Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, pada kunjungannya yang kedelapan ke wilayah tersebut sejak 7 Oktober, mengatakan pernyataan dukungan dari Sami Abu Zuhri terhadap resolusi PBB yang mendukung proposal tersebut dengan mengatakan "ini adalah tanda tanda ada harapan" dengan klausul pembebasan semua sandera yang tersisa, sebagai imbalannya Israel menyetujui langkah-langkah gencatan senjata permanen dan penarikan pasukannya dari Gaza. Ini sudah memenuhi dua tuntutan utama Hamas. Tahap ketiga akan melibatkan upaya rekonstruksi besar-besaran.
Tentunya partai radikal Israel berusaha menentang kesepakatan itu dengan berbagai macam taktik. Â Ketua partai sayap kanan yang menjadi anggota kabinet Bezalel Smotrich, adalah orang yang selalu dapat diandalkan dalam kabinet Bibi yang total memperoleh 64 kursi dari 120 anggota parlemen. Demikian pada saat pengunduran diri para menteri Yoav yang moderat yang menang 34 kursi. Bezalel mengatakan ia akan menentang perjanjian apapun dengan Hamas, dan menyebutnya sebagai "bunuh diri kolektif".
Terjadi guncangan pada kabinet "pemerintahan darurat perang" ini nama kabinet pimpinan Bibi yang dibentuk sejak penyerangan Gaza pada konser musik 7 Â Oktober lalu. Rupanya sudah tidak akan kuat berdiri, karena pada hari Minggu Malam, pemerintah Israel dilanda guncangan internal terbesar sejak berdiri. Benny Gantz, seorang pemimpin oposisi berhaluan tengah, mengumumkan pengunduran diri partainya, dari pemerintahan darurat perang. Pada tayangan utama pidato di hadapan publik Israel, mantan jenderal tersebut mengecam PMi Bibi, karena mendahulukan kepentingan pribadinya di atas kepentingan nasional. Dikatakan bahwa "keputusan strategis yang menentukan selalu harus diikuti dengan keragu-raguan dan penundaan karena pertimbangan politik cari aman dari partai sayap kanan." Langkah Gantz menjadi berita di seluruh dunia, ketika banyak pengamat bertanya apakah ini menandai awal dari berakhirnya pemerintahan Netanyahu.Â
Drama partai Yoav meraih 34 kursi ini tidak seindah yang diberitakan di berita utama.
Alasannya adalah perhitungan politik Israel mirip di Indonesia dari PDIP. Sekilas, angka-angka tersebut tampaknya menguntungkan Gantz: Partai-partai dalam koalisi Netanyahu saat ini tidak populer; mereka tidak menerima suara mayoritas dalam pemilu Israel pada November 2022, dan hanya mengambil alih kekuasaan berkat kekhasan dari sistem pemilu negara tersebut. Jauh sebelum tanggal 7 Oktober, jajak pendapat menunjukkan bahwa partai Gantz akan memperoleh suara terbanyak jika pemilu baru diadakan. Sebelumnya partai Likud dipimpin oleh Netanyahu waktu Bibi masih moderat. Karena Bibi condong berafiliasi ke sayap kanan, diperkirakan akan kehilangan banyak dukungan, seperti kasus Jokowi yang loncat pagar dari PDIP. Sejak 7 Oktober, mayoritas besar warga Israel telah mengatakan mereka menginginkan pemilu dini, dan sebagian besar survei menemukan bahwa Gantz adalah seorang politikus pragmatis dan sekutu Biden, juga mantan kepala Pasukan Pertahanan Israel. Yoav mengungguli Netanyahu sebagai calon perdana menteri pilihan dalam pemilu tersebut. Enam puluh dua persen orang Israel mengatakan mereka tidak akan memilih partai mana pun yang mendukung kepemimpinan Netanyahu. Mirip di Indonesia situasi ini yang seolah olah semuanya turun mendukung Ganjar, tetapi dalam pemilu dimenangkan Jokowi-Gibran-Prabowo
Menteri Gantz mundur dari pemerintahan Netanyahu. Rupanya Netanyahu tidak perlu khawatir tentang angka-angka ini, karena dia punya satu-satunya angka yang penting sudah mengantongi 64 kursi parlemen. Itu adalah jumlah kursi yang dimiliki koalisi di Parlemennya yang berjumlah 120 kursi.  Ini sudah cukup untuk menjadi penguasa mayoritas 120 kursi anggota Knesset. PM Bibi tidak peduli sama sekali atas  dukungan dari masyarakat Israel karena mereka tidak menjamin kemenangannya menjadi PM. Karena dia percaya hanya pada birokrasi politik dalam penguasaan mayoritas Knesset saja. Yang perlu dikhawatirkan hanya kalau ada pembelotan internal kabinet yang sekaligus membawa representasi kursi Knesset. Sementara ini, tidak ada yang bisa memaksanya Bibi untuk menghadapi saingannya sebelum pemilu yang dijadwalkan pada tahun 2026.
Gantz mencalonkan diri melawan Bibi dalam beberapa pemilu yang diperebutkan sebelumnya yang selalu kalah tipis dalam pemilu yang sengit, Namun sejak Oktober lalu Yoav bersatu dalam kabinet Bibi seperti semua warga Israel dalam mempertahankan diri melawan kekerasan Hamas. Setelah tanggal 7 Oktober dalam upaya untuk mengubah pemerintahan menjadi lebih moderat dengan konsensus selama perang Israel dengan Hamas dan termasuk memoderatkan partai-partai sayap kanan, dalam peperangan. Namun aliansi tersebut telah beberapa kali retak selama beberapa waktu. Gantz diperingatkan bulan lalu ia akan meninggalkan pemerintahan jika Netanyahu tidak menyajikan rencana yang kredibel bagi pemerintahan Palestina di Gaza pasca perang. Badan keamanan Israel dan menteri pertahanan Netanyahu sendiri, Yoav Gallant, menyatakan kekhawatiran serupa. Namun Netanyahu menolak ultimatum Gantz tanpa tanggapan substantif, dan pada hari Minggu, Gantz memenuhi ancamannya dan meninggalkan PM Bibi dalam koalisi sayap kanan aslinyaÂ
Pemerintah Israel bertindak ekstrem kanan. Dengan kata lain, kepergian Gantz bukan merupakan pukulan mematikan bagi pemerintah, melainkan kembalinya status quo sebelum 7 Oktober, hanya saja ada lebih banyak hal yang kini dipertaruhkan.Â
Sebelum pembantaian Hamas 7 Oktober, Bibi sebagian besar bergantung pada belas kasihan rekan-rekannya yang beraliran sayap kanan, yang tanpa adanya dukungan sayap kanan Bibi tidak dapat tetap menjabat PM.Â
Dinamika terbaru ini menyebabkan keluarnya berbagai peraturan dan perundangan yang ekstrim dan hampir menghancurkan Israel yang hampir mirip negara otokrasi. Sejak bulan Oktober, Gantz dan partainya telah memitigasi pengaruh kelompok sayap kanan, memungkinkan Israel menjadi perantara kesepakatan penyanderaan pertamanya dengan Hamas pada bulan November. Meskipun selalu mendapat perlawanan sengit dari oposisi dari kelompok garis keras koalisi. "Sama seperti ratusan ribu warga Israel yang patriotik setelah 7 Oktober, saya dan rekan-rekan saya juga melakukan mobilisasi," kata Gantz dalam pidatonya kemarin, "meskipun kami tahu ini adalah pemerintahan yang buruk. Kita berhasil, karena kami tahu ini adalah pemerintahan yang buruk."
Pengaruh Gantz juga dirasakan dalam cara lain. Kecil kemungkinannya Israel akan memenuhi proposal gencatan senjata secara luas dan pembebasan semua sandera yang dirancang Presiden Biden. Semua itu akan gagal, kalau tanpa adanya tekanan terus-menerus dari Gantz dan sekutu koalisinya dalam kabinet. Dalam pidato kepergiannya, politisi berhaluan tengah tersebut memberikan dukungan sepenuhnya terhadap rencana perdamaian tersebut. Beberapa kali Gantz selalu terus meningkatkan tekanan politik, termasuk mengancam mundur kepada Netanyahu kalau tidak segera menerima proposal gencatan senjata di Gaza. Yang isinya termasuk akan memulangkan para sandera yang masih ditahan oleh Hamas.Â