Allahu Akbar. Allahu Akbar. Allahu Akbar. Segala puji dan syukur hanya milik Allah SWT, Pencipta dan Penguasa segala makhluk. Kami bersyukur kepada-Nya atas rahmat-Nya: atas anugerah kehidupan, kesehatan, keluarga, komunitas, kedamaian, dan kemakmuran yang kami nikmati dan anggap remeh di negara kami, Amerika.
Saudaraku, Hari ini kita merayakan Festival Pengorbanan yang agung. Kami bergabung dengan jutaan umat Islam di seluruh dunia termasuk jutaan peziarah yang merayakan setelah menyelesaikan ibadah haji terpenting. Idul Adha adalah waktu bersyukur dan berdoa; ini adalah waktu untuk mengungkapkan kegembiraan, berbagi berkah, dan merayakan persatuan. Ini juga merupakan saat refleksi ketika kita memperingati pengorbanan besar Nabi Ibrahim (AS). Kita merenungkan pesannya tentang iman, pengorbanan, dan kepercayaan kepada Tuhan.
Iman Kepada Tuhan: Pilar Perjalanan Nabi Ibrahim. Al-Qur'an menceritakan bahwa Nabi Ibrahim menemukan makna keimanan kepada Tuhan dengan mengamati fenomena alam. Perenungan dan pertanyaan kritisnya membawanya pada kesadaran akan kebenaran penting bahwa Pencipta alam semesta itu Esa, Tak Tertandingi, dan Transenden. Keilahian tidak bisa dipisahkan dengan makhluk ciptaan Allah. Karena ciptaan Allah selalu diperbarui dan tumbuh sesuai dengan DNA yang ditulis Allah, walaupun selalu dalam siklus mati hidup, tetapi Tuhan tetap hidup kekal.Â
"Dan dengan demikian, Kami tunjukkan kepada Ibrahim kekuasaan Tuhan atas langit dan bumi, dan dengan demikian dia termasuk orang-orang yang beriman teguh (kepada Tuhan)." (Al-An'am 6:75)
Dia tidak berhenti pada penemuan intelektualnya; sebaliknya, dia menginternalisasikannya dan mengubahnya menjadi sebuah cara hidup. Nabi Muhammad SAW terpanggil untuk menyaksikan visi moral ini: Â "Katakanlah, Tuhanku telah memberi petunjuk padaku ke Jalan yang Lurus, jalan yang sempurna, keimanan Ibrahim, orang yang lurus hati, yang tidak termasuk orang-orang yang menyekutukan Tuhan. Dan katakanlah, Sesungguhnya ibadahku, pengorbananku, hidupku, dan matiku semuanya untuk Tuhan Penguasa alam semesta." (Al-An'am 6: 161-162)
Tauhid berarti menerima kedaulatan Tuhan dan menolak penyembahan berhala dan dewa-dewa palsu, termasuk keinginan dan khayalan diri sendiri. Menentang Antroposentrisme: Mengikuti Cahaya Penuntun Nabi Ibrahim. Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi umat manusia saat ini adalah antroposentrisme, yang menempatkan manusia sebagai pusat alam semesta, bukan Tuhan. Hal ini mengakibatkan relativisme moral, di mana nilai-nilai dan norma-norma yang dijunjung umat manusia sepanjang sejarah telah digantikan oleh tingkah laku dan khayalan manusia yang selalu berubah-ubah. Akibatnya, perbedaan antara baik dan buruk, benar dan salah, moral dan tidak bermoral, kebajikan dan dosa telah terhapuskan. Pandangan dunia yang menyimpang seperti itu kini dipromosikan dengan mengorbankan keyakinan dan praktik keagamaan yang autentik. Umat Islam dan juga mereka yang percaya pada kedaulatan Tuhan harus bersatu menghadapi tantangan ini. Dalam perjuangan ini, marilah kita menjadikan Ibrahim sebagai teladan kita.
Penyerahan Penuh Kepada Allah. Iman Ibrahim mengajarkannya untuk menyerahkan keinginannya pada kehendak Tuhan. Ia rela melakukan apa pun untuk berkorban demi Tuhan. Tuhan memerintahkan dia untuk membawa istrinya Hagar dan putranya Ismail untuk menempatkan mereka di gurun tandus. Dia percaya pada janji Tuhan. Jadi, saat ini, secara ajaib, tempat tandus itu menjadi kota yang berkembang; ini adalah tempat ziarah terbesar di muka bumi yang dikunjungi sepanjang tahun oleh jutaan orang.
Kota itu adalah Mekkah tempat Nabi Muhammad (damai dan berkah besertanya) dilahirkan; kedatangannya merupakan penggenapan satu lagi janji Allah kepada Nabi Ibrahim. Saat ini kita dipanggil untuk menghidupkan kembali cita-cita iman, pengorbanan, dan kepercayaan kepada Tuhan yang dihargai dan diamalkan oleh Ibrahim, Ismael, dan Hagar. Salah satu pesan yang kita pelajari dari Ibrahim dan Hagar adalah bahwa kita mungkin tidak langsung melihat hasil dari kepercayaan dan perjuangan kita; bahwa imbal hasil mungkin akan menurun; agar kita tidak hidup untuk melihat hari dimana bunga itu mekar namun kita terus hidup sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh Allah selalu.
Iman yang Indah. Dalam perjuangan menjalani kehidupan yang berpusat pada Tuhan, kita tidak boleh melupakan upaya untuk mewujudkan perjuangan yang indah. Hadits Nabi kita adalah: "Allah itu indah dan menyukai keindahan" dan "Kelembutan mempercantik segalanya." Pesan ini relevan saat ini karena dunia semakin bergerak ke arah kekerasan yang tidak masuk akal, kebencian, rasisme, dan penghasutan perang.Â