Saat Ini adalah era Sunak yang mempunyai tantangan segudang yang terus menghadangnya. Rishi Sunak, yang menjadi Perdana Menteri setelah masa jabatan Liz Truss yang singkat dan penuh gejolak, berupaya menstabilkan partai. Namun, Partai Konservatif menghadapi tantangan besar. Perpecahan internal masih terjadi, terutama antara kelompok moderat dan sayap populis yang diwakili oleh faksi-faksi seperti Organisasi Demokratik Konservatif (CDO).
Penurunan hasil voting pemilu berkelanjutan. Strategi pemilu partai ini telah bergeser ke arah konstituensi "tembok merah" di Utara, yang biasanya merupakan basis Partai Buruh. Reorientasi ini telah menjauhkan jarak dengan beberapa basis tradisional partai tersebut di Selatan. Kredibilitas Partai Konservatif semakin dirusak oleh isu-isu seperti penanganan NHS, stagnasi ekonomi pasca-Brexit, dan kegagalan mengendalikan imigrasi meskipun ada janji-janji ilusi isapan jempol Brexit.
Kesimpulan.Â
Kemunduran Partai Konservatif disebabkan oleh faktor-faktor yang saling mempengaruhi: perpecahan internal, perubahan kepemimpinan, pergeseran strategi pemilu, dan tren sosio-ekonomi yang lebih luas. Saat Inggris menuju tempat pemungutan suara, partai tersebut menghadapi perjuangan berat untuk mendapatkan kembali kepercayaan pemilih dan mempertahankan relevansi politiknya dalam lanskap yang berubah dengan cepat.
Narasi ini memberikan penjelasan rinci dan kronologis mengenai potensi masa depan Inggris di bawah Partai Buruh, yang dikontekstualisasikan oleh perjuangan Partai Konservatif dalam sejarah dan terkini.
Proyeksi Partai Pemenang: Menurut prediksi akhir The Economist, masa depan Inggris secara politik menunjukkan kekalahan signifikan bagi Partai Konservatif dalam pemilu mendatang. Partai Buruh diperkirakan akan memenangkan mayoritas besar, memperoleh 465 kursi, 263 lebih banyak dari yang dimenangkannya pada pemilu 2019. Sebaliknya, Partai Konservatif diperkirakan hanya memperoleh 76 kursi, yang merupakan jumlah terendah dalam sejarah partai tersebut. Partai Demokrat Liberal diperkirakan akan meraih 52 kursi, hasil terbaik mereka sejak 2010, sementara Partai Nasional Skotlandia (SNP) diperkirakan akan kehilangan 19 kursi namun tetap menjadi partai terbesar di Skotlandia. Reformasi Inggris dan Partai Hijau masing-masing diperkirakan memperoleh tiga kursi.
Prediksi ini didasarkan pada jajak pendapat MRP (regresi bertingkat dan pasca stratifikasi) komprehensif yang mempertimbangkan tren pemungutan suara lokal dan demografis. Kemunduran Partai Konservatif disebabkan oleh koordinasi yang efektif dari partai-partai oposisi dan hilangnya dukungan yang signifikan dari kubu mereka sebelumnya, khususnya di daerah pemilihan yang marginal. Kepemimpinan Nigel Farage di Reformasi Inggris juga berkontribusi terhadap kerentanan Partai Konservatif dengan menarik dukungan dari mereka.
Secara keseluruhan, perkiraan tersebut menunjukkan adanya perubahan dramatis dalam lanskap politik Inggris, dengan Partai Buruh muncul sebagai kekuatan dominan, sementara Partai Konservatif menghadapi penurunan keterwakilan di parlemen dalam sejarah.
Partai Konservatif: Perjalanan yang Penuh Gejolak
Era Saat Ini: Sunak dan Tantangan yang Berkelanjutan. Rishi Sunak, yang menjadi Perdana Menteri setelah masa jabatan Liz Truss yang singkat dan penuh gejolak, berupaya menstabilkan partai. Namun, Partai Konservatif menghadapi tantangan besar. Perpecahan internal masih terjadi, terutama antara kelompok moderat dan sayap populis yang diwakili oleh faksi-faksi seperti Organisasi Demokratik Konservatif (CDO).
Penurunan Pemilu. Strategi pemilu partai ini telah bergeser ke arah konstituensi "tembok merah" di Utara, yang biasanya merupakan basis Partai Buruh. Reorientasi ini telah mengasingkan beberapa basis tradisional partai tersebut di Selatan. Kredibilitas Partai Konservatif semakin dirusak oleh isu-isu seperti penanganan NHS, stagnasi ekonomi pasca-Brexit, dan kegagalan mengendalikan imigrasi meskipun ada janji-janji Brexit.