.

Pendekatan inovatif, seperti yang terjadi di Spanyol dan Amerika Serikat, menawarkan strategi alternatif yang mungkin memberikan hasil lebih baik. Pendekatan multifaset Spanyol telah menghasilkan tingkat inflasi yang lebih rendah, sementara penerbitan Cadangan Minyak Strategis AS telah membantu memitigasi tekanan inflasi. Contoh-contoh ini menggarisbawahi perlunya penilaian ulang strategi kebijakan untuk menavigasi kompleksitas lingkungan perekonomian saat ini.

Dalam lanskap yang terus berkembang ini, penyesuaian sektor teknologi dan respons perekonomian yang lebih luas terhadap inflasi menyoroti keterkaitan yang rumit antara strategi perusahaan, perilaku konsumen, dan keputusan kebijakan. Ketika kita bergerak maju, pembelajaran dari periode ini kemungkinan besar akan membentuk masa depan kebijakan ekonomi dan strategi bisnis. Semua negara mempunyai dampak global, termasuk Indonesia, dimana dampak inflasi, strategi perusahaan, dan perubahan perilaku konsumen sangat terkait dengan kondisi ekonomi dan politik negara ini. Ketika Indonesia bersiap untuk menghadapi tantangan-tantangan ini, pemerintahan baru akan memainkan peran penting dalam membentuk arah negara ini.

Dampak Ekonomi terhadap Indonesia

  1. Inflasi dan Perilaku Konsumen: Indonesia, seperti banyak negara lain, telah mengalami tekanan inflasi, yang sebagian disebabkan oleh gangguan rantai pasokan global dan kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok. Tekanan-tekanan ini diperburuk oleh fakta bahwa Indonesia merupakan negara pengimpor banyak barang, sehingga rentan terhadap fluktuasi harga global, khususnya energi dan pangan.

Peningkatan keuntungan perusahaan secara global, seiring dengan kenaikan harga perusahaan untuk mempertahankan margin, berdampak langsung pada tingkat inflasi di Indonesia. Harga barang impor yang lebih tinggi dapat menyebabkan penurunan daya beli konsumen, dan hal ini sudah menjadi kekhawatiran di negara yang sebagian besar penduduknya hidup dekat dengan garis kemiskinan. Ketika konsumen beralih ke perilaku yang lebih sadar biaya, mungkin terjadi perlambatan permintaan domestik, yang pada gilirannya berdampak pada dunia usaha, terutama usaha kecil dan menengah (UKM) yang bergantung pada konsumsi lokal.

  1. Penyesuaian Sektor Teknologi: Perlambatan global di sektor teknologi dapat menimbulkan dampak beragam terhadap Indonesia. Di satu sisi, dunia teknologi di Indonesia telah berkembang pesat, didorong oleh investasi di bidang e-commerce, fintech, dan layanan digital. Namun, ketika raksasa teknologi global menghadapi PHK dan PHK, investasi pada startup teknologi dan infrastruktur digital di Indonesia mungkin akan berkurang.

Di sisi lain, penyesuaian sektor teknologi juga dapat memberikan peluang bagi Indonesia. Dengan berkurangnya skala perusahaan global, mungkin akan terjadi pergeseran ke arah solusi teknologi yang lebih regional atau terlokalisasi, yang dapat menguntungkan perusahaan-perusahaan Indonesia yang mampu beradaptasi dengan perubahan lanskap.

  1. Strategi Perusahaan dan Pertumbuhan Ekonomi: Strategi "harga melebihi volume" yang diterapkan secara global mungkin mempengaruhi cara perusahaan-perusahaan Indonesia beroperasi, terutama di sektor-sektor seperti ritel, manufaktur, dan jasa. Perusahaan mungkin fokus pada perlindungan margin keuntungan dibandingkan memperluas basis pelanggan, yang dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi jika tidak dikelola dengan hati-hati.

Selain itu, ketika perusahaan-perusahaan global menyesuaikan strategi penetapan harga mereka, Indonesia mungkin akan melihat adanya pergeseran dalam dinamika perdagangan. Misalnya, jika inflasi global mereda dan harga komoditas stabil, sektor-sektor Indonesia yang berorientasi ekspor, seperti minyak sawit, batu bara, dan tekstil, dapat memperoleh manfaat dari peningkatan permintaan atau menghadapi tantangan jika harga turun.

Peluang bagi Pemerintahan Baru

  1. Kebijakan Ekonomi dan Manajemen Inflasi: Pemerintahan yang baru terpilih di Indonesia perlu mengatasi tantangan ekonomi ini dengan pendekatan yang seimbang. Pengelolaan inflasi akan menjadi prioritas utama dan memerlukan koordinasi yang cermat antara kebijakan moneter (seperti penyesuaian suku bunga oleh Bank Indonesia) dan kebijakan fiskal (belanja pemerintah dan subsidi). Pemerintah mungkin perlu menerapkan program subsidi atau bantuan sosial yang ditargetkan untuk melindungi kelompok yang paling rentan dari dampak kenaikan harga.

  2. Investasi dalam Teknologi dan Inovasi Lokal: Untuk memitigasi dampak potensi perlambatan investasi teknologi global, pemerintahan baru dapat fokus pada pengembangan inovasi lokal dan mendukung ekosistem teknologi dalam negeri. Kebijakan yang mendorong kewirausahaan, meningkatkan infrastruktur digital, dan memberikan insentif bagi startup teknologi dapat membantu Indonesia mempertahankan momentum ekonomi digitalnya.

  3. Diversifikasi Perdagangan dan Ekonomi: Pemerintah mungkin juga memprioritaskan diversifikasi ekonomi untuk mengurangi ketergantungan pada pasar global yang bergejolak. Dengan berinvestasi di sektor-sektor seperti energi terbarukan, pariwisata, dan pertanian berkelanjutan, Indonesia dapat membangun perekonomian yang lebih tangguh dan tidak terlalu rentan terhadap guncangan eksternal. Strategi ini juga akan selaras dengan tren global menuju keberlanjutan dan dapat menarik investasi ramah lingkungan.

  4. Stabilitas Politik dan Kontinuitas Kebijakan: Stabilitas politik akan sangat penting bagi pemerintahan baru untuk menerapkan strategi-strategi ini secara efektif. Investor dan dunia usaha biasanya mencari lingkungan kebijakan yang dapat diprediksi dan konsisten. Jika pemerintahan baru dapat mempertahankan iklim politik yang stabil sambil melakukan reformasi yang mampu mengatasi tekanan inflasi jangka pendek dan pertumbuhan ekonomi jangka panjang, maka pemerintahan baru akan mendapatkan kepercayaan dari para pemangku kepentingan domestik dan internasional.

  5. Harapan Masyarakat dan Kesejahteraan Sosial: Pemerintahan baru juga perlu mengelola ekspektasi masyarakat. Karena inflasi berdampak pada upah riil dan daya beli, mungkin terdapat peningkatan permintaan terhadap layanan sosial, layanan kesehatan, dan pendidikan yang lebih baik. Mengatasi kebutuhan ini sambil menjaga disiplin fiskal akan menjadi tindakan penyeimbang yang rumit.

Versi Pendek: Menavigasi Lanskap Ekonomi yang Berkembang

Ketika tekanan inflasi terus mempengaruhi perekonomian global, interaksi antara strategi perusahaan dan perilaku konsumen tetap menjadi fokus penting. Tren terkini---yang ditandai dengan PHK besar-besaran di sektor teknologi dan perubahan kebiasaan konsumen---mencerminkan penyesuaian ekonomi yang lebih luas yang mencerminkan pola historis sekaligus menghadirkan tantangan baru.

Sektor teknologi, yang dulunya merupakan penerima manfaat dari permintaan yang didorong oleh pandemi dan stimulus pemerintah, kini menghadapi periode kalibrasi ulang. Perusahaan-perusahaan yang berekspansi dengan cepat selama masa boom kini mulai mengurangi pertumbuhannya, sebagai respons terhadap normalisasi permintaan dan kebutuhan untuk melindungi margin keuntungan. Penyesuaian ini menunjukkan adanya perubahan yang lebih luas dalam strategi perusahaan, dimana perusahaan memprioritaskan harga dibandingkan volume dalam menghadapi tekanan inflasi yang sedang berlangsung.

Perilaku konsumen juga telah berkembang, dengan meningkatnya kesadaran akan biaya dan pergeseran ke arah tawar-menawar yang berdampak pada pola pengeluaran. 

Perubahan ini telah berkontribusi pada meredanya inflasi, meskipun hal ini menimbulkan kekhawatiran mengenai potensi risiko terhadap pertumbuhan ekonomi. Respons tradisional terhadap inflasi, seperti kenaikan suku bunga, mungkin terbukti tidak cukup dalam mengatasi kompleksitas kondisi perekonomian saat ini. Pendekatan kebijakan yang inovatif, seperti yang terjadi di Spanyol dan Amerika Serikat, menawarkan strategi alternatif yang dapat mengatasi tantangan saat ini dengan lebih baik.

Bagi Indonesia, tren global ini mempunyai implikasi langsung. Negara ini menghadapi tekanan inflasi yang diperburuk oleh ketergantungannya pada barang-barang impor dan penyesuaian ekonomi yang lebih luas di sektor teknologi. Pemerintahan baru perlu mengadopsi pendekatan multifaset untuk mengelola inflasi, mendukung inovasi teknologi lokal, dan mendiversifikasi perekonomian untuk membangun ketahanan. Menyeimbangkan kebijakan ekonomi dengan kebutuhan kesejahteraan sosial akan sangat penting untuk menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan jangka panjang.

Singkatnya, seiring dengan penyesuaian perekonomian global terhadap realitas pasca pandemi, pembelajaran dari tren inflasi saat ini, strategi perusahaan, dan perilaku konsumen akan sangat penting dalam membentuk kebijakan ekonomi dan praktik bisnis di masa depan. Bagi Indonesia, perkembangan lanskap menghadirkan tantangan dan peluang, yang menggarisbawahi pentingnya perencanaan strategis dan tata kelola yang responsif dalam menghadapi masa-masa sulit ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun