Mohon tunggu...
Iwan Murtiono
Iwan Murtiono Mohon Tunggu... Lainnya - Google-YouTube project contractor

Pembela hak asasi dan demokrasi dengan bias sebagai orang Indonesia dalam memakai kacamata untuk melihat dunia, termasuk dalam memupuk demokrasi yang agak membingungkan antara demokrasi murni atau demokrasi a la Indonesia. Bahwa kita sering melihatnya dalam perspektif yang berbeda, karena demokrasi itu juga adalah sebuah karya kreatif dalam pembentukannya yang tidak pernah rampung, termasuk yang anti demokrasi juga tidak pernah lelah berusaha terus menguasai demi kepentingan sebagian kecil atau oligarki

Selanjutnya

Tutup

Politik

Rusia Merusak Demokrasi & Olimpiade 2024 di Paris

5 Juni 2024   08:19 Diperbarui: 7 Juni 2024   04:47 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Upaya sistematis Rusia untuk merubah sistem kenegaraan yang demokratis di Afrika telah berdampak signifikan terhadap perkembangan demokrasi di benua tersebut. Meskipun banyak perhatian telah diberikan pada kemunduran demokrasi dalam beberapa tahun terakhir. Ada banyak pelaku internal yang didukung pelaku eksternal utama dalam memfasilitasi kemunduran demokrasi seringkali diabaikan. Rusia menonjol sebagai pemain kunci dalam melemahkan demokrasi di Afrika. Rusia telah terlibat di berbagai negara Afrika, mendukung kudeta militer, menyebarkan disinformasi, dan mendukung rezim otoriter. Berikut poin-poin pentingnya: 

Di Burkina Faso, Rusia mendukung kudeta militer berturut-turut, disertai dengan kampanye disinformasi yang terkoordinasi. Dari akun media sosial yang disponsori Rusia mempromosikan narasi pro-Rusia dan pro-Wagner. Video yang dihasilkan AI bertujuan untuk meningkatkan dukungan terhadap pemerintah otoriter militer.

Di Alfa Conde (Guinea), Rusia mendukung Conde dalam memperpanjang batasan masa jabatan, supaya mengikuti Putin. Ahli teknologi politik Rusia memberikan nasihat kepada Conde selama masa jabatan ketiganya yang inkonstitusional. Disinformasi memicu protes terhadap pemerintahan demokratis.

Oleh Grup Wagner, Pasukan Wagner mendukung junta militer di Burkina Faso sejak tahun 2020. Wagner terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia terhadap warga sipil Mali. Wagner memblokir penyelidikan PBB dan menghambat operasi MINUSMA.

Di Negara-negara Afrika lainnya, Rusia mempengaruhi pemilu di Zimbabwe, Mozambik, dan Komoro melalui disinformasi dan penasihat politik. Kelompok pemantau pemilu proksi Rusia menyatakan pemilu yang bermasalah adalah pemilu yang "bebas dan adil." Badan Penelitian Internet Rusia mempromosikan partai yang berkuasa di Mozambik.

Tujuan Strategis Rusia adalah selama dua dekade terakhir, melemahkan demokrasi telah menjadi tujuan strategis kebijakan Rusia di Afrika. Pemerintahan otoriter yang tidak memiliki sistem checks and balances dalam negeri memberikan lingkungan yang permisif bagi pengaruh Rusia. Menormalkan otoritarianisme di luar negeri memvalidasi praktik pemerintahan Rusia yang tidak demokratis di dalam negeri.

Reuter: Alepo Syria
Reuter: Alepo Syria

Metode gangguan yang dipakai Rusia dalam mengganggu proses demokrasi melalui jalur resmi (misalnya, memblokir resolusi PBB yang mengutuk pelanggaran hak asasi manusia atau klaim pemilu yang curang) dan cara yang tidak biasa (misalnya, kampanye disinformasi, campur tangan pemilu, mengerahkan pasukan paramiliter, atau terlibat dalam kesepakatan senjata ilegal untuk mendapatkan sumber daya). Kedalaman intervensi Rusia sengaja dibuat tidak jelas, namun luasnya upaya mereka sangat luar biasa. Alat-alat ini telah digunakan secara aktif di 23 negara Afrika.

Apa dampaknya, Intervensi ini menggagalkan aspirasi warga Afrika yang ingin melihat demokrasi berkembang, melemahkan suara, kedaulatan, dan penentuan nasib sendiri di Afrika. Mengapa Rusia ingin menguasai secara militer dengan tangan besi, karena menjual 40% dari seluruh persenjataan di Afrika, juga menguasai tambang berharga dari pengamanan sampai penjualan, disamping sebagai tentara bayaran atau bodyguard para pemimpin Afrika.

Berikut sebagian kecil aksi Rusia yang terdeteksi sementara ini:

  • Mendukung pemerintahan totaliter Isaiah Afwerki yang terisolasi.

  • Menentang sanksi PBB terhadap Eritrea meskipun ada perselisihan perbatasan dengan Djibouti dan dugaan dukungan terhadap al Shabaab.

  • Mendorong serangan kekerasan oleh pasukan militer Sudan terhadap pengunjuk rasa sipil.

  • Menginstruksikan rezim Omar al-Bashir untuk memberi label negatif pada pengunjuk rasa pro-demokrasi.

  • Mengusulkan langkah-langkah untuk menghambat komunikasi penyelenggara demokrasi.

  • Memblokir pernyataan PBB yang mengecam kudeta di Sudan.

  • Mengadvokasi pencabutan embargo senjata terhadap pemerintahan militer Sudan.

  • Menasehati para pemimpin militer pasca-Bashir untuk mempertahankan kekuasaan dan melawan pemerintahan sipil.

  • Berulang kali menentang embargo senjata PBB terhadap Sudan Selatan.

  • Memasok peralatan militer ke Sudan Selatan yang melanggar embargo.

  • Memuji integritas proses pemilu Uganda yang kontroversial.

  • Memberikan bantuan militer ke Uganda untuk mempromosikan pesan-pesan Rusia di televisi pemerintah.

  • Terlibat dalam kampanye disinformasi untuk mendiskreditkan pemimpin oposisi.

CNN: Chechnya
CNN: Chechnya
Tindakan-tindakan ini secara kolektif melemahkan lembaga-lembaga demokrasi dan menghambat kemajuan di Afrika. Bagaimana dengan di benua Asia kalau dalam berita santer diutarakan bahwa Trump pernah memakai jasa Rusia juga. 

Dikutip dari Tempo berjudul "Pengamat Asing Curigai Campur Tangan Rusia di Pemilu Indonesia", bahwa Rusia diduga melakukan campur tangan asing dalam pemilu RI seperti yang dikhawatirkan banyak pihak. Tepatnya ini juga dikutip mereka dari Ross Burley, Direktur Eksekutif Center for Information Resilience, yang sekali lagi mengutip ucapan Jokowi tahun 2019, bahwa pihak asing membantu kandidat calon presiden dengan cara yang tidak sah. Betapa takutnya kita mengatakannya, hanya demi takut menyinggung bapak Putin. 

Kalau melihat intensitas disinformasi dan misinformasi yang pasti selalu dilakukan Rusia dimana saja dan tidak peduli di Amerika maupun di Afrika, maka diperkirakan pada pemilu 2024 di Indonesia juga tercemar dengan usaha GRU atau FSB. Siapakah yang diuntungkan oleh ahli disinformasi kali ini? Bisa saja tahun 2024 Dukungan GRU atau FSB bisa tetap dalam posisi 2019 atau kali ini tidak berbeda dari yang sudah sudah, karena kalau berseberangan maka perkiraan preferensi aliansi akan bubar.

Skala serangan misinformasi dan disinformasi dua tahun terakhir ini agak kendor dikarenakan sedang sibuk sendiri karena kemakan misinformasi yang dibuat sendiri, bahwa di presiden Ukraina yang Yahudi adalah Nazi. Misinformasi yang mustahil ini rupanya dipercaya sendiri oleh Putin, karena selalu diulang ulang supaya bisa dipercaya. Biasanya yang diberikan proyek misinformasi adalah Wagner yang dipimpin sendiri oleh Yevgeyi Prigozhin. Sekarang dia sudah lama dieksekusi mati di pesawat udara tahun 2023, yang sesumbar bahwa Trump bisa terpilih karena usahanya mengirim misinformasi dalam jumlah jutaan bot. Maka dari itu kekuatan dan aktivitas bot misinformasi ini sudah jauh berkurang tinggal 30%nya saja yang tetap harus selalu menyerang Eropa, Amerika, Afrika yang banyak menguras tenaganya, sehingga dapat dikatakan serangan misinformasi di tahun 2024 di Indonesia sangat lemah sekali, atau belum ada yang menemukan jejak jejak digitalnya.  

Terakhir, Rusia meningkatkan kampanye disinformasi di Perancis tentang Presiden Emmanuel Macron, Komite Olimpiade Internasional (IOC), dan Olimpiade musim panas ini di Paris. Pusat Analisis Ancaman Microsoft (MTAC) telah mengamati taktik lama yang dipadukan dengan kecerdasan buatan (AI) dalam operasi ini, yang mungkin semakin intensif menjelang Upacara Pembukaan Paris 2024. 

Aktor misinformasi Rusia, yang sudah terdeteksi adalah Storm-1679 dan Storm-1099. Rupanya mereka telah fokus pada Olimpiade sejak Juni 2023. Tujuannya  hanya untuk merendahkan reputasi IOC: Storm-1679 merilis film berdurasi panjang berjudul “Olympic Has Fallen,” meniru film thriller aksi politik Amerika tahun 2013 “Olympus Has Fallen.” Film tersebut meremehkan kepemimpinan IOC dengan menggunakan audio palsu yang dihasilkan AI yang meniru aktor Tom Cruise. Ini dimaksudkan untuk menyebarkan ketakutan dan memancing kekerasan: 

Secara konsisten Storm-1679 telah memproduksi video yang menipu tentang kemungkinan terjadinya kekerasan di Olimpiade. Misalnya, video misinformasi yang sengaja secara keliru mengklaim bahwa para warga Paris telah membeli asuransi properti karena ketakutan akan terorisme. 

Video palsu lainnya seolah olah berasal dari kantor berita France24, yang memberitakan bahwa 24% tiket Olimpiade telah dikembalikan karena kekhawatiran terorisme.

Bahkan Storm-1679 memproduksi siaran pers video palsu dari Badan Intelijen Pusat Amerika (CIA) dan Direktorat Jenderal Keamanan Dalam Negeri Prancis (DGSI) yang memperingatkan calon peserta untuk menjauh dari Olimpiade Paris 2024 karena dugaan risiko teror.

Berbagai usaha lain yaitu kampanye pemasaran palsu, dengan review sampai 5 bintang di koran Washington Post dan New York Times. 

Ada juga yang berusaha untuk meneror dari Storm-1679 yang memanfaatkan situasi Perang Israel-Hamas sekarang, diperlihatkan ada orang yang menyamar sebagai militan dan mengancam melakukan kekerasan terhadap warga Israel yang menghadiri Olimpiade. Kelompok Storm-1099 telah merilis spoof dari media Prancis yang memperingatkan kekerasan di Olimpiade dan membesar-besarkan tuduhan korupsi di IOC. 

NY Times: Ukraine dari Damai sampai Perang 
NY Times: Ukraine dari Damai sampai Perang 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun