Mohon tunggu...
Iwan Murtiono
Iwan Murtiono Mohon Tunggu... Lainnya - Google-YouTube project contractor

Pembela hak asasi dan demokrasi dengan bias sebagai orang Indonesia dalam memakai kacamata untuk melihat dunia, termasuk dalam memupuk demokrasi yang agak membingungkan antara demokrasi murni atau demokrasi a la Indonesia. Bahwa kita sering melihatnya dalam perspektif yang berbeda, karena demokrasi itu juga adalah sebuah karya kreatif dalam pembentukannya yang tidak pernah rampung, termasuk yang anti demokrasi juga tidak pernah lelah berusaha terus menguasai demi kepentingan sebagian kecil atau oligarki

Selanjutnya

Tutup

Film

Robert De Niro Seorang Goodfellas yang Sebenarnya

31 Mei 2024   03:09 Diperbarui: 31 Mei 2024   04:15 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Wikipedia

Robert De Niro membuat headline 28/5/24 di semua koran, TV, acara komedi malam dan media sosial di Amerika, ketika mengecam Trump dalam Konferensi Pers dengan cara mengenang keterlibatan Trump dalam Pemberontakan dengan kekerasan 6/1/21. Robert De Niro adalah aktor nominasi Oscar 2024 dan sudah meraih Oscar dan berbagai piala penghargaan karya drama dan akting layar lebar. 

Robert juga tidak hanya aktif di dunia karya seni diusia sangat keladi 80 dari kelahiran 17/8/43 atau 2 tahun lebih tua dari Republik Indonesia mudahnya. Menurut James Carville Robert adalah Uranium 238. 

Mudahnya kalau bisa dilukiskan bahwa: "bicaranya  tegas, bagai cabe pedas, yang bakar lidah atas, tak cuma beringas, dan ngegas, apalagi beringas, maka rawe rawe rantas, semua akan tatas, berhadapan pas, dengan sang aktor emas"

Kita bisa melihat dalam headline setiap saat, maklum dia seorang aktor yang karya aktingnya sangat memukau. Di Dalam setiap headline selalu saja mencerminkan tak jerihnya de Niro dalam membela demokrasi dengan cita rasa kemanusiaan yang adil dan beradab, terus selalu diselipkan dalam berbagai kesempatan yang bisa mendapatkan coverage luas atau viral, misalnya dalam pidato penerimaan penghargaan Academy Award atau Oscar. 

Dia mempercayai model awareness supaya memori otak bisa dimunculkan terus, seperti model propaganda tetapi hanya memberikan feed pada memori berupa flash fakta historis, yang diperkirakan selalu terulang lagi atau deja vu, dan ini terjadi

Robert bergabung dengan partai demokrat atau kalau di Indonesia, partai ini platform minimalisnya mirip PDIP, karena partai demokrat punya platform yang terlalu progresif sekali dan tidak mungkin di adopsi di kultur yang serba terkendali atau dibatasi Batasan lebih bebas dan longgar dalam berdemokrasi pada level bawah, semakin tinggi levelnya batas kebebasan berdemokrasi hanya  dicapai dengan lebih memilih kompromi yang bisa diterima mayoritas elit. Termasuk dalam hal voting sehingga selalu ada yang bisa dikompromi secara aklamasi dan ada yang bisa mandiri. Di Indonesia jangan jangan bisa di recall kalau mau mandiri, mungkin karena pilihan murni dari konstituen bukan elit. 

Pesan umumnya yang pasti selalu dikatakan dalam usaha mengendapkan pengertian yang dalam di memory kepala orang yang mewawancarainya atau audiennya, yaitu selalu saja tentang demokrasi anti otoritarian. 

Dalam keadaan tertentu pesan ini bisa membosankan karena seperti tidak pada tempatnya. Oleh karena itu banyak juga yang mengkritik kok diulang ulang seperti orang sudah pikun. Dan Robert pun tidak memperdulikan semua kritik ini, karena dia seorang aktor yang selalu berkreasi termasuk menata ulang ucapan seninya untuk supaya tidak membosankan para pengagumnya. Memang usia yang mapan menyebabkan pesan hak asasi dan demokrasi menjadi seperti omong kosong. 

Para penentang juga tidak kalah galak seperti Trump dan pengikutnya yang langsung mengarahkan serangan pada pesan kok diulang terus malah seperti emosi benci akan Trump. Mereka tidak mengangkat isu bahwa Robert menentang pemimpin yang diktator otoriter mirip Trump. Jadi ada pemlesetan anti diktator otoriter menjadi anti Trump dan seolah olah Trump adalah sasaran bullying. Dalam dunia viral hashtag adalah kata kuncinya, termasuk plesetan atau metamorfosa untuk mentransformasikan dari pesan bagus menjadi pesan jahat.

Tidak semua aktor Hollywood seperti De Niro, walaupun hati kecilnya juga humanis dan liberalis. Bukti kalau mayoritas bintang film adalah humanis, terlihat pada saat ada pemogokan pekerja seni Actor Guild selama 4 bulan penuh dari 14/7/23 sampai 9/11/23, jarang sekali aktor aktris yang keberatan atas mogoknya anak buah mereka, dalam arti sebenarnya, karena banyak candaan yang membuat pemogokan ini jadi bahan olokan di acara komedi malam, yang akhirnya semua acara TV dan film kosong selama pemogokan ini, karena semua pekerjanya adalah anggota SAG-AFTRA union. Jadi Robert ini adalah cerminan hampir semua komunitas perfilman di Amerika, yang filmnya ditonton sampai Rusia, Cuba dan China sekalipun. 

Sebagai refleksi apakah semua bintang film dan pekerja film Indonesia juga sudah terkena virus demokrasi dan hak asasi manusia? Memang ada yang mirip dan merintis kekelas Hollywood bak Robert De Niro, ada pelawak Cak Lontong dan hampir semua komedian yang suka mengolok olok sistem demokrasi yang kadang macet total atau sistem yang terkorup secara berjamaah. Kita bisa lega masih ada pejuang demokrasi yang walaupun terus terpinggir tetapi tetap teguh seperti De Niro. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun