Memahami Tantangan dan Dinamika dalam Sistem Politik AS
Rep. Dean Phillips, kandidat presiden dari Partai Demokrat, merasa kecewa dengan sistem politik saat ini yang mengakibatkan dinamika yang dia hadapi. Phillips sering mengkritik usia Presiden Biden, terutama dalam pemilihan primary vote, dan menyerukan agar Biden mundur dari pemilihan presiden 2024.Â
Kekhawatiran Terhadap Usia dan Kesehatan
Sebagian kecil anggota partai Demokrat mengkhawatirkan usia dan kesehatan Biden, mempertanyakan kemampuannya untuk menjalani masa jabatan berikutnya pada usia 81 sampai 86 tahun. Kekhawatiran ini semakin diperkuat oleh peringkat dukungan Biden yang rendah dalam polling, serta kinerja debat yang dianggap lemah. Hal ini menimbulkan keraguan mengenai elektabilitas Biden terhadap calon penantang dari Partai Republik, seperti Donald Trump.
Dukungan yang Menurun dan Keberhasilan yang Tenggelam
Sebagian kecil Partai Demokrat merasa khawatir dengan kemampuan Biden untuk menyatukan dan menyemangati partai. Mereka percaya bahwa kandidat yang lebih muda akan lebih efektif dalam menghadapi tantangan di masa depan. Media massa dan media sosial memperkuat kritik ini, menggambarkan Biden sebagai sosok yang tidak mampu menghadapi debat yang tidak seimbang.Â
Minoritas suara sumbang di partai demokrat kebanyakan dari yang tidak sependapat sepenuhnya dengan Biden yang tidak banyak pidato tetapi memberikan hasil nyata kepada rakyatnya, terutama target Biden untuk menyatukan dengan kaum Republik di daerah yang dikuasai mereka dengan hadiah program pemerintah yang cukup monumental seperti perbaikan jalan, jembatan, sekolah dan kesehatan.Â
Semuanya itu tidak menjadikan hati mereka luluh karena semua keberhasilan proyek itu tidak disertai dengan pidato kehebatan. tetapi tahu tahu ada dan tahu tahu sudah jadi. Itulah kendala seorang presiden yang tidak banyak bicara dan tidak pernah gembar gembor dan sesumbar mengenai keberhasilannya.Â
Rupanya di era sosial media saat ini, lebih penting gembar gembor dan tipuan lebih masuk dihati ketimbang bukti nyata pembangunan, dalam masyarakat yang serba take it for granted atau semua tiba tiba serba ada.Â
Termasuk dalam debat, sebagai presiden, Biden yang agak pendiam tidak pernah di debat secara ngawur dan menyalahkan semua hasil kerja yang menurut dirinya sangat gemilang dalam memajukan sosial kemasyarakatan dan perekonomian.Â
Dipikirnya semua debat akan mendebat hasil keberhasilan Biden, ternyata perdebatan dengan Trump sudah lama tidak dialami. Karena dalam debat ini Trump selalu mengklaim 10 kali semua keberhasilan Biden adalah performance Trump semua selama dalam periode kepresidenannya. Sehingga keberhasilan Biden adalah tidak ada atau kegagalan saja yang didefinisikan telah membawa kehancuran Amerika dan kini menjadi negara yang gagal dan terbelakang.Â
Sebagai seorang presiden yang tidak pernah menghadapi pembantunya yang mendebat atau menjungkirbalikkan keberhasilan Biden. Seperti yang diklaim Trump dalam debat bahwa semua itu adalah keberhasilan Trump dan Biden hanya meneruskan saja. Klaim ini buat Biden bagaikan berada di alam mimpi  yang membuat Biden terperangah seketika.Â
Mau mulai dari mana mendebatnya, karena semuanya menjadi jungkir balik? Biden menjadi kehilangan pijakan, mau mengatakan yang sebenarnya juga tidak mudah, karena 50% orang Amerika pengikut Trump setia yang percaya saja apa yang keluar dari mulut Trump..
Sistem Politik yang Pro Status Quo
Ada masalah dalam sistem politik yang pro status quo ini, di mana banyak yang berpikir bahwa Biden tidak akan ditantang, dipertanyakan atau didebat. Â Sebagai presiden yang selalu disanjung karena rentetan keberhasilannya, bahkan banyak yang mengatakan lebih berhasil ketimbang semua presiden sebelumnya dalam mengelola pemerintahan.Â
Betapa pengertian ini menina bobokkan presiden dalam memandang penantangnya dan bahkan meremehkan penantang debatnya yang terkenal hanya bohong dan menipu apalagi sudah terkenal terlibat berbagai tindak kriminal segala. Padahal itu adalah keahlian atau profesi utama sebagai tukang bohong.Â
Bukti keahlian sebagai tukang bohong adalah 50% orang Amerika sudah tertipu semuanya dengan berbagai trik dan gerakan merongrong pemerintah. Rasa pemenang, dan bahkan sebelum berdebat adalah candu yang menina bobokkan dan melenakan semua bentuk tak tik berpikir yang berbeda ataupun argumen pertahanan berargumentasi yang menggunakan teknik pemenangan.Â
Ini semua dialami Biden selama memimpin negara secara serius dan berhasil, namun tidak disertai dengan politik dan diplomasi bumbu keberhasilannya.
Pentingnya Debat dan Kompetisi PendapatÂ
Perlunya perdebatan yang ekstrim dan sengit, bahkan sesengit apapun akan sangat penting dalam mempersiapkan proses pemilihan presiden. Setiap calon presiden (capres) memiliki gaya dan teknik debat yang berbeda-beda, mulai dari yang halus, menusuk, pedas di telinga, beringas dan tajam hingga yang agresif, licik, menyudutkan dan memancing kemarahan.Â
Bahkan ada yang hanya propaganda asal-asalan, ngawur, menipu dengan misinformasi, dan membual dengan disinformasi, yang saat ini terbukti berhasil diterima masyarakat sebagai kewajaran baru. Semua ini akan menantang dan menguji pendapat setiap peserta.
Untuk seseorang seperti Biden, yang sudah lama tidak mengikuti acara debat, latihan debat yang ekstrim menjadi sangat penting. Debat membantu melatih ketajaman konsentrasi dan cara berpikir yang logis, terutama bagi calon presiden yang lebih tua, yang mudah lupa. Biden juga dikenal memiliki gangguan berbicara seperti gagap, yang membuat tantangan debat menjadi dua kali lebih sulit dibandingkan dengan orang yang lancar bicara.
Tantangan dan Kesiapan Mental
Tantangan debat yang sengit dan kompetisi pendapat diperlukan untuk mempersiapkan calon presiden dalam membangun dan memajukan negara. Kesiapan Mental Biden harus dilatih. Sebagai presiden, tidak terbiasa dengan debat di mana harus menghadapi debat propagandis bahwa keberhasilannya bisa diklaim sebagai prestasi orang lain, seperti yang dilakukan Trump. Hal ini membuat Biden terperangah dan tidak tahu harus mulai dari mana, sementara Trump terus berbicara lancar dan makin mengisi bualan dan tipuan dalam setiap 20 detik pidatonya. Untuk Trump, ini adalah repetisi karena apa yang diucapkan persis seperti dalam kampanye politiknya dengan kata kunci dan sandi yang sangat dimengerti pengikutnya. Jadi sebagai mantan presiden yang kerjanya kampanye tiap hari, tinggal mengulang ulang pesan kampanyenya saja dalam debat ini, dengan presisi tinggi sebagai hapalan atas imajinasi ilusi dan delusinya setiap saat.
Menghadapi Tantangan Masa Depan
Calon presiden yang terlatih dalam penguasaan teori debat akan lebih siap untuk menghadapi tantangan di masa depan. Â Terlebih dalam situasi politik saat ini yang berpendapat bahwa keberhasilan pemerintahan atau pembangunan saja bukan berarti apa apa, karena ada yang berpikiran bahwa semuanya itu akan tenggelam dalam isu dan keviralan yang berbeda, kalau tidak diolah dengan benar. Mengingat bahwa keberhasilan adalah bahan konten yang perlu juga diviralkan, kalau perlu bisa mempertahankan keviralan sampai beberapa minggu dan menenggelamkan kemungkinan keviralan yang lain. Keviralan dan kepercayaan masyarakat menjadi bahan debat yang sepertinya adalah segalanya. Karena bisa saja kegagalan dibungkus dengan keberhasilan yang semu atau penciptaan track record pembangunannya semu. Kesemuanya ini akan menjadi modal dan latihan untuk melatih membungkus dalam penyampaian pendapat mereka dengan lebih baik dan menghadapi kritik dengan tenang dan tegas. Oleh karena itu, debat yang teratur dan kompetisi pendapat yang sehat sangat penting dalam proses pemilihan presiden.
Dengan demikian, penting bagi calon presiden seperti Biden untuk berpartisipasi dalam debat yang memadai agar siap menghadapi tantangan dan mengatasi segala bentuk kritik yang mungkin muncul. Ini tidak hanya akan membantu mereka dalam pemilihan, tetapi juga dalam memimpin negara dengan efektif di masa depan.
Perlunya penguasaan teori debat dalam sistem politik saat ini dan keberhasilan bukan berarti apa apa, karena ada yang berpikiran bahwa debat adalah segalanya, walaupun track record pembangunannya nol.Â
Menyikapi Dinamika Politik
Sistem politik pada saat ini kurang mendukung kompetisi yang sehat dan adil, termasuk melalui debat yang memadai. Seperti yang dialami Phillips, yang  memiliki ambisi politik tetapi tidak memperhitungkan cara dan situasi kampanye yang lain atau beda sama sekali dengan jaman kemarin, jaman dimana semuanya masih dikerjakan dengan cara naif tanpa ada bumbu trik dan strategi baru, yang mengambil semua faktor perkembangan saat ini. Platform partai Demokrat harus meneruskan tradisi debat dari tingkat negara bagian dan tidak meneruskan model status quo yang menjerat diri sendiri. Perubahan untuk memastikan bahwa pemilihan capres harus dimulai dengan perdebatan bebas dari bawah, untuk mempersiapkan capres terpilih, supaya  mampu menghadapi tantangan dengan cara yang lihai dan efektif dan jelas mudah diikuti para pemilihnya atau anggota partainya.
Dengan memahami tantangan ini, kita diharapkan dapat melihat pentingnya persiapan mental dan kompetisi yang sehat atau tidak sehat dalam pemilihan presiden. Apakah dengan cara ini, bisa dipastikan bahwa pemimpin yang terpilih akan siap untuk membawa negara ini maju? Atau malah menjadikan negara ini sebagai obyek eksperimen viral, jempol suka dan approval rating saja?. Apalagi ada peran pers dan sosial media yang banyak menggaungkan nama capres preferensi mereka yang populer kalangan capres. Kalangan pers juga suka dengan berita viral, sehingga menyenangkan pers adalah salah satu strategi yang perlu dijalankan.Â
Jadinya, primary election atau pemilu awal yang dimulai dari pemilu di internal partai sangat penting untuk membiasakan diri dalam menghadapi berbagai macam strategi lawan debat dengan berbagai misi dan visi. Pembangunan cara berpikir dan debat dari bawah ini diperlukan untuk melatih kenormalan cara pikir capres. Lain dengan Trump yang mantan presiden dan kerjanya hanya menggalang dana dengan kampanye tiap saat sejak menjadi mantan, apalagi kampanye Trump seperti biasanya selalu menipu dan membual dalam setiap 20 - 30 detik berpidato. Rupanya di Amerika kampanye bagaikan seperti pertunjukan TikTok yang hanya membuat keviralan ataupun kegilaan pada momen tertentu.
Banyak fakta keberhasilan Biden yang tenggelam, tetapi berhasil mencerminkan pendekatan komprehensif terhadap hak-hak buruh, kesehatan reproduksi, pencegahan kekerasan senjata, aksi melestarikan lingkungan hidup, transparansi keuangan, pertumbuhan pertanian, akuntabilitas pendidikan, dukungan industri teknologi, keamanan siber, diplomasi internasional, dan pembangunan infrastruktur. Berikut adalah sebagian keberhasilan Biden yang tenggelam:
1. Kebijakan Ketenagakerjaan dan Ekonomi: Usulan menaikkan ambang gaji untuk upah lembur menjadi $55.000.
2. Hak Reproduksi: Menyediakan pil KB untuk kandungan kurang dari sebulan, meningkatkan akses reproduksi IVR.
3. Pencegahan Kekerasan Senjata: Mendirikan kantor dan mengalokasikan $286 juta untuk kesehatan siswa.
4. Inisiatif Iklim: Mempromosikan proyek energi hijau dan mengesahkan Undang-Undang Pengurangan Inflasi untuk mengurangi rumah kaca gas.
5. Tindakan Anti-Redlining: Menerapkan praktik pemberian pinjaman yang adil mulai Januari 2026.
6. Perlindungan Finansial Konsumen: Usulan pengurangan biaya cerukan dan keterlambatan kartu kredit.
7. Transparansi Keuangan: Akses audit yang terjamin bagi perusahaan Tiongkok yang berdagang di AS.
8. Reformasi Pemilu: Reformasi UU Penghitungan Pemilu untuk memperjelas peran Wakil Presiden dan menyederhanakan transisi.
9. Inovasi Militer: Meluncurkan program Replicator untuk drone berbasis AI yang hemat biaya.
10. Keberlanjutan Pertanian: Mendanai $20 miliar untuk pertanian cerdas iklim melalui IRA.
11. Konservasi Air: Mengalokasikan $4 miliar untuk upaya konservasi selama krisis air.
12. Persaingan di bidang Pertanian: Menghidupkan kembali peraturan untuk menjamin keadilan di pasar daging dan unggas dan mendukung pengepakan daging skala kecil.
13. Reklasifikasi Ganja: Direkomendasikan untuk menjadwal ulang ganja ke Jadwal III.
14. Akuntabilitas Pendidikan: Mengikat pendanaan federal dengan metrik utang dan pendapatan program pelatihan karir.
15. Dukungan Industri Teknologi: Mengesahkan CHIPS dan Undang-undang Sains untuk pembangunan fasilitas microchip dan penelitian dan pengembangan.
16. Strategi Keamanan Siber: Meluncurkan strategi siber nasional yang komprehensif.
17. Diplomasi Internasional: Memfasilitasi pertemuan puncak trilateral dengan Jepang dan Korea Selatan untuk melawan pengaruh Tiongkok.
18. Hak-Hak Buruh: Memperkuat NLRB, meningkatkan hak-hak pekerja dan dukungan serikat pekerja.
19. Strategi Spektrum: Menerapkan strategi nasional untuk alokasi spektrum.
20. Peraturan AI: Menerbitkan perintah eksekutif yang menangani risiko AI dan standar keselamatan.
21. Investasi Infrastruktur: Mendapatkan $1,2 triliun untuk proyek infrastruktur nasional.
22. Kebijakan Energi: Menstimulasi energi terbarukan sambil mengelola hubungan industri minyak untuk mengendalikan harga bensin.
23. Kemitraan Pertahanan: Peningkatan hubungan pertahanan dengan Filipina, Papua Nugini, India, dan Australia.
24. Keamanan Siber: Membentuk Dewan Peninjau Keamanan Siber untuk pelanggaran keamanan yang signifikan.
25. Perlindungan Penumpang Maskapai Penerbangan: Usulan aturan pengembalian uang tunai untuk penerbangan yang dibatalkan dan peningkatan transparansi biaya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H