Kalau ada yang sempat berlibur atau tinggal di Amerika, pasti semuanya tahu bahwa  semua orang Amerika terutama yang muda muda dan yang liberal, atau yang sensitif pada isu kemanusiaan yang adil dan beradab,  sedang aktif pada protes dan demo yang meributkan atau  membela korban Palestina yang jumlahnya ribuan. Demo dan protes ini sampai berhari hari bahkan berbulan bulan, diikuti oleh semua orang yang bukan Republican dan bukan pengikut Trump, bahkan dari kelompok demokratpun harus yang elit atau melihat berita atau social media yang berimbang, kira kira total semuanya sekitar 40%. Bayangkan dengan orang Indonesia ada berapa persen yang tahu dengan benar atau imbang tentang kejadian dan masalah sebenarnya, mungkin hanya 30%atau kurang? Mengapa akhir akhir ini orang Amerika sangat peduli tentang kemanusiaan yang adil dan beradab? Utamanya karena media dan social media yang membutuhkan konten dan berusaha membuat konten yang cukup menggemparkan, ada wanita, anak dan orang tua diculik naik pick up, ada anak dan wanita kesakitan dibom, semua mencari konten dan rating. Bahkan Youtube dan Facebook juga membolehkan konten mayat bergelimpangan direruntuhan puing bangunan dalam content policy yang baru. Perubahan barunya, yang saya ikut berpartisipasi ikut menyumbang dan bereksperimen, disyaratkan bahwa hanya konten yang dibuat semua kantor berita yand sudah diotorisasi dan berisi EDSA boleh dimonetisasi. Sedangkan kalau bukan EDSA walaupun sudah diotorisasi seperti kantor berita Kompas atau CNN akan menjadi Brand Unsafe atau hanya mendapat advertiser nekat saja. Jadi tidak heran dengan perubahan policy ini, semua kantor berita yang sudah diotorisasi Google boleh menayangkan mayat untuk mendapat monetisasi. Mulai sejak awal 2023 Berbagai liputan media TV maupun sosial dengan gencar setiap waktu pagi, sore dan malam meliput tragedi kesengsaraan yang tiada tara menyedihkan. Suguhan semua kengerian  ini seketika tidak kuasa membendung tangisan, air mata dan rasa amarah atas adanya korban wanita dan anak yang hanya demi ambisi politik Netanyahu dan Hamas belaka. Yang lucu, adalah banyak mahasiswa yang dipersangkakan hanya melihat Tiktok malah bersimpati dan berpakaian ala Hamas. Lebih lucunya lagi banyak juga mahasiswa Yahudi di New York Colombi University ikut berpakaian ala Hamas. Tahukah mereka bahwa pada tanggal 7 Oktober orang dikampung asalnya banyak yang dibunuh dan diculik Hamas? Liputan yang berimbang juga ditunjukkan dengan banyaknya demo anti Hamas yang kurang militan dan mudah bosan hanya beberapa hari saja. Ada kejadian konflik juga tetapi tidak begitu signifikan di antara keduanya karena polisi New York yang sigap, langsung membatasi dan melerai.
Keinginan kuat Netanyahu untuk tetap terpilih sebagai PM seumur hidup atau setidak tidaknya sekali atau dua kali periode lagi,adalah salah satu penyebab utama. Kata kunci kemenangannya yang selalu berhasil dan diulang ulang adalah  menjadikan fear mongering sebagai strategi jitu yang terbukti mengukir semua kemenangannya. Fear Mongering artinya ketakutan yang diperdagangkan dengan vote, atau sederhananya menggunakan ketakutan atas musuh bersama yang ditukar atau didagangkan dengan vote. Jadi musuh  yang tidak ada, harus diciptakan dan dipercayai akan adanya musuh ini, atau sebut saja taktik propaganda tipu tipu belaka. Semakin takut maka akan semakin mudah dijanjikan perlindungan yang tipu tipu juga, karena tetap saja berusaha menebar maut, kekawatiran, teror dan ketakutan biar menang pemilu, dengan janji perlindungan palsunya, ini terus berputar dan berulang tanpa ujung.
Pertama harus diciptakan apa yang mungkin menakutkan bangsa Yahudi. Dimulai dari adanya awal konflik sipil yang dibungkus sektarian dengan penduduk lokal, padahal sudah hilang dan semuanya normal saja. Maka dihidupkannya kembali konflik dan diperkuatlah sensitivitas sektarian ini dengan dibakar bakar dan dihidupkan kembali konflik usang ini. Pada kedua pihak antara Yahudi radikal dan Palestina radikal, bukan berarti semua Yahudi dan Palestina adalah radikal. Tetapi orang radikal lebih lantang berteriak dan lebih didengar atau lebih dipercaya menjadi representasi sektarian yang baru tercipta ini.  Setiap hari harus dibuat agenda untuk saling mengerucutkan konflik sektarian ini dan harus terus dibentur benturkan supaya pemimpinnya tetap terus menduduki kursi pimpinan. Dari sini sudah terbentuk trend umum bahwa mereka harus saling takut dan bahkan benci satu sama  yang lain.  Mudahnya membuat fear mongering, dengan menciptakan ilusi seolah olah keterjepitan warga Yahudi di antara negara negara Arab yang kaya akan minyak dan senjata modern dari Amerika sebagai cara jitu menakut nakuti para pemilihnya. Walaupun banyak pemilih yang anti Netanyahu, tetapi karena ketakutan akan pemimpin yang tidak menjadikan isu keterjepitan atau keterpojokan Israel yang kecil sebagai isu krusial maka ini dimanfaatkan oleh Bibi Netanyahu dalam kampanye pemenangan pemilunya.
Maka dari sini fear mongering sudah  ter established. Untuk melanggengkan atau memelihara divisiveness yang selalu diliputi fear mongering, maka senantiasa dibutuhkan api api konflik dan janji janji palsu untuk memberikan candu kedamaian tipu tipu. Inilah yang dilakukan oleh Hamas dan Netanyahu. Bahkan mereka sering bekerjasama dalam membangun permusuhan, seperti Netanyahu yang selalu memberikan dana "kesejahteraan untuk kelompok Hamas" Baca karya jurnalistik investigasi dari koran terkenal  dari Israel baca "For years, Netanyahu propped up Hamas. Now it's blown up in our faces" sumber  dari investigasi Tal Schneider (nama Yahudi) https://www.timesofisrael.com Jadi jangan anggap Hamas jalan sendiri dan Bibi jalan sendiri, tidak semua bekerjasama mendulang kursi kepemimpinan dan uang korupsi yang bisa selalu dinikmati, di atas jasad warga Yahudi Palestina. Investigasi jurnalistik yang brilian juga berhasil mengungkap bahwa Bibi dan IDF sebetulnya sudah mengetahui detail serangan Hamas pada 7 Oktober lalu baca "Israel Knew Hamas Attack Plan" dimuat di koran Israel yang sama bersumber dari AFP atau Agence France-Presse.
Warga Palestina-Yahudi dan percampuran atau perkawinan silang antar mereka pada dasarnya tidak membenci, karena mereka melihat dengan mata kepala sendiri. Terutama kaum moderatnya yang suka membaca dan mengikuti berita investigasi. Seperti di Indonesia juga bahwa kaum elit yang open mind mau menimbang fakta baru dan memutuskan untuk voting juga tidak selalu menang dalam pemilu. Ini sama dengan di Israel, di Amerika juga ada yang votingnya setia dengan Trump, walaupun tahu atau pura pura tidak tahu fakta investigasi yang dibongkar. Beginilah situasi jaman propaganda yang selalu memporak porandakan segala macam kebenaran fakta jurnalistik. Sudah biasa kita menyenangi sumber berita dari platform favorit kita, dan kita senang menolak sumber berita yang tidak menyenangkan hati. Mungkinkan orang normal kurang kerjaan nonton berita dari sumber yang pasti kita tidak sukai entah benar atau salah. Mungkinkah orang Palestina Israel akan terus membaca atau mendengar berita yang tidak kita dipercayai karena tidak mengenakkan hati atau dari outlet platform yang tidak biasa? Begitu juga situasi ini terjadi tidak pandang bulu mau sehebat apa negaranya, kalau dari Rusia dan China pasti maklum adanya cuma tersedia propaganda, tetapi di Barat juga atas nama kebebasan ekspresi demokrasi, propaganda juga bebas dipakai untuk berekspresi untuk mengeraskan oposisi, atau melegitimasi otoritas suatu negara. Â
Demi demokrasi memang harus mau menerima berbagai bentuk kebebasan berekspresi seperti propaganda dan konspirasi, karena itu adalah esensi kebebasan demokrasi, dipastikan yang menang adalah yang jor joran membombardir seperti pasukan buzzer atau bots yang kirim kabar atau text ke semua target tanpa pandang bulu. Akibatnya pasti akan menimbulkan korban fitnah seperti kasus Ruby Freeman dan Shaye Moss yang hidupnya sampai tidak tenang oleh teror bertubi tubi, baca "Federal Judge Upholds Fulton County Poll Workers' $148M Defamation Verdict Against Rudy Giuliani," sumber https://www.law.com. Dalam kasus ini Shaye Moss berhasil mendapatkan pembelaan karena hukum tidak serampangan dan pasti bisa ditegakkan. Apakah berarti putusan hukum dan sistem pengadilan sipil juga bisa ditegakkan di Israel? Wah mengejutkan, ternyata berbulan bulan dan bertahun tahun orang Israel demo ribuan orang mengepung Netanyahu karena terlibat korupsi, hasilnya voting rakyat menentukan lain, Netanyahu boleh korupsi dan terpilih jadi PM lagi.Â
Sekarang kalau dibalik demi anti demokrasi seperti di negara otoriter Rusia atau China apakah boleh berbeda pendapat atau berekspresi yang tidak sama dengan garis pemikiran yang harus cuma mengacu pada PKC, Partai Komunis China saja, dan tidak ada sela sedikitpun untuk berbeda atau berdebat. Jadi yang ada hanya propaganda partai saja atau siapapun yang berbeda atau tidak sejalan pikirannya dengan PKC, maka orang itu harus lari keluar negeri. Kalau tidak maka akan hilang dijemput tentara PLA, baca "Alibaba Founder Jack Ma Has Fallen Off The Radar. Here Are Some Clues Why" sumber dari https://www.npr.org/2021. Jadi di negara berdemokrasi dibuka dan diperbolehkan melakukan kebebasan berekspresi termasuk menggunakan propaganda anti demokrasi. Mengapa demikian? Bukannya ini adalah permainan kenegaraan yang curang melainkan esensi demokrasi dan anti demokrasi adalah berbeda.
Logikanya berarti kalau demokrasi lebih menjamin kebebasan, apakah demokrasi akan menjadi pilihan rakyat para pemilik suara? Menjadi rumit dan pelik kalau dalam berdemokrasi tidak selalu memprioritaskan kebebasan berekspresi. Contohnya kalau semuanya dibohongi tetapi diberikan kecukupan, atau bahkan walaupun dibohongi dengan mentah mentah, tetapi diberikan Bansos, atau diberikan janji perlindungan oleh sang pencipta fear mongering, sang pencipta rasa selalu ketakutan, selalu khawatir. Berarti ada kesenjangan dan kesempatan dalam berdemokrasi yang setiap saat menjadi celah intaian para pemimpin anti demokrasi, atau yang memanfaatkan celah demokrasi karena ada kesempatan atau benefit kebebasan merusak demokrasi juga. Ini terbukti dari semua yang sedang dipraktekkan oleh Ismail Haniyeh bersama Bibi Netanyahu, lihat perang dan saling serang demi asal mereka bisa ketawa ketiwi di dalam hati, tidak mungkin diceritakan bahwa mereka berdua bertepuk tangan di atas korban kedua belah pihak yang jumlahnya ribuan di Israel dan ratusan ribuan di Gaza. Sebagai orang normal, malukah mereka berdua menggunakan penduduk sipil hanya untuk target culik, tembak dan bom saja, mengingat yang penting tetap berusaha memimpin dan korupsi saja. Â
Padahal dari liputan mengerikan diperlihatkan seperti roket yang terus berulang ulang diluncurkan dengan api merah membara dengan cepat sekali membumbung tinggi ke langit Palestina-Israel, jatuh membakar semua yang terkena tanpa pilih pilih, karena bukan smart bomb. Kemudian biasanya, sekuens selanjutnya, selalu diperlihatkan bongkahan bangunan kota yang hancur berserakan bahkan tubuh korban perang juga ikut berserakan, ada yang diatas puing ada yang harus digali di bawah reruntuhan puing puing tembok dan kayu yang berat menindih, bahkan sering diikuti kobaran api yang membakar apa saja termasuk para korban. Banyak misinformasi dan disinformasi yang juga tak kalah partisipasinya  untuk membesar besarkan atau untuk meminimalkan dan menghilangkan kesengsaraan para korban. Sehingga kita dan para pemimpin dunia sering terkecoh, mau percaya berita yang kita suka atau berita yang tidak kita sukai, dalam berpikir kita pun suka bias dan tebang pilih dalam selective truth system di kepala kita masing masing, juga para kepala negara dan pemuka agama. Walaupun mereka sudah punya badan intelijen negara, tetapi tetap saja mereka pilih  yang disukai atau yang cocok dengan rakyatnya.
Terus kita berada dimana posisinya sekarang ini? Semua kepala negara di dunia juga sedang berada dimana? Adakah mereka yang berusaha keras atau yang apatis? Salah salah ada yang ikutan membela kepemimpinan yang korup dari salah satu Bibi atau Ismail. Kita semua dan semua kepala negara pendukung, penyokong dan pengekor sudah jelas harus malu, karena hanya dijadikan follower antara mereka berdua dengan jumlah korban wanita dan anak anak yang setiap hari dipertontonkan di layar TV bak film action atau Sci-fi layaknya. Mau membela Haniyeh atau membela Bibi, keduanya sama sama berdarah dingin dengan masing masing telah mengorbankan mereka semua, sungguh tidak rasionalnya kita semua para pendukung kehancuran kemanusiaan.Â
Permasalahan Ini juga diketahui oleh Biden, presiden Amerika, yang juga sudah lama mendatangi sendiri dan menyaksikan sendiri maha kekacauan dunia ini. Sehingga Biden pun terus menerus berupaya menyadarkan Netanyahu dengan ancaman kedigdayaannya atau ancaman stop bantuannya beserta disertai dengan gerilya merongrong kabinet Netanyahu dari dalam supaya dapat memojokkan dan mendikte perdamaian Gaza sesegera mungkin. Berhasilkah usaha Biden dalam menciptakan perdamaian Gaza berdasarkan solusi atas masalah kepemimpinan dan korupsi yang sebenarnya terjadi di antara Ismail dan Bibi? Melihat semua trik dan intrik dari Ismael dan Bibi berdua rupanya sangat sulit untuk menghentikan orang yang sangat ahli dan sangat berpengalaman dalam memimpin dan korupsi. MAukah keduanya hanya disuruh memimpin rakyat Gaza dan Israel tanpa mendapat uang dan jabatan hasil korupsi lagi? Mungkinkah Jokowi, presiden RI akan memberi contoh dan mengajari mereka berdua untuk tidak korupsi uang dan jabatan? Kita semuanya hanya bisa berdoa semoga Presiden Jokowi mau memberi contoh hidup yang membahagiakan tanpa korupsi uang dan jabatan untuk dirinya dan keluarganya.Â